Chapter 10 - Bab 9

Kali ini kau harus benar-benar tidur!" Daiki berkata tegas pada Ruri yang kini berada di apartemennya.

Setelah melihat dengan pasti bahwa Ruri mengenali Jiro Miura, Daiki dan Hideo memutuskan agar Ruri menginap di apartemen Daiki malam itu. Menurut Hideo, Ruri akan menjadi zombie bila dia berada sendirian di apartemennya.

Daiki juga tahu akan hal itu. Ruri ketakutan setengah mati sejak dia mengenali mayat Jiro Miura bahkan ketika Ichiro mencoba bertanya siapa dirinya lebih jelas, Daiki membentak atasannya itu.

Ruri menatap Daiki yang terlihat letih. Rasanya baru satu hari hampir berlalu setelah dia kabur dari altarnya, mereka sudah menghadapi kejadian yang tak terduga. Dia sama sekali tidak melihat Daiki istirahat sejenak pun. Dia tidak ingin membantah pria itu dan mengangguk. Dia berjalan menuju kamar tamu yang ada di apartemen Daiki.

Daiki menghela napasnya dan berjalan menuju ruang kerjanya. Tubuhnya begitu penat namun segala tanda tanya sedang tersebar di otaknya, membuat dia menunda waktu tidurnya dan memilih duduk di depan komputernya.

Dia terdiam menghadap layar komputernya sambil mengulang kembali kejadian di gedung kepolisian beberapa jam lalu.

Setelah menenangkan Ruri yang shock melihat mayat Jiro Miura, Daiki dan Hideo mengatakan rencana mereka besok pagi untuk menggeledah apartemen Jiro Miura. Ichiro akan memberikan surat tugas mereka untuk memeriksa tempat tinggal Jiro Miura. Kini sejak Ruri mengatakan bahwa Jiro Miura adalah pembunuh ibunya, maka kuat sudah keyakinannya untuk membuka kembali kasus 19 tahun lalu. Ichiro akan menaikkan berkas itu ke meja para Komisaris Polisi dan Kepala Kepolisian Tokyo besok bersama berkas kasus Bank Asing Saitama.

Ketika Daiki menuju keluar gedung bersama Ruri dan Hideo, dia menghentikan mobilnya tepat di samping tong sampah yang terlihat separuh hangus. Hideo yang sudah dapat menduga arah pikiran Daiki, segera keluar dari mobil. Dari awal mereka sudah curiga dengan kejadian tong sampah yang terbakar.

Daiki mengendus tong sampah gosong itu dan samar-samar mencium bau bensin di seputar benda itu. Dia memandang Hideo dan berkata pelan.

"Kau membawa senter, Senpai?" tanyanya.

Seperti sulap, Hideo mengeluarkan sebuah senter kecil dari balik jaketnya. Dia menghidupkannya dan menyorotkan sinar senter itu pada bagian dalam tong sampah itu.

"Terkadang Naoko membutuhkan senter kecil untuk mencari jarumnya," terang Hideo sambil menyinari dasar tong sampah.

Daiki yang memakai sarung tangan plastik terdengar mendengus pendek. "Aku tidak mendapat point apa pun dari penjelasanmu itu? Memangnya Naoko mendesain gaun di tempat gelap?" Ada tawa tertahan dari balik suara Daiki sambil dia mulai mengaduk isi tong sampah yang sudah nyaris menjadi abu.

"Kau selalu mencari celah untuk memojokkanku!" cetus Hideo dengan nada merajuk.

Sudut bibir Daiki tertarik sedikit membentuk senyum tipis. Matanya sama sekali tak lepas dari bagian dalam tong sampah dan tangannya yang bersarung tangan itu terus bergerak. Semakin dia mengaduk bangkai kebakaran itu, bau bensin semakin kuat tercium oleh hidungnya. Dia melirik Hideo yang terus memegang senter. "Mengapa kalian tidak menikah saja? Kalian sudah begitu sering melakukan itu. Apa menunggu Naoko hamil baru kau menikahinya?" sindir Daiki.

"Naoko belum siap menjadi seorang isteri..."

Perhatian Daiki terfokus pada sebuah potongan kertas yang separuh hangus serta sarung tangan warna kulit yang nyaris rusak dilahap api. "Senpai! Sorot lebih dekat!" seru Daiki dengan jantung berdebar.

Mengenali nada suara Daiki seperti itu membuat Hideo membungkukkan badannya dan menyorot lebih dekat objek yang dipegang Daiki.

"Jangan sentuh. Kau tidak memakai sarung tangan," ingat Daiki ketika Hideo hampir menyentuh potongan kertas keras berwarna merah yang separuh hangus. Sebelah tangan Daiki yang lainnya menjepit sarung tangan silikon yang tinggal ibu jari dan telunjuk saja.

"Apa yang ada dalam otakmu?" tanya Hideo tegang.

Daiki menatap kedua benda asing itu di kedua tangannya. Dia mengendus lagi dan bau bensin lebih kuat pada potongan kertas itu. "Kebakaran tong sampah ini disengaja. Aku akan membawa keduanya ke bagian analisis bukti," Daiki memasukkan kedua benda itu ke dalam kantong plastik yang sudah disiapkan Hideo yang diambilnya dari mobil Daiki.

Keduanya saling bertatapan. "Apa mungkin pembunuh itu ada di dalam kepolisian kita?" Hideo merasa sedikit ngeri sewaktu mengutarakan pemikiran itu.

Daiki menatap gedung kepolisian yang ada tepat di samping tong sampah itu. Pandangannya tertuju pada kamera CCTV yang ada di halaman gedung. Dia menatap Hideo. "Kita akan melihatnya dari CCTV."

Dan kini Daiki duduk di depan komputer dan mulai login ke alamat Kepolisian Tokyo dan masuk dalam sandi seluruh CCTV yang ada di seluruh gedung kepolisian Tokyo.