"Apa menurut kakak aku sudah mengambil keputusan yang tepat?" tanya Monna yang berwujud Cattarina.
Asraff menatapnya.
"Soal keputusanmu yang ingin membatalkan pernikahan?" tanya Asraff.
Monna mengangguk.
"Bukankah kau yang ingin menikah?" tanya Asraff, "Kenapa kau malah menanyakan itu padaku?"
Monna berpikir sejenak, kemudian menjawab.
"Aku hanya ingin tahu jawabanmu," jawab Monna. Sebetulnya Monna sendiri sudah yakin dengan keputusannya ini. Hanya saja karena ada beberapa hal terkait Putra Mahkota yang berubah sikap padanya, itu agaknya membuat pertimbangan Monna mulai goyah.
Bukan karena ia berpikir Belhart telah memiliki perasaan padanya. Tapi karena ia takut, jika keputusan yang ia ambil ini akan membuat Baginda Kaisar dan Putra Mahkota marah. Ia takut jika tindakannya ini akan menyulutkan perselisihan antara keluarganya dan keluarga Kaisar.
Jika itu sampai terjadi, tentu itu hanya akan menjerumuskan Cattarina dan keluarganya dalam kesulitan yang panjang.
Asraff menatap adiknya dengan lembut.
"Bukankah Ayah sudah mengatakan bahwa ia akan mengikuti apapun keinginanmu? Begitu pun kami. Aku dan ibumu. Kami akan selalu berada di posisimu apapun yang terjadi. Jadi jangan terlalu berpikir keras," ujar Asraff menenangkan.
"Lagi pula.."
Monna menatapnya serius.
"Sejak awal aku juga tidak setuju jika kau menikah dengannya. Bukankah selama ini dia tidak pernah memperlakukanmu dengan baik? Karena itu, aku senang sekarang mata hati dan otakmu terbuka juga. Aku rasa ini berkat banyaknya air yang masuk dalam otakmu. Kau jadi lebih banyak berpikiran jernih, ketimbang meledak-ledak seperti dulu. Bukankah begitu, adikku yang cantik?" ledek Asraff.
Monna langsung membulatkan pipinya.
"Apa Kakak tidak bisa berhenti menjelekkanku?" balas Monna setengah merajuk.
Asraff senyum menanggapi.
"Dan satu hal lagi. Aku percaya Baginda Kaisar tidak akan menyulitkan kita hanya karena kau gagal menikah dengan putranya. Percayalah padaku," ungkap Asraff yang membuat Monna semakin yakin dan tenang ketika berhadapan dengan Kaisar.
"Jadi kau sudah menentukan pilihanmu?" tanya Kaisar Dominic ketika semua orang telah berkumpul dan menunggu hasilnya.
"Ya, Yang Mulia." Jawabku sekenanya.
Berkat pembicaraannya semalam dengan Asraff. Monna kini makin yakin dengan keputusannya itu. Dengan penuh tekad ia menatap kepala putusan di depannya. Tapi ketika ia ingin mengutarakan apa yang menjadi hasilnya, Belhart secara mendadak menghentikannya.
"Aku perlu bicara dengannya berdua," ucap Belhart yang langsung membuat semua orang bingung, terutama Cattarina. Karena ialah orang yang akan diajak Belhart untuk berbicara berdua.
Monna menatapnya dengan takut-takut. Apa yang mau dikatakannya padaku? Apakah tidak bisa menunggu nanti saja?, batinnya cemas.
Sebenarnya hal itu yang ingin Monna katakan. Meminta Belhart untuk berbicara dengannya nanti saja setelah pembicaraan penting keluarga mereka ini berakhir. Tapi melihat aura gelap dan keseriusan yang begitu mendalam yang dipancarkan Putra Mahkota padanya, Cattarina mau tidak mau menurutinya.
"Baiklah, Yang Mulia." Ujar Monna lirih.
Ia mengikuti Belhart berjalan keluar dari area pertemuan dan berhenti di suatu tempat yang sepi. Tanpa adanya orang dan penjagaan. Monna meliriknya dengan takut-takut. Sampai detik ini, Monna belum sepenuhnya bisa menghilangkan rasa takutnya terhadap Belhart.
Pria itu selalu punya aura yang sangat besar untuk membuat semua orang, terutama Monna merasa terintimidasi. Sehingga terkadang, Monna sendiri bingung bagaimana seorang Cattarina yang angkuh bisa begitu menyukainya. Tapi mengingat bahwa sebentar lagi, Monna tidak akan punya hubungan apapun dengannya, Monna memberanikan diri untuk bertanya padanya.
"Apa yang ingin Anda katakan, Yang Mulia?" tanya Monna sopan.
Entah ini sudah ke berapa kalinya. Belhart terus merasa tidak senang dengan cara Cattarina memanggilnya. Tapi ia memilih untuk mengabaikan semua itu, dan bertanya balik dengan dingin.
"Apa yang akan kau katakan pada Ayahku?" tanya Belhart.
Monna memandangnya dengan tidak senang. Jadi karena ini dia mengajak Cattarina keluar? Karena ingin tahu apa yang akan dikatakan Cattarina pada Ayahnya? Bukankah itu sudah sangat jelas?
"Anda tidak perlu memanggil Saya, hanya untuk bertanya seperti itu. Tentu saja Saya akan mengatakan.." belum selesai Monna menyelesaikan ucapannya, sepasang mata gelap sudah menusuknya dengan tajam.
Entah karena alasan apa, Monna secara otomatis menghentikan ucapannya.
Belhart lantas berujar, "Apapun keputusanmu, urungkan niatmu itu."
"Apa?" Monna menatapnya bingung.
"Kau tidak bisa melakukannya," tambah Belhart.
"Kenapa?" tanya Monna.
"Karena aku yakin, kau tidak akan sanggup menanggung resikonya nanti," jawab Belhart tidak jelas.
"Apa?" Apa yang sebenarnya ingin dikatakan Putra Mahkota? Apa dia sedang mengancamnya?
"Tindakanmu akan membuat Ayahmu semakin dicurigai," ujar Belhart lagi yang langsung membuat Monna terkejut.
"Apa maksud Anda?" tanya Cattarina tak mengerti tapi menatapnya cukup serius.
Ayahnya dicurigai? Karena apa?
"Ada muncul beberapa spekulasi di kementerian tentang ayahmu yang dikabarkan telah membangun suatu pergerakan untuk melakukan pembelotan terhadap negara. Dia dicurigai sudah mengumpulkan orang untuk menjalankan misinya itu," terang Belhart datar.
Monna langsung terkejut bukan main.
"Itu jelas tidak benar! Kenapa mereka bisa berspekulasi seperti itu? Itu jelas tidak mungkin! Ayahku adalah orang yang paling setia pada negara! Semua berita itu adalah bohong!" sanggah Cattarina berulang kali dengan tidak percaya.
Ia benar-benar marah!
Bukankah semua orang tahu bagaimana selama ini ayahnya telah bekerja dengan sangat giat dan tekun pada Kekaisaran tanpa mengenal adanya waktu dan kesenangannya sendiri? Lantas, darimana semua spekulasi bodoh itu berasal?
***