Don adalah mata uang di negeri Gerald. Walaupun sempat merasa asing dengan nama itu, Monna tetap merasa itu tidaklah asing. Terkadang ia juga bingung sendiri dengan isi otaknya. Segalanya seolah terbelah dengan beberapa pendapat dan pemikiran yang tidak selaras.
"Aku memang selalu cantik jika mengenakan apapun. Tidak kecuali jika itu jepit rambut yang usang. Tapi karena niat baikmu yang sudah memujiku, aku akan membeli beberapa jepit rambutmu yang lain untuk koleksi."
Mendengar Monna akan membeli lagi beberapa jepitan, Sang Penjual langsung merasa kesenangan.
"Wah!! Terima kasih, Nona. Terima kasih. Semoga kau selalu mendapatkan berkah," puji Sang Penjual yang membuat Monna ikut senang mendengarnya.
Sebaliknya, Asraff justru membisikkan sesuatu.
"Catty, apa kau tidak salah? Kau baru saja membeli sekantung jepit rambut yang terlihat ringkih dan murah di pasar! Bukankah biasanya kau tidak pernah tertarik pada barang yang murah?" Asraff sengaja mengecilkan volume suaranya sekecil mungkin, agar selain Cattarina tidak ada orang lain yang bisa mendengarnya.
Cattarina menanggapi dengan biasa.
"Kakak, bukankah semakin murah itu semakin baik? Itu artinya kita jadi lebih menghemat semakin banyak uang," ujar Monna dengan nada bicara netral. Tidak sengaja dibesarkan dan tidak sengaja dikecilkan juga.
Selesai membayar, Monna langsung berjalan pergi ke tempat jajakan lain yang menarik perhatiannya. Setelah berkeliling cukup lama, Monna akhirnya puas dan meminta Asraff, kakaknya, untuk mentraktirnya makan karena perutnya sudah sangat lapar.
Keduanya singgah di salah satu kedai makanan yang ada di dalam pasar. Kedai itu menyajikan beberapa menu yang asing bagi mereka.
Asraff yang biasanya akan mengajak Cattarina pergi ke restoran yang enak dan mahal, mendadak sengaja merubah haluan. Makan di salah satu kedai yang ia sangat yakini, Cattarina-adiknya, tidak pernah makan di sana seumur hidupnya.
Tapi apa yang diharapkannya dari sikap Cattarina yang mendadak menjadi merakyat? Asraff seolah mendapat undian kosong!
Tidak ada satu pun kata cemberut ataupun protes, bahkan ekspresi yang tidak menyenangkan, yang bahkan ditampilkan oleh adiknya. Cattarina makan di sebuah kedai kecil dengan perasaan yang senang dan damai hati.
Asraff bahkan sampai menyengitkan kedua alisnya berkali-kali tanda tidak percaya, melihat perubahan sikap Cattarina yang tidak biasa.
"Bukankah kau alergi pada sesuatu yang kotor dan tidak higienis?" Asraff menyuarakan pikirannya yang mengganggu.
"Apa? Kakak bilang apa?" tanya Monna.
Karena keadaan kedai cukup ramai dan berisik, Cattarina tidak terlalu bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Asraff. Apalagi saat ini ia sedang menikmati semangkuk sup yang menggugah seleranya. Semua suara yang mengganggunya terdengar kosong.
"Bukankah kau tidak pernah suka makan di kedai?" tanya Asraff lagi dengan penasaran.
Monna menghentikan makanannya sejenak. Lalu berpikir dan mengangguk. Jika ia adalah Cattarina yang asli, tentu saja ia tidak akan suka jika harus makan di kedai yang sangat ramai dan berisik ini. Tapi sekarang ia adalah Cattarina Monna. Cattarina dan Monna yang menjadi satu.
"Kau benar 'kak. Aku tidak pernah suka jika harus makan di tempat yang ramai dan.. kotor?" Monna mengamati sekeliling sebelum akhirnya menyebutkan kata terakhirnya yang tentu tidak sopan jika didengar orang.
"Tapi tenang saja 'kak. Ini tidak kotor, koq. Hanya tidak terlalu bersih saja. Tapi cukup aman untuk dikonsumsi. Kakak tidak makan? Ini enak 'loh. Sangat enak! Bahkan lebih enak dari sup yang terakhir kali kita makan di restoran seberang. Cobalah! Kakak pasti tidak akan menyesal," Monna menyodorkan kakaknya untuk makan. Asraff mau tidak mau menuruti.
Baru satu suapan. Mata Asraff langsung berbinar.
"Kau benar! Ini jauh lebih enak daripada apa yang aku bayangkan?" ujar Asraf tak percaya.
"Apa kau pernah makan di sini sebelumnya?" tanya Asraff penuh curiga.
"Darimana bisa aku pernah makan di sini? Jika hanya Kakak yang berani mengajakku pergi kemari. Jika bukan karena ingin mengerjai adiknya, Kakak tidak mungkin kan mengajak Catty ke sini?" Monna melemparkan serangan yang tepat pada sasaran.
Asraff terkekeh malu karena rencananya ketahuan. Ia memang sengaja membawa Cattarina pergi ke tempat yang paling jarang ingin ia kunjungi. Tapi siapa sangka, Cattarina justru menikmati keberadaannya di sini. Lebih daripada dirinya yang masih belum bisa merasa nyaman.
Monna tertawa menanggapi kekehan kakaknya yang lucu. Hari ini jelas akan tercatat sebagai sejarah yang berbeda untuk kehidupan Cattarina. Karena Cattarina yang ada di hadapan Asraff kali ini adalah Cattarina Monna yang dulu pernah merasakan bagaimana susahnya hidup.
Monna yang telah ditinggal mati oleh kedua orangtuanya dulu, mau tidak mau harus hidup dengan berjuang untuk dirinya sendiri demi bertahan hidup. Hanya berkeliling pasar dan makan di kedai kecil yang sangat diantipati Cattarina asli, jelas bukan hal yang besar bagi Monna.
Ia bahkan dulu pernah sampai berhari-hari hanya makan mie instan ( makanan cepat saji yang paling digandrungi dan terenak sedunia, tapi juga paling murah dan paling beracun di dunia Monna dulu ) tiga kali dalam satu hari. Atau bahkan, ia pernah tidak makan sama sekali selama 3hari.
Hanya sebatas makanan itu tidak enak, bukan berarti Monna tidak akan menghabiskannya walaupun perutnya sangat lapar. Dan dibandingkan itu semua, sup yang ada di pasar tradisional ini jelas jauh lebih enak dibandingkan apapun.
Karena pada kenyataannya sup ini memang adalah yang terenak sepanjang sup yang pernah dicicipi oleh Cattarina. Tidak heran banyak pengunjung yang datang dan rela mengantri dengan panjang hanya untuk makan di tempat ini.
Hingga tanpa terasa waktu bergulir dengan cepat, dan hari mulai menjadi malam. Keduanya terpaksa pulang dan saling berjanji akan kembali bermain-main keluar jika ada waktu senggang lagi.
***