Chereads / Kau dan Senja / Chapter 3 - A Planning

Chapter 3 - A Planning

SEJAK Rahma kenal dengan Dimas. Ia selalu tersenyum setiap di sekolah bertemu dengannya. Mungkin memang perasaan senang, tetapi ia tidak mau secepat itu mengambil dan mengakui keputusan. Berbeda sekali saat ia kenal dengan Pandu, berteman dengan Pandu membuatnya kadang kesal atas tingkah laku teman anehnya itu. Entah darimana Pandu datang, tiba-tiba saja ia datang saat sore hari itu dan mengetahui keberadaan rumah Rahma.

Malam itu ia kembali sendiri di rumahnya yang besar itu. Ada sedikit rasa takut menyelinap di benak Rahma. Namun, ia mencoba menghilangkan rasa takutnya itu. Ia memutar lagu-lagu kesukannya.

Tokkk…tokkk…tokkk…

Rahma tidak menyadari ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya. Ia terlalu menikmati alunan-alunan lagunya, yang membuatnya berkhayal.

Tokkk…tokkk…tokkk…

Ketika suara ketukan pintu itu makin keras, barulah ia tersadar. "Aduh, siapa sih malam-malam gini? Jangan-jangan si Pandu lagi. Arrghhh tidak," keluh Rahma.

Ia berjalan dengan hati-hati menuju ruang tamu dan mencoba membukakan pintu. Tapi rasa takut itu kembali menyelimutinya. Cukup lama ia berdiri dan berpikir untuk membukakan pintunya. Dan…

"Eh, kamu Dimas. Aku kirain si Pandu,"

"Pandu? Siapa tuh?" tanya Dimas.

"Itu lho, anak kelas XI A2. Ikut club basket juga kok. Masa kamu enggak tau," jelas Rahma.

"Masa sih? Aku enggak tahu sumpah," ujar Dimas.

"Yah, ya udah. Kapan-kapan aku kasih tahu deh ke kamu. Eh, btw ada apa nih malam-malam kesini?" tanya Rahma penasaran.

"Ajarin bahasa Inggris dong. Ada tugas nih, hehe. Boleh ya?"

"Oh, ya udah masuk." Rahma mempersilakan Dimas masuk dan malam itu mereka mengerjakan tugas bersama.

Ada rasa senang di benak Rahma, begitu ia tahu Dimas yang datang. Dan baru kali ini Dimas ke rumahnya dan memang hanya untuk mengerjakan tugas. Bagaimana pun juga, Rahma tetap senang dapat melihat Dimas berada lama di dekatnya.

Di samping mereka mengerjakan tugas, mereka juga saling berbagi humor. Saling berbagi cerita menarik. Sedikit menghilangkan rasa stres di antara ketegangan suasana.



Malam berganti pagi, dengan kondisi yang tidak diharapkan Rahma sebelumnya. Bukannya Dimas yang datang menjemputnya, tapi lagi-lagi Pandu yang datang. Entah apa yang ia inginkan dari Rahma.

"Yaelah, kamu lagi sih. Ngapain!?" tanya Rahma kesal.

"Hehe. Mau ngajak berangkat bareng," jelas Pandu.

"Enggak ah. Aku naik angkutan umum aja. Lagian aku udah biasa juga,"

"Kamu masih kesel yah?" tanya Pandu.

Rahma tidak menjawab pertanyaan Pandu. Ia melengos saja dan cepat-cepat berlari ke halte yang didapatinya bus sedang menarik penumpang.

Pandu tidak dapat mengejar Rahma. Langkahnya lebih lambat dibanding Rahma. Mungkin hari ini ia harus mengalah kembali untuk kekesalan Rahma padanya. Memang pantas ia mendapatkan perlakuan itu, atas sikapnya yang sembarangan.

Bukan sudah biasa kamu naik angkutan umum, Ma. Itu karena kamu ingin Dimas yang datang pagi ini. Bukan aku, gumam Pandu.



Rahma berlari cepat menuju kelasnya. Karena memang saat itu juga ia telat. Mungkin karena bus mikrolet yang ia tumpangi tadi, membuatnya terlambat karena terlalu banyak berhenti menarik penumpang.

Tokkk…tokkk..tokkk…

Rahma mengetuk pintu ruang kelasnya dengan keras. Tapi tidak ada jawaban. Ia merasa seperti tidak ada seorang pun di dalam kelas. Padahal guru BK-nya bilang, di kelas atas penuh sekali. Padat jadwal hari itu.

