Chereads / Langit dan Bumi: First love never die / Chapter 31 - Cara pandang yang kontras

Chapter 31 - Cara pandang yang kontras

Menarik, tak bisa dipungkiri senyumannya membuat yang melihat merasa selalu ingin dekatnya dan terkenang, juga suaranya yang lembut membuat lawan bicaranya nyaman, begitu juga dengan wajah cantiknya.

Langit menurunkan ujung topinya, dan menundukan pandangannya, ia selalu memperhatikan Bumi walau ia coba menyangkal, rasa itu sulit ia kendalikan.

Langit terlihat kalut dengan rasanya, ia memilih menjauh tapi tak mudah, dan ingin mendekat tapi tak bisa, "kapan ini akan berakhir?" ucapnya dalam dada

"Hei bro, asik aja lue disini sendirian?" sapa teman yang menghampiri dan menepuk bahu milik Langit,

Mata langit tertuju pada sosok yang datang, ia menelisik mengangkat ujung topi runcipnya, dan melepaskannya lalu diletakkan di lutut kirinya yang mengenakan jeans sobek, "hmm'" gumam Langit.

Romi duduk dengan santainya, merogoh bungkus rokok yang ada diatas meja, tangannya mengambil sebatang dan langsung ia nyalahkan, "huhh.. Segar, enak juga yah duduk disini menyendiri ditiup angin sepoi" celetuk Romi yang membuka beberapa kancing bajunya agar lebih adem

Langit tak bergeming, ia menyimpan kata juga tak berekspresi, ia kembali tertunduk, dengan tatapan mengarah ke bawah bangunan, mereka berada di atap gedung, tempat yang tak seharusnya menjadi tongkrongan, tapi angin yang berhembus membuat terlena untuk berlama duduk disana.

Dari kejauhan beberapa gadis melambaikan tangan dan berteriak, seakan menyapa Romi dan Langit, Romi membalas sapaan itu dengan melambaikan salah satu tangannya, juga menebarkan senyum ke gadis di bawah sana,

Wajah gadis-gadis dibawah sana tidak seperti yang diharapkan, mereka tidak memamerkan wajah manis untuk Romi, bahkan beberapa membuang wajah, Romi juga membuang ludah,

"menjengkelkan! Kayaknya mereka fans loe bro" sikut Romi pada pinggang Langit dengan wajah jengkel.

Langit hanya menangkis sikutan Romi, tapi ia tak menghiraukan gadis-gadis dibawah sana, Langit hanya memilih dengan pandangan kosong juga tetap menghisap rokoknya dalam-dalam, menghembuskannya kelangit-langit yang cerah.

Romi menggelengkan kepalanya, ia menunjuk ke kumpulan gadis yang tadi melambai, "padahal itu cantik loe, body nya juga aduhai, kalo ga salah namanya Angel dia fakultas ekonomi, lihat deh pinggulnya apa lagi buah dadanya,"

Namun Langit tak bergeming menoleh pun tidak, Langit tidak menunjukan ketertarikannya dengan si Angel, terlihat dari matanya yang enggan memandang,

Romi menunjuk wanita berikutnya yang berjalan diantara keempatnya, "nah yang item manis kayak gula jawa itu Sania dia popular juga anak konglongmerat kalau deket dia loe pasti terkecukupi kebutuhan sekarang besok bahkan kebutuhan anak cucu loe" Romi yang sangat antusias sembari menepuk bahu Langit.

Ekspresi Langit, sama dinginnya, jangankan tersenyum antusias saja tidak, Romi menggelengkan kembali kepalanya terheran-heran dengan Langit yang menolak wanita ajuannya.

Tak habis akal, Romi kembali menunjuk wanita yang dari jauh terlihat berbeda baik dari berpakaiannya juga cara jalannya, "nah itu Sakura dia atlet karate, muatai renang dll, walau gitu wajahnya tetep yah cantik dan ngangenin, hehe" Romi yang menyertai ucapannya dengan tawa

Langit memakai kembali topi nya, ia meraih dan bersiap pergi untuk masuk kelas, tubuhnya yang tersandar mulai diangkat,

Romi tentu saja tak merelakan Langit pergi begitu saja tanpa kata, "Hei tunggu dulu!" tarik Romi pada lengan Langit.

Langit membetulkan kerah bajunya yang tertarik oleh Romi, ia terhenti dan melihat Romi yang begitu asik berbual.

