Apa ada yang bermasalah di otaknya?
Mengapa sekali lagi, Belhart melakukan hal yang tidak bisa dimengerti Monna?
Di tengah kebingungan Monna, Belhart mengujarkan sesuatu di tengah-tengah pesta.
"Ini adalah pertama kalinya kita berdansa," seru Belhart sedikit puas.
Monna menatap punggung tangannya dengan gelisah.
"Ya. Dan saya harap ini tidak akan mengecewakan Anda," seru Monna mengimbangi. Belhart tersenyum. Senyum yang sangat jarang ia tunjukkan.
"Apa itu mungkin?" balas Belhart, "Kudengar, kemampuan dansamu sangat menonjol."
Monna bisa merasakan Belhart sedikit berbeda dari biasanya. Apa mungkin Belhart sedang menikmati waktu bersama dengan Cattarina?
Monna tidak tahu!
Tapi yang jelas, Cattarina memang pintar berdansa!
Jika bukan karena dia adalah wanita yang sangat tergila-gila pada Putra Mahkota. Dan begitu antusias ingin sangat layak bisa berdansa dengannya. Cattarina yang ia tahu tidak akan mungkin rela berlatih berjam-jam hanya untuk bisa terlihat hebat!?
Kau saja yang tidak tahu hal itu!!
Tapi, untuk beberapa saat. Monna bisa merasakan kedekatannya dengan Belhart membuat napasnya tidak stabil. Beberapa kali ia terus menahan napas, dan menghembuskannya dengan sembunyi-sembunyi juga halus.
Entah apakah ini karena terlalu banyak kerumunan orang yang berkumpul mengitari mereka. Atau, karena intensitas kedekatannya dengan Belhart yang tidak diinginkan. Monna merasa mulai sedikit kewalahan.
Perutnya kini terasa benar-benar terasa mual.
"Apa kau tidak suka berdansa denganku?" tanya Belhart menyadari sesuatu yang tidak mengenakan dari raut wajah Cattarina yang kaku. Monna mengalihkan pandangannya ke sisi lain.
"Tidak, Yang Mulia. Saya mana berani seperti itu," ujar Monna sekenanya. Belhart terlihat tidak senang mendengar jawaban itu.
"Benarkah?" tanya Belhart.
"Lalu, mengapa kau tidak melihat ke arahku? Apa ini semacam kebiasaanmu?" tanya Belhart pelan dan bergetar.
Monna terus menunduk. Dan tidak kuasa mengangkat kepalanya. Belhart segera menatapnya marah.
"Cattarina Bourston! Apa kau bahkan tidak ingin menjawabku?" ujar Belhart tajam.
Monna menjadi semakin gugup. Tapi ia berusaha menjawab.
"Sepertinya perut saya belum stabil, Yang Mulia. Saya.. harus segera kembali ke kamar," terangnya menjauhkan diri.
Belhart meraih tangan Cattarina.
"Aku akan ikut denganmu," ujar Belhart mengindahkan seluruh ekspresi tidak setuju Cattarina.
Dengan sigap ia menggendong Cattarina di atas punggungnya. Dan Monna langsung berteriak.
"Yang Mulia! Apa yang Anda lakukan?!" teriak Monna histeris.
Semua orang menatap mereka saat ini.
Dan Belhart berani menggendongnya seperti seekor binatang buruan? Sungguh tindakan yang sangat membuat Monna malu dan tidak berani lagi mengangkat kepalanya ke atas untuk memprotesnya.
Alhasil hanya bisa dengan patuh tapi juga tidak berdaya, ikut saja dibawa pergi oleh Belhart.
Sungguh pemandangan yang sangat tidak lazim, dan tidak pernah terjadi sebelumnya. Mungkinkah Belhart akan langsung menggiringnya ke neraka karena terlalu kesal?!
Ketika Belhart membawa Cattarina masuk ke dalam kamar dan menjatuhkannya di atas kasur, Monna hanya bisa spontan duduk dengan rapi di tempat tidurnya. Bukan karena ia terbiasa bersikap sopan. Tapi lebih karena ia harus menegakkan sikap siaganya untuk menghadapi Belhart yang mungkin saja akan mencelakakannya.
Melihat sikap Cattarina yang awas, Belhart semakin tidak habis pikir.
"Sebenarnya apa yang sudah aku lakukan padamu? Mengapa kau terus saja bersikap seperti itu? Apa aku sudah melakukan suatu kesalahan?" tanya Belhart pada Cattarina dengan kesal. Ia sudah tidak kuat lagi menahan segala kemarahannya selama ini.
Haruskah Cattarina terus bersikap dingin padanya, bahkan saat dia sudah bersikap cukup baik padanya?
Monna memasang wajah tidak mengerti.
"Yang Mulia, apa yang Anda bicarakan?" tanyanya.
"Belhart! Panggil aku Belhart! Bukankah aku sudah sering memintamu untuk memanggilku Belhart?" teriak Belhart marah.
Monna langsung terdiam.
"Tapi kenapa? Sampai saat ini, kau masih saja terus memanggilku Yang Mulia, Yang Mulia, dan Yang Mulia! Apa kau tidak pernah mendengarkanku?" protes Belhart marah.
Monna terlalu takut untuk merespon. Matanya bergetar. Dan ia tidak berani untuk menjawab pertanyaan apapun yang dilontarkan Belhart padanya. Ia takut ucapannya malah akan menjadi salah, apapun jawabannya.
Sambil menatap pintu keluar, Monna terus menelan ludah. Belhart menangkap itu dan semakin menatap Cattarina tak percaya.
"Sebegitu takutnyakah kau padaku?" tanya Belhart tanpa tenaga. Ia mengambil tempat duduk tetap di atas ranjangnya. Dan menatap Cattarina dengan sedih. Helaan napasnya cukup melukiskan seberapa kecewa dirinya saat ini.
Tapi sekali lagi, Belhart kembali mencoba bersikap baik.
"Fisikmu sedang tidak baik. Karena itu, aku akan membiarkanmu istirahat. Panggil dayangmu atau Neil, jika kau butuh sesuatu," ungkap Belhart mengalah.
Ia berjalan keluar meninggalkan Cattarina. Dan sampai hari telah berganti menjadi esokkan paginya, Belhart tak kunjung kembali ke kamar untuk beristirahat.
Sehingga Monna memikirkan sikap Belhart ini dengan perasaan yang lelah. Apa kali ini dia sudah membuat Belhart kembali kesal? Tapi apa dan kenapa? Ia sungguh tidak tahu dimana letak permasalahannya.
Monna merenung dengan sedih.
***
"Yang-Mu-li-a.. Apa yang sebenarnya terjadi pada Anda? Mengapa Anda terus saja datang kemari untuk menemui saya? Ini sudah kelima kalinya Anda datang kemari untuk berobat karena Anda terluka saat latihan! Apa Anda tidak merasa lelah??" tanya Alliesia pada Belhart dengan kekesalan yang membabibuta dan tanpa bisa ditahan.
Belhart mendengarkannya dalam diam. Ia terus membiarkan Alliesia mengobati lukanya dan berceloteh. Alliesia menatapnya cemas.
"Bukankah katanya, Anda ini adalah dewa perang Geraldy? Mengapa seorang panglima tertinggi dan terhebat dari negeri Geraldy, bisa terluka saat berlatih pedang karena ceroboh? Apa karena Anda tahu saya bisa menyembuhkan luka Anda dengan sangat mudah dan tanpa bekas, Anda sengaja ingin terus menyiksa saya?"
***