Tokkk…tokkk…tokkk…

Ia mengetuk pintunya sekali lagi. Tetap saja hening tidak ada jawaban. Akhirnya Rahma memberanikan diri untuk membuka pintu ruang kelasnya itu. Tak peduli perkataan apa yang akan dilontarkan guru yang tengah mengajar di kelasnya itu.

"Permiii…si…" Rahma terkejut begitu melihat keadaan kelasnya yang sepi tanpa tas, buku, dan orang-orang yang siap belajar. Ia merasa ada sesuatu yang aneh saat itu.

Kok enggak ada siapa-siapa? Padahal tadi katanya ramai kelas di atas, pikir Rahma.

Brrakkkkk…

Tiba-tiba saja pintu kelasnya itu tertutup sendiri dengan kerasnya. Rahma mulai merasa takut. Ia sendirian kala itu dan tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa jika terjadi sesuatu.

Meja-kursi berterbangan kesana-kemari menghantam dinding. Dan semuanya berantakan, bak angin puting beliung menerpa bumi. Hampir saja Rahma terkena hantaman dari kursi kayu. Ia tidak percaya mengapa semuanya menjadi seperti ini.

"Ada apa ini?" teriak Rahma ketakutan. Ia tidak dapat berkutik lagi, selain duduk di sudut ruangan menantikan semua ini berakhir. Namun di sela ketakutannya itu, Rahma melihat sosok Pandu tengah berdiri di samping pintu ruang kelasnya dengan tatapan marah. Ia tidak mengerti mengapa Pandu berada disana dan terus memandanginya seperti itu.

Pandu perlahan berjalan mendekat dan Rahma semakin ketakutan. Ia tidak tahu harus menghindar ke arah mana lagi. Berdiam di tempatnya duduk, hanya itu adanya. Karena semua sudah penuh dengan meja-kursi yamg hancur. Semakin lama Pandu semakin mendekat. Rahma hanya dapat berdoa agar tidak terjadi hal aneh lagi. Namun semuanya percuma saja. Setelah Pandu begitu dekat dengan Rahma, Rahma tergeletak pingsan melihat kondisi wajah Pandu yang pucat dan bercucuran darah di dahinya.



"Rahma?" panggil Dimas yang berada di samping Rahma sambil menepuk pelan wajah Rahma. Namun Rahma masih belum juga sadarkan diri. Dimas khawatir terjadi sesuatu padanya.

Tokkk…tokkk….tokkk…

"Iya masuk," sahut Dimas.

Bu Dira ternyata yang ingin mengetahui kondisi Rahma saat ini. "Belum sadar juga, Dimas?"

"Belum, Bu." Jawab Dimas.

Dimas mempersilakan Bu Dira duduk di samping Rahma dan Bu Dira mengambil posisi itu. Bu Dira menggenggam tangan Rahma. Entah apa yang akan dilakukannya. Ia membacakan sebuah doa-doa, dan tersadarlah Rahma.

"Ma? Enggak apa-apa kan?" Dimas tampak begitu khawatir atas apa yang terjadi dengan Rahma.

Rahma hanya menggeleng dan raut wajahnya tampak sekali bahwa ia menyimpan sesuatu yang janggal.

Bu Dira menangkap raut wajah yang aneh itu. Ada sesuatu tengah bersembunyi di dalam raga Rahma. Ia harus bertindak cepat sebelum akhirnya Rahma mengalami hal yang lebih berbahaya.

Bu Dira meminta Dimas untuk memegang erat kedua tangan Rahma. Dan Bu Dira mengambil posisi dengan menduduki kaki Rahma. Ia mulai membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an dan terlihat Rahma kejang-kejang hendak mengamuk pula. Dimas bertambah erat memegang tangan Rahma. Begitu pun tangan kanan Bu Dira yang terus di tempelkan di dahi Rahma.

Selang beberapa menit, akhirnya Rahma pingsan kembali dan sesosok lelaki keluar dari tubuh Rahma. Bu Dira paham siapa sosok lelaki itu.

Rahma tersadar dan Bu Dira sempat memberitahu kepada Rahma, agar ia tidak terlalu dekat bergaul dengan Pandu. Ia tidak mengerti apa maksud Bu Dira mengatakan hal seperti itu pada Rahma.

Sebelum meninggalkan Dimas dan Rahma di ruang UKS, Bu Dira berpesan kepada Dimas agar ia menjaga dan mengawasi Rahma selama di sekolah. Ia tidak boleh terlalu dekat dengan Pandu. Dimas pun mengerti, namun ia tidak kenal siapa itu Pandu.



