Mungkinkah jiwa Cattarina yang asli, yang memberikan gambaran kehidupannya di masa depan untuknya? Atau ini hanya bunga tidurnya karena ia sudah tahu akhir dari ceritanya?
Tidak-tidak!
Jika ia memang tahu akhir dari ceritanya. Tidak mungkin mimpi itu terasa begitu nyata. Itu jelas memang adalah kilasan balik tentang masa hidupnya sebelum meninggal. Bahkan Monna sempat melihat bayangan tentang kehidupannya setelah menikah dan bertemu Alliesia.
"Catty? Apa kau baik-baik saja?" sebuah suara yang mendadak muncul, mengejutkan Monna.
Monna dengan cepat menoleh.
Sesuai dugaannya, suara itu berasal dari Kak Asraff yang tanpa disadari telah masuk ke dalam kamarnya. Monna melihat Asraff menatapnya bingung, karena saat ini Cattarina yang dilihatnya terlihat sangat berantakan.
Dengan segera Monna merapikan dirinya
"Kakak! Sejak kapan kau di sana?" tanya Monna panik. Beruntung, air mata Monna sudah mengering.
"Baru saja," jawab Asraff.
Pria itu merentangkan kedua kakinya terlipat dan bersandar pada salah satu dinding di sisi kanan Monna.
"Apa kau mimpi buruk?" tanya Asraff.
Monna mau tidak mau mengangguk. Penampilannya yang berantakan tadi sudah bisa menjelaskan semuanya.
"Aku sedikit bermimpi buruk," jawab Monna.
"Apa begitu buruk?" tanya Asraff lagi.
Kini Monna menggeleng.
"Tidak terlalu buruk, jika mengingat itu harusnya adalah sebuah mimpi." Monna menjawab dengan ambigu. Asraff menanggapinya dengan tenang.
Monna kemudian menatap kakaknya.
"Apa kakak butuh sesuatu? Kenapa mendatangi kamarku selarut ini?" Kini giliran Monna yang bertanya.
Monna menyadari waktu telah menunjuk pukul satu dini hari saat Asraff masuk. Dan Asraff yang ia tahu, adalah Asraff yang sangat taat pada jam tidur. Jadi sedikit tidak wajar jika ia yang belum tidur, mendadak datang masuk ke kamarnya tanpa diundang.
"Aku baru saja pulang dari tugas-tugasku. Dan aku ke sini karena ingin mengecek keadaanmu. Tampaknya kau baik-baik saja... selain mimpi burukmu itu tentunya," ungkap Asraff.
Monna hanya menatapnya.
"Apa kau mau jalan-jalan besok?" tanya Asraff secara spontan.
"…" Monna menatapnya bingung.
"Aku bisa mengambil hari libur jika kau ingin pergi refresing. Apa kau mau?" tawar Asraff.
"Kakak mau jalan-jalan denganku?" tanya Monna dengan mata sedikit berkilat.
"Ya. Itu pun jika aku berhasil mendapatkan waktu cutiku," Asraff tahu tidak mudah baginya untuk mengambil waktu cuti di istana yang memiliki banyak sekali aturan yang ketat. Tapi kali ini ia rasa, ia bisa mengusahakan itu. Tapi tidak berani berjanji.
Monna langsung tersenyum senang.
"Kalau begitu, besok pagi pukul sepuluh. Kita akan jalan-jalan cantik ke ibukota. Bagaimana?" tawar Monna.
"Oke," jawab Asraff singkat.
Ia pun kemudian maju beberapa langkah ke depan. Mendorong tubuh Monna agar terlentang dan menyelimuti tubuh adiknya itu dengan benar.
"Sudah malam. Kau harus tidur dengan baik, agar kau bisa mengumpulkan banyak tenaga untuk besok. Aku tidak mau kau berteriak capek hanya karena baru sebentar berjalan. Ini adalah hari liburku yang berharga. Jadi kau harus memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya?," seru Asraff lembut kemudian menepuk pelan kepala Monna dengan perlahan. Dan berjalan keluar kamar ketika ia melihat keadaan adiknya sudah lebih baik.
Monna tersenyum hangat. Sepeninggalan kakaknya, air matanya mendadak menetes.
Kak Asraff, Ayah, dan juga Ibu. Aku berjanji pada kalian. Aku akan menjaga dan melindungi kalian dari nasib buruk akibat perbuatan Cattarina di masa lalu dan masa mendatang.
Aku akan pastikan bahwa mimpi yang baru saja aku mimpikan ini, TIDAK AKAN PERNAH TERJADI!!
Aku berjanji!
-Doa Monna-
***
Disisi lain, pandangan mata Asraff mendadak berubah ketika ia keluar dari kamar Cattarina. Ada Semacam hawa dingin yang menyelubungi udara di sekitarnya. Ia terpaku di tempatnya untuk beberapa saat seolah sedang memikirkan sesuatu. Kemudian pandangan itu hilang dan ia berlalu pergi.
***
Monna tidak tahu bahwa pergi ke ibukota dengan kakaknya akan begitu menyenangkan seperti ini.
Ibukota sangat ramai. Dan walaupun ini bukan pertama kalinya Cattarina menginjakkan kakinya di ibukota, karena Asraff sering mengajaknya ke sana, Monna tidak pernah merasa bosan dengan keramaian kota yang begitu hidup ini.
"Kakak, lihat! Bukankah itu atraksi tupai terbang?" Monna berseru dengan senang dan bersemangat ketika ia melihat seekor tupai yang berusaha untuk terbang di tengah alun-alun kota yang dikelilingi oleh puluhan warga yang menonton.
"Kakak, lihat ini! Bukankah topi ini sangat cocok denganku?" tanya Monna pada kakaknya. Sambil memasangkan sebuah topi besar lucu yang sudah ditaksirnya sejak tadi saat berkeliling pasar.
Topi itu mungkin lucu. Tapi topi itu terlalu besar untuknya. Sehingga beberapa kali, topi itu terus menenggelamkan wajah Cattarina yang kecil.
"Lihat, tuh! Wajahmu saja termakan oleh topinya. Bagaimana mungkin kau masih menganggapnya lucu? Kembalikan barang itu ke asalnya! Cari sesuatu yang sesuai denganmu. Dan jangan melawak!" Asraff berlagak dingin. Dan Monna langsung cemberut.
"Aku 'kan tidak tahu kalau topi itu akan sebesar itu. Aku hanya ingin mencobanya karena itu terlihat lucu. Jika tidak lucu, ya sudah.." Monna meletakkan kembali topi besar yang diambilnya tadi dan melihat-lihat lagi yang lain.
Matanya tertuju pada sebuah jepitan lucu berbentuk bunga yang terlihat cantik.
"Permisi, boleh aku tahu ini berapa?" tanya Monna pada Si Penjual jepitan.
"Ini 10Don, Nona. Sangat bagus dan cantik jika nona mengenakannya?" jawab Si Penjual dengan sangat manis dan ramah.
Monna tersenyum.