Chereads / Terang Dalam Gelapku / Chapter 108 - Kebahagiaan 1

Chapter 108 - Kebahagiaan 1

Assalamu'alaikum readers!

Tadinya mau kasih yang tegang

Tapi nanti kalian kecewa lagi, jadi kasih yang bahagia aja ya...

-----------------------------------------------------------------

" Subhananallahu! Ya Allah! Nikmat yang mana lagi yang kau dustai!" ucap Abi.

" Alhamdulillah Ya Allah! Tapi bagaimana bisa? selama ini jika usg tidak tampak 2 bayi?" tanya Brian.

" Itu semua adalah kuasa Tuhan! Dia selalu berlindung di balik tubuh kakaknya yang lebih besar!" kata Cecil.

" Benarkah? Sejak dalam kandungan dia sudah bisa melindungi adiknya? Abi! Ummi! Papa! Mama! Terima kasih untuk do'a-do'a yang selama ini kalian berikan untuk kami anak-anakmu!" ucap Brian memeluk kedua orang tuanya lalu ke Abi Fatma dan mengatupkan kedua tangannya di depan dada pada Ummi Fatma.

" Apa kita sudah bisa melihat mereka?" tanya Briana.

" Belum! Sebaiknya kalian semua pulang! Besok pagi baru datang kesini! Karena mereka harus benar-benar dirawat dengan baik dulu!" kata Cecil.

" Terima kasih Dokter!" ucap Brian.

" Sama-sama, Pak!" jawab Cecil.

" Sekarang kita semua pulang dan besok pagi kita kesini!" kata Abi.

" Aku akan disini saja, Bi!" kata Brian.

" Ayo, pulang! Dia ada ditangan yang ahli!" kata Abi.

" Tapi, Bi!"

" Ayo! Kita mengadakan syukuran sekeluarga dulu! Biar ummi yang memasak!" kata Abi. Brian terpaksa menuruti permintaan mertuanya itu. Brian sebenarnya malas ke rumah mertuanya, karena akn bertemu dengan Santi.

Saat memasuki rumah mertuanya, mata Brian mencari sosok gadis itu, tapi tidak dia temukan dimanapun.

" Kita duduk dulu! Kamu bantu ummi untuk mempersiapkan pakaian untuk istrimu!" kata Abi.

" Ayo, Nak!" ajak Salma. Brian mengikuti mertuanya pergi ke kamarnya di belakang mushalla.

" Kebetulan semua ada disini, Aku ingin memberitahu sesuatu!" kata Brisia yang duduk bersama suami dan anaknya Tatiana.

" Ada apa, sayang?" tanya Iris penasaran.

" Iya, kak! Ada apa?" tanya Briana.

" Dalam beberapa hari ke depan, kami berencana akan menjadi...Mualaf!" ucap Brisia.

" Alhamdulillah!" ucap Fahmi dan Iris.

" Masya Allah!" sahut Azzam.

" Kakak? Serius?" tanya Brisia kaget, seperti semua yang ada di situ.

" Iya! Kami tadi sudah saling bicara dan ternyata Frans juga memiliki keinginan yang sama!" kata Brisia.

" Alhamdulillah, sayang! Keluarga kita benar-benar mendapatkan nikmat dan hidayah yang berlimpah!" ucap Fahmi.

" Bagaimana jika kita mengadakan syukuran untuk Brisia dan cucu kita?" tanya Fahmi pada Azzam.

" Terserah mas saja! Apa yang bertujuan baik, Ins Ya Allah akan mendapatkan kebaikan pula!" kata Azzam.

" Kapan rencana kamu melakukannya, sayang?" tanya Iris.

" Minggu depan saja, Ma! Setelah Adik ipar dan keponakan-keponakanku bisa pulang!" kata Brisia.

" Baiklah! Nanti biar sahabatku yang akan mengislamkan putri mas!" kata Azzam pada Fahmi.

" Iya, Mas! Mas Azzam lebih tahu tentang ini!" kata Fahmi. Brian mengambilkan pakaian istrinya dan memberikan pada ibu mertuanya.

" Apa kamu mencari Eneng?" tanya Salma tanpa melihat menantunya. Deg! Kenapa mertuanya bisa tahu.

" Tidak Ummi!" jawab Brian mencoba santai.

" Apa tidak ada yang akan kamu ceritakan pada ummi tentang Santi?" tanya Salma lagi. Brian memberikan lagi pakaian Fatma dan duduk bersimpuh di kaki Salma.

" Apa yang kamu lakukan? Berdiri!" kata Salma.

" Aku minta maaf Ummi!" kata Brian dengan menundukkan kepalanya.

" Ummi bilang berdiri!" kata Salma lagi.

" Tapi Ummi..."

