Sudah lama sejak mereka menikah dan Brian begitu bahagia karena Fatma sangat memperhatikan dirinya, dari hal-hal terkecil hingga terbesar. Setelah keberangkatan bulan madu mereka ke Tanah Suci bersama seluruh anggota keluarga, hidup Brian terasa semakin sempurna bersama dengan Fatma. Sebenernya Brian sudah memberikan izin Fatma bekerja lagi sebagai guru karena dia tidak mau dianggap sebagai suami yang menghalangi karir dan kemajuan istri. Tapi dengan syarat Fatma tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Tapi Fatma menolaknya, karena pada akhirnya dia berpikir jika dia bekerja otomatis suatu saat dia akan melalaikan tugasnya sebagai istri. Kemudian Fatma memutuskan untuk membuka usaha online dengan berjualan gamis dan peralatan muslimah dirumah. Kenapa tidak muslim juga? Kalian pasti sudah tahu jawabannya...ya betul 100 untuk readers. Brian melarang Fatma berhubungan apalagi bertatap muka dengan yang namanya laki-laki.
" Assalamu'alaikum! Selamat sore, Habib!" sapa Fatma saat melihat suaminya keluar dari dalam mobil.
Brian selalu menelpon Fatma jika akan pulang dari kantor, lalu Fatma akan siap di depan pintu rumah mereka untuk menyambut suaminya.
" Wa'alaikumsalam, Qolbi! Sore juga!" jawab Brian. Fatma meraih tas suaminya lalu mencium punggung tangan suaminya itu. Brian mengecup kening Fatma dan merangkul pundak istrinya untuk masuk ke dalam rumah. Mereka langsung naik ke atas menuju ke kamar mereka berdua. Fatma membuka sepatu dan kaos kaki suaminya setelah menyimpan tas kerja Brian di dalam ruang kerjanya.
" Minumlah dulu!" kata Fatma menyodorkan segelas air putih pada suaminya. Brian meneguk habis isi gelas itu lalu meletakkan ke atas meja sementara Fatma menyimpan sepatu suaminya.
" Trima kasih, sayang!" kata Brian.
" Mau langsung mandi?" tanya Fatma.
" Gosoklah tubuhku!" suruh Brian manja.
" Iya!" jawab Fatma tanpa penolakan.
Fatma mebantu membuka jas dan kemeja suaminya saat Brian berdiri. Lalu diletakkan nya di dalam keranjang kotor. Brian tidak mau memakai kembali pakaian yang sudah dipakainya seharian. Fatma membuka ikat pinggang dan celana panjang Brian dengan perlahan. Glekkk! Fatma menelan salivanya melihat tubuh bagian bawah suaminya.
" Apa kamu menelan ludahmu, sayang?" tanya Brian menggoda istrinya.
" Tidak!" jawab Fatma malu.
" Apa kamu sudah mandi sore?" tanya Brian.
" Tentu saja sudah! Ini sudah jam 5 sore!" jawab Fatma.
" Kalau begitu aku akan meminta jatahku nanti malam!" kata Brian mengecup bibir Fatma. Fatma hanya pasrah dengan keinginan suaminya.
Fatma sedang memasak untuk makan siang suaminya, dia merasa matanya berkunang-kunang dan kepalanya sedikit pusing. Hari ini Brian meminta Fatma datang ke kantor untuk membawakan makan siang karena dia tidak bisa pulang untuk makan siang. Brian ada meeting penting yang harus dilakukannya di kantor. Perut Fatma terasa mual dan ingin muntah, tapi ditahannya karena tidak begitu parah, Keringat dingin membasahi pakaian dan khimarnya.
" Nyonya! Apa Nyonya baik-baik saja?" tanya Ita saat melihat keringat sebesar biji-biji jagung menempel di dahi majikannya.
Ita dipekerjakan Brian hanya untuk menemani istrinya saja saat dia tidak dirumah agar Fatma tidak merasa kesepian di apartement sebesar itu. Brian dan Fatma memang masih tinggal di apartement setelah mereka menikah, karena menurutnya dia hanya ingin berduaan saja dengan Fatma. Fatma hanya tersenyum mendengar pertanyaan Ita.
" Saya nggak pa..."
" Nyonyaaaaa! Tolongggg!" teriak Ita saat melihat majikannya terkulai jatuh ke lantai, untung Ita dengan cepat menahan tubuh Fatma sehingga kepalanya tidak terbentur lantai.
" Menurut hemat saya, ada baiknya..."
Suasana meeting jadi senyap saat ada seseorang mengetuk pintu dan membukanya, segera Danis mendekati orang itu yang membisikkan sesuatu pada Danis.
" Lanjut..." ucap Brian yang menatap kesal pada anak buahnya yang berani-beraninya mengganggu jalannya meeting.