Sore ini, Dimas dan Rahma berniat membeli buku di Gramedia. Karena besok akan ada UAS, mereka butuh sekali buku-buku untuk mereka pelajari.

"Dim, nanti makan malamnya sekalian disana aja. Enggak mungkin kan, kalau pulangnya sore juga. Pasti nyari bukunya lama," ujar Rahma.

"Of course,"

Mobil yang ditumpangi Rahma dan Dimas melaju dengan pelan. Di tengah perjalanannya itu, Dimas memutar lagu-lagu klasik yang ada di radio mobilnya.

"Classic lover?" tanya Rahma kemudian

"Yes,"

Rahma menikmati saja lagu yamg didengarkan, meski ia sedikit tidak suka dengan lagu-lagu klasik.

Tidak lama mereka melalui perjalanan, mereka telah tiba di sebuah gedung pusat perbelanjaan. Toko buku yang mereka tuju pun berada dalam gedung besar itu.

Niat mereka tidak ingin berlama-lama berada di luar dan ingin segera pulang, agar bisa belajar. Tapi itu hanya ekspetasi, mereka menikmati kegiatan lain setelah membeli buku. Mereka menonton bioskop, bahkan pergi ke kedai makan. Sebelum akhirnya mereka pergi dari pusat perbelanjaan, Rahma sempat melihat Pandu dan mencoba menyapanya. Namun Dimas berhasil mengejar Rahma yang berlari kecil entah menemui siapa.

"Apaan sih, Dim? Padahal tadi aku nyapa Pandu itu mau ngenalin ke kamu," ujar Rahma.

Pandu? Bukannya yang dikatakan Bu Dira tadi siang agar Rahma tidak dekat-dekat dengan Pandu? Pikir Dimas.

"Eh, malah ngelamun."

"Enggak kok, Ma. Kita pulang aja yuk?" ajak Dimas

Tanpa menolaknya lagi, Rahma berjalan berdampingan dengan Dimas. Dan kembali bercerita hangat di antara dinginnya malam itu.



Matahari kembali menyambut dunia pagi ini. Dengan langit cerah sebagai pendampingnya. Semua dibuat hangat dan ceria hari ini, tak terkecuali Rahma. Ia sudah mempersiapkan segala yang sudah ia pelajari semalam. Berharap semoga seminggu yang berharga ini tidak membuatnya kecewa.

Tiba-tiba saja ponsel Rahma berdering. Dan ternyata Dimas yang meneleponnya.

"Halo, Ma? Udah berangkat belum?"

"Belum, Dim. Kenapa emang?" tanya Rahma.

"Berangkat bareng aja ayo, aku nunggu di halte. Oke?"

"Oke, Dim."

Raut sumringah terpampang di wajah Rahma. Akhirnya, apa yang ia nantikan terjadi juga. Bukan lagi Pandu yang tiap pagi mengetuk pintu rumahnya untuk mengajaknya berangkat bersama, namun kini Dimas yang berada di posisi Pandu.

Rahma berjalan dengan cepat menuju halte. Merasa tidak sabar ingin segera kembali duduk di mobil Dimas dan kembali bercerita pula.

Tiinnn…tiinnn…

Klakson mobil terdengar ketika Rahma sudah hampir dekat dengan mobil Dimas. Rupanya halte pun masih sepi.

"Cepat ayo. Nanti kita terlambat," ujar Dimas.

"Eh?" pekik Rahma yang memperhatikan jam tangannya masih pukul 06.10.

Dimas tertawa kecil melihat kebingungan Rahma. Tanpa menunggu lama, mereka pun segera melaju menuju sekolah.

Di dalam mobil mereka memang sering kali bercerita, tidak kehabisan topik pembicaraan. Hal pelajaran pun kadang menjadi bahan pembicaraan mereka berdua. Ya, meski ada sedikit kejenuhan di dalam topik cerita itu.

"Eh, Ma. Habis UAS kamu ada acara enggak?" tanya Dimas.

"Enggak. Emang kenapa, Dim?"

"Travelling, yuk? Mau enggak?" ajak Dimas.

"Ya boleh aja sih. Btw, kemana?"

"Puncak, hehe."

"That's a good idea," gumam Rahma.

"Oke. Nanti aku jemput ke rumah," ujar Dimas.

Rahma mengacungkan jempolnya. Menandakan ia setuju atas tawaran yang Dimas terima.

Akhirnya mereka sampai di sekolah, dan segera menuju ruang kelas mereka masing-masing. 10 menit lagi ulangan akan dimulai.

Semoga hari ini hingga terakhir menjadikan sesuatu yang dapat kubanggakan, gumam Rahma.

