Chereads / Langit dan Bumi: First love never die / Chapter 29 - Suasana ini

Chapter 29 - Suasana ini

Matahari tepat diatas kepala, teriknya mampu membakar kulit, dan itu menandakan jam makan siang telah tiba. Bumi berbaur dengan teman lainnya, ia membawa sekantong plastik makanan ringan juga sebotol susu segar yang ia sempatkan beli sebelumnya. Mereka melangkah dengan bersama dalam langkah riang.

"Hei apa kau ingin ikut? Kami ingin makan bakso di kedai ujung sana?" ajak Mia teman baru Bumi,

"Hmm" Bumi berfikir, Kedai yang berada di ujung jalan itu terlihat ramai, antriannya mengular, tak aneh karena bakso nya memang variatif dengan memiliki 17 rasa dan topping,

Bumi lanjut menoleh kedai bakso itu, tubuhnya terlanjur terduduk di kursi taman terasa enggan bangkit , apalagi ikut mengantri, ia mengernyitkan dahinya dan mengeluarkan minum meletakkannya di kursi sebelah beserta sekantong makanan ringan

"Hei bagaimana? Apa kau hendak ikut?" ajak Mia kembali memastikan, dengan suara sedikit lebih keras.

"Eh, Maaf Mia, aku sepertinya tidak terlalu lapar, aku disini saja!" Bumi dengan senyum kecilnya mencoba menolak dengan halus,

Sepertinya Mia tidak keberatan dengan penolakkan Bumi, ia melangkah meninggalkan Bumi dan bergabung dengan teman lainnya, "Duluan yah!" Mia melambaikan tangannya.

Terlihat Mia merangkul pergelangan tangan seorang pria, pria yang terlihat sedikit lebih dewasa darinya, dengan setelan jas kantor. Dan sepertinya mereka memiliki hubungan spesial, "ushh, aku tak boleh mengurusi urusan orang" Bumi menyadarkan dirinya kembali,

Dan melanjutkan makannya Ia tak luput membawa satu atau bahkan dua buah buku bacaan, di sela-sela ia menyantap makanan ringan ia menyempatkan mengupgrade pengetahuannya, juga dengan buku catatan kecil dikalungnya yang selalu setia.

Terik matahari begitu panas membuat angin yang bertiup terasa enggan, Bumi mengipas-ngipas dengan buku kecilnya, ia menyingkapkan rambutnya dan menguncirnya menjadi satu dan tinggi diatas kepala, Bumi tak memperdulikan sekeliling karena ia sibuk dengan rutinitasnya,

"Happ,"

Seseorang mengagetkan Bumi, ada tangan yang meraih kedua bola mata Bumi dari belakang, tangan itu terasa dingin, halus dan wangi, Bumi kaget sembari berfikir ia tak memiliki tebakan lain selain nama Rolita sahabatnya.

"Rolita! Ngaku!" gapai Bumi dengan kedua tangannya, ia berusaha membuka matanya yang tertutup dan ditahan oleh si iseng itu.

"ahh sebel," jawab Rolita

"Hahaha"

Bumi tertawa mendapati Rolita yang dengan muka betenya, ia kembali menggoda Rolita sebaliknya, "Loe itu ga bakat, jadi bakalan ketahuan" ejek Bumi.

"masa sih?" tanya Rolita dengan wajah serius dan bibir tebalnya

Bumi mengangguk, dan melirik dengan lirikan sedikit menggoda Rolita yang manyun.

"jangan lihat gua kayak gitu, bete ah" pinta Rolita

Bumi semakin melebarkan senyumnya, dan mengisengi dengan menyempalkan makanan ringan ke mulut Rolita, sehingga Rolita tak berdaya dan memakannya, serta ikut tertawa bersama Bumi.

"Lu dari mana ajah? Kok gua ga lihat lu?" tanya Bumi

Rolita tertawa dan menutupi mulutnya, "haha gua duduk didepan infocus persis banget, masa lu ga lihat?" jawab Rolita dengan cengengesan

Bumi memasang wajah tak percaya, ia ragu jika Rolita didepan, "Masa? Gua ga percaya!" timbal Bumi

"Gua juga tau loe dikerjain senior," papar Rolita memastikan kembali.

Bumi mengernyitkan bibirnya, dan menatap sinis Rolita, sementara Rolita asik menyantap makanan ringan dengan menjilati sela-sela jarinya memakan sisa bumbu ciki yang tersangkut.

"pindah disana yuk! Disini gerah banget!" Ajak Rolita dengan sembari berlari kecil menuju kursi taman sebelah yang memiliki pelindung pohon rindang di atasnya.