" Baik, Pak! Ada baiknya kalo bahan yang..."
Danis mendekati Brian dan membisikkan sesuatu yang membuat mata Brian membulat sempurna, tanpa menunggu lama, dia berdiri dan sedikit berlari keluar ruang rapat.
" Maaf, meeting di tunda sebentar, karena CEO kita sedang ada sedikit masalah!" kata Danis. Seketika ruangan menjadi ricuh, tapi Danis tidak memperdulikan itu, karena ada Karin yang akan menghandle semuanya.
" Sabar semuanya! Kita tetap akan melanjutkan meeting hari ini, hanya saja tertunda beberapa jam saja! Kita istirahat makan siang! Silahkan menikmati hidangan yang telah siap di ruang sebelah!" tutur Karin lagi. Lalu wanita itu berdiri dan membuka pintu ruang sebelah yang telah tertata rapi jamuan makan siang untuk meeting hari itu.
Sementara itu Brian telah sampai di RS miliknya yang terletak agak jauh dari kantornya.
" Dimana istriku?" tanya Brian pada seorang pegawai RS yang sedang duduk di meja depan.
" Pak Brian! Silahkan, Pak!" kata pegawai itu mengajak Brian menuju ke ruang VVIP dekat taman RS.
" Silahkan, Pak!" kata pegawai itu. Brian segera masuk ke dalam dan dia melihat istrinya sedang tertidur di atas brankar.
" Sayang!" panggil Brian.
" Nyonya sedang tidur, Tuan!" kata Ita saat Brian mengusap wajah pucat istrinya.
" Kenapa ada pria di dalam sini?' teriak Brian.
" Ka...kami dokter kan..kandungan, Pak!" jawab salah seorang dokter pria.
" Kemana Dr. Bram?" tanya Brian kesal.
" Dok...doter Bram sedang a...ada operasi!" jawabnya lagi.
" Apa dia ingin aku pecat dari RS ini? Keluar kalian dari sini!" teriak Brian lagi.
" Per...permisi, Pak!" kata mereka bersama.
" Panggil Bram secepatnya!" teriak Brian lagi. Ita yang melihat kemarahan di mata majikannya meremas-remas tangannya.
" Siapa yang membawa kesini. Ta?" tanya Brian.
" Sa...saya, Tuan!" jawab Ita.
" Siapa yang mengangkat istriku?" tanya Brian.
" I...itu pe...petugas am...ambulan!" jawab Ita ketakutan karena petugasnya adalah laki-laki semua.
" Laki ato perempuan?" tanya Brian.
" E..."
" Jawab!" bentak Brian.
" Laki-laki, Tuan!" jawab Ita ketakutan.
" Kurang ajar! Berani-beraninya mereka menyentuh istriku!" kata Brian penuh amarah. Ita sudah berkeringat dingin dan mata berkaca-kaca.
" Apa kamu tidak bilang jika saya tidak suka jika ada laki-laki yang menyentuh dia?" teriak Brian.
" Sa...saya panik, Tuan! Sa...saya..."
" Panggil pimpinan RS ini cepat!" teriak Brian, dadanya berdetak kencang karena amarah yang meluap-luap.
Ita keluar dari ruangan Fatma dan berlari ke stasiun perawat lalu menjelaskan semuanya pada mereka. Para perawat ketakutan dan segera berlari menuju ke ruang kepala perawat. Tidak berapa lama kemudian, Tok! Tok! Tok! Suara pintu kamar Fatma di ketuk.
" Masuk! Jangan!" jawab Brian lalu dia melangkah keluar kamar.
" Selamat Siang, Pak!" sapa seorang pria yang berpakaian rapi.
" Kamu?"
" Saya Hendrawan, Pak! Direktur RS bapak!" jawab Hendra.
" Apa karyawan disini asal terima saja?" tanya Brian.
" Tidak, Pak!" jawab Hendra.
" Apa kalian kekurangan perawat wanita?" tanya Brian.
" Tidak, Pak!" jawab Hendra lagi.
" Kenapa istriku diangkat oleh perawat laki-laki?" tanya Brian.
" Karena jika ada panggilan darurat, perawat laki-laki yang ditugaskan, Pak!" jawab Hendra.
" Apa kamu tahu istriku seorang muslim taat?" tanya Brian.
" Maaf, Pak! Mungkin mereka tidak tahu!" jawab Hendra.
" Pecat mereka yang berani menyentuh istriku!" kata Brian.
" Baik, Pak!" jawab Hendra yang menuruti saja perkataan Brian selaku peilik RS.
" Panggil dokter yang memeriksa istriku!" kata Brian.
" Baik, Pak!" jawab Hendra lagi.