Romi memainkan kedua alisnya ia mengedipkan sebelah matanya menggoda seorang Langit, "loe liat gak di bangku sana?" tunjuk Romi mengarahkan pandangannya

Langit terlihat enggan, ia ingin membalik badannya dan bergegas pergi,

Baru selangkah ia berbalik, Romi melanjutkan ucapannya, "Namanya Tere" ucap Romi singkat

Langit menoleh, menelisik seorang yang dimaksud Romi,

Gadis itu sangat menarik dengan pakaian modis yang dikenakan, ia terlihat sedang asik membaca, tapi Langit rasa wajah Bumi jauh lebih menarik hatinya, Langit mengurungkan langkahnya ia memilih pergi, dan meninggalkan Romi yang masih asik merokok.

"payah,!" ketus Romi dengan isapan tajamnya.

Ia segera mengakhiri isapannya dan membuang puntung rokoknya juga menginjaknya hingga lumut oleh sepatunya.

Romi berjalan dibelakang Langit, ia masih berupaya menggoda Langit,

"hei dengerin gua dulu! Sampe kapan lue mau jomblo? Emang lue tahan?" tanya Romi semangat dengan ikut melangkah besar seperti Langit,

Langit hanya memberikan tatapan tajam, bibirnya begitu enggan terbuka, juga suaranya begitu enggan keluar.

"bawa happy aja bro hidup! Gua ngobat, playboy, broken home tapi gua happy" dengan berlari kecil mengikuti Langit

Kaki Langit terhenti tepat di anak tangga pertama, Langit kali ini menatap tajam Romi, ia mengepalkan tangan kanannya, mendekat selangkah demi selangkah ke tubuh Romi, Romi dengan gaya slengeannya ia terlihat santai dan tak merasa aneh

Tatapan Langit semakin beda, urat dahinya terlihat jelas, juga urat dan otot tangannya, Romi memperhatikan itu, ia menelan ludah, dan membuang wajahnya pada Langit, mengarah ke arah berbeda dengan tatapan Langit.

Romi tak menyadari kalau kalimatnya terlalu sensitif untuk seorang langit.

"Loe bilang apa?" ucap Langit tegas dan keras disertai tangan kanannya yang meraih kerah baju Romi,

Terlihat sedikit kikuk, Romi meraih tangan Langit, "santai bro! Loe bisa happy kayak gua!" ajak Romi santai

Langit dengan tatapan dalamnya, ia terlihat emosi, ia juga menunjukan kemarahan yang tak terbendung,

"ya kan?" tanya Romi sekali lagi,

Langit melepaskan tangannya yang berada di kerah baju Romi, memilih pergi dengan langkah terburu-buru

"banci" celetuk Romi.

Badannya mulai merasa gelisah, juga suhu tubuhnya mulai dingin, Romi segera beranjak menuju tempat yang aman dan sepi, ia membutuhkan obat-obat itu,

Langkahnya cepat, memasuki ruang kosong yang tak berpenghuni, matanya menelisik sekitar dan memastikan aman, ia mulai membuka sebungkus obat terlarang itu, dan mengeluarkan alat hisapnya,

"aghh, nikmat.. Aku memang seorang yang beruntung" ia mulai berhalusinasi dengan khayalan nya dan dunianya sendiri.

Romi tak menyadari jika langkahnya terikuti oleh Langit, Langit yang dari kejauhan memperhatikan Romi,

Sementara Romi terdampar di lantai dengan kenyamanan tersendiri, dengan kebahagiaan yang ia rasakan dan dapatkan dari obat terlarang, ia merasa beban hidupnya pergi bersama angin yang berhembus, dan sekarang hanya ada bahagia dan bahagia.

Personality Romi seorang yang baik dan good attitude, tapi entah mengapa ia belakangan ini selalu pulang terlambat dan bahkan jarang pulang, itulah informasi yang Bumi dapatkan.

"tak bisa kubayangkan jika aku tak bisa menikmati mu lagi sayang" genggam Romi pada bungkusan kecil miliknya, ia segera menyimpan obat-obat yang tersisa ke dalam sepatu miliknya,

Brakk,,

Suara sesuatu terjatuh, membuat Romi tersadar dan segera menghentikan hisapannya, beranjak tanpa menoleh lagi.

Langit menarik ujung bibirnya, ia tak sengaja menyenggol benda, membuat kegaduhan kecil dan itu membuat Romi pergi. "Sialan ada saja yang mengganggu!"

Dia beranjak dari posisinya, alisnya bertaut melihat punggung seseorang yang menjauh. "Tunggu," Romi merasa mengenal punggung dan warna jaket itu.