"Hmm,"

Bumi merapikan segalanya, saat ia hendak pindah duduk seseorang menahan langkahnya,

"tunggu! Aku lapar! Bakso diujung sana terlihat enak!" ucap suara berat dan tegas

Bumi menoleh kebelakang, melihat siapa yang berbicara, ia kaget dengan mata yang melongo ia mendapati kakak seniornya dibaliknya. "apa kakak berbicara dengan..?" Bumi sedikit bingung

"iya, aku lapar, waktu istirahat 15 menit lagi!" senior itu melirik jam ditangannya, sementara tangan satunya meraih pergelangan tangan milik Bumi.

Bumi kaget, mukanya memerah dan ikatan rambut seadanya terlepas, membuat penampilannya sangat berantakan belum lagi keringatnya yang mengucur dari dahi, semakin terlihat lepek untuk ukuran gadis dewasa.

Bumi menggaruk balik lehernya, bingung ingin menjawab dan berkata apa, ia senyum bingung juga matanya yang tidak fokus.

Senior itu memegang tangan Bumi cukup erat, ia sedikit memaksa dengan menarik Bumi, Bumi tak banyak berbuat hanya ia sedikit menahan tarikan itu, dan berkata "Sebentar, aku ingin mengambil sebuah karet, aku gerah" ucap Bumi yang gelagapan.

Senior itu melepaskan pergelangan tangan Bumi, dan mengijinkan Bumi untuk sedikit jongkok meraih ikatan rambut yang terjatuh dilantai.

Bumi dengan gelagapan ia membenarkan rambutnya, dan juga membereskan makanan ringan miliknya, membawa bungkusnya dan bersiap mengikuti senior itu berjalan,

Brukk..

Kantung plastik berisi makanan ringan itu mendarat di tong sampah, Bumi kaget, dan ia melirik tong di samping senior itu

"Lancang sekali, mentang-mentang dia senior!" ucap Bumi menggerutu. Ia tak suka makanannya mendarat di tong sampah begitu saja, padahal ada beberapa lagi yang bisa dimakan.

Bumi memilih menghentikan langkahnya,

"hei kenapa?" tanya senior itu.

Wajah Bumi terlihat beda, senyumannya tak tergaris juga wajahnya menunduk. Bumi hanya menggelengkan kepalanya, dan melanjutkan langkahnya pelan.

"Apa kau tak suka aku membuang makanan itu? Atau kau tak suka menemani ku makan?" tanya senior itu dengan lugas dan ketus

"Aku berhak menilai mu di masa-masa seperti ini, jadi berlaku baiklah!" senior itu tampak menghardik Bumi.

Tolehan Bumi semakin tajam, tatapannya dalam, senyumnya semakin hilang. Ia harus merelakan jika ancaman itu ditujukan untuknya, "Awas saja!" ucap Bumi dalam Hati.

Tunggu!!

Suara pria yang sedikit tak asing menghentikan langkah Bumi dan si senior, kedunya menoleh, dan terhenti sejenak

"dia tidak bisa ikut!" ucap pria yang baru saja datang dengan suara lantang

Bumi menelisik sosok itu, dan matanya kembali terbelenggu, kaget dan dada nya seketika berdetak kencang.

Terlihat senior itu membalik badan mendekat menghampiri ke sosok pria itu, "aku ini senior! Kau siapa! Tak pantas berbicara seperti itu pada ku!" senior itu mendaratkan tinju pada dada datar dan tegap itu

"aku sudah lebih dulu ada janji dengan Bumi, jadi kau tak berhak membawanya! Langit terlihat menantang dengan gagah.

Bumi syok, ia tak sepercaya itu, tapi setelah ia mendekat ia baru melihat jelas sosok itu, ia melihat wajah langit sangat jelas, sekarang dadanya tak berhenti merasakan getaran lama itu, semakin ia coba tolak rasa itu semakin menjadi.

"ini perintah senior!" bela senior itu dengan percaya diri

"Pyuhh, bulsyitt," Langit membuang ludahnya dan mengancam tinju dihadap seniornya, "aku tak perduli" jawab ketus Langit dengan sorot mata tajam nya.

Senior itu menggelengkan kepalanya, dan menarik lengan bajunya, ia melirik sekitar, dan perlahan memilih mundur, menjauh selangkah demi selangkah.

Langit

senyum sinis, merasa hawa kemenangan, ia melebarkan kakinya dan juga menarik resleting jaket tebalnya menutupnya rapat, memakai masker hitamnya, dan melirik beradaan Bumi,

Mendekati Bumi beberapa saat dan memilih pergi,

"Hei tunggu!" Bumi yang mengejar dengan berlari

Langit pergi tanpa berpamit, punggungnya semakin menghilang, langkah besarnya membuat Bumi tertinggal jauh,

Bumi berteriak, "tunggu Langit! Aku butuh jawaban!" ucap Bumi histeris dengan suara berteriak..