" Seorang pemimpin keluarga harus berani menegakkan kepala jika dia merasa dirinya benar!" kata Salma tegas. Brian terkejut mendengar perkataan ibu mertuanya. Wanita yang selama ini dikenalnya sebagai pribadi yang kalem dan pendiam, bisa bersikap dan berkata-kata seperti itu. Brian berdiri dan masih menundukkan kepalanya.

" Fatma menceritakan semua saat di ambulance! Eneng bilang padanya tentang seluruh kejadian di hotel itu tanpa mengurangi atau menambah!" kata Salma. Brian terkejut, istrinya mengetahui hal itu tapi masih bisa tersenyum dan memujinya di Rumah Sakit? Hati Brian seakan luruh, Allah terlalu baik padanya.

" Aku sudah menyuruhnya pulang ke desa dengan catatan akan memberinya pekerjaan yang layak disana.

" Ummi?"

" Aku seorang wanita, Nak! Meskipun dia gadis yang lugu, tapi aku bisa tahu jika dia menyukai kamu dan gadis seperti dia tidak akan perduli walau dijadikan istri atau simpanan, asalkan dia bisa bersamamu!" tutur Salma.

" Maafkan aku, Ummi!" kata Brian.

" Kamu tidak bersalah dan ummi bangga karena kamu tidak tergoda padanya! Ayahnya memang sedang sakit parah! Dan dia dimanfaatkan orang kaya di kampungnya untuk keuntungan mereka!" kata Salma.

" Ins Yaa Allah aku tidak pernah tergoda wanita manapun, Ummi! Hanya Zahirah yang ada dipikiranku saat melihat wanita, ummi!" kata Brian.

" Ummi percaya! Hal ini jangan sampai diketahui oleh siapapun!" kata Ummi.

" Iya, Ummi! Terima kasih ummi telah mengerti aku!" kata Brian.

" Ayo! Bawa koper ini ke bawah!" kata Salma. Lalu mereka berdua pergi ke bawah dan menuju ke rumah Fatma. Ummi memasak dibantu dengan para wanita untuk mensyukuri kelahiran si kembar, sedangkan Brian duduk bersama para pria di belakang.

" Apa kalian sudah mempersiapkan nama untuk anak kalian?" tanya Abi.

" Sudah, Bi! Tapi hanya satu anak laki-laki!" jawab Brian.

" Kenapa hanya satu? Dan kenapa laki-laki?" tanya Abi.

" Entahlah! Sejak hamil Zahirah sangat yakin jika anaknya adalah laki-laki dan dia sering memanggil anak kami dengan nama Zabran!" tutur Brian.

" Nama lengkap yang kalian persiapkan siapa?" tanya Fahmi.

" Muhammad Zabran Manaf!" jawab Brian.

" Anak hebat!" jawab Fahmi.

" Kalo yang perempuan?" tanya Abi.

" Kalau saya maunya kalo anak perempuan dikasih nama depan Fatimah, sama seperti Zahirah!" kata Brian.

" Setuju!" sahut Fahmi.

" Belakangnya sama seperti Zabran, Az Manaf!" kata Brian.

" Biar Zahirah nanti yang mencarikan, Bi! Pa!" kata Brian. Setelah makanan sudah siap, mereka lalu makan bersama dan berdo'a untuk keutuhan seluruh keluarga mereka.

Keesokan harinya, Brian pergi mendahului keluarganya ke Rumah Sakit. Dia langsung menuju ke kamar tempat istrinya dirawat.

" Assalamu'alaikum!" sapa Brian.

" Wa'alaikumsalam!" jawab perawat dan Fatma yang ternyata telah bangun.

" Selamat Pagi, Ummi! Iatriku! Qolbi!" ucap Brian dengan wajah bersinar dan bahagia.

" Selamat Pagi! Abi! Suamiku! Habib! Imamku!" jawab Fatma masih sedikit lemah. Brian meletakkan kopernya di lantai dan mengecup kening istrinya dan pipi juga matanya. Fatma mencium tangan suaminya yang tampan dan gagah itu.

" Maaf!" ucap Brian tiba-tiba.

" Tidak ada yang perlu dimaafkan! Aku bangga sama kamu! Kamu melewati ujian dari Allah dengan baik! Dan itu memberikan nilai keimananmu naik setingkat lebih tinggi!" jawab Fatma.

" Semua karea Allah dan kamu! Tanpa Allah dan bayanganmu, aku pasti sudah kalah!" jawab Brian sedih.

" Alhamdulillah! Abi harus bisa mempertahankan ini semua! Karena kedepannya kita tidak tahu apa yang akan Allah gariskan untuk keluarga kecil kita!" tutur Fatma.

" Ins Yaa Allah jika kita hadapi bersama, semua akan baik-baik saja!" ucap Brian mengecup punggung tangan Fatma.

" Apa Abi sudah melihat anak-anak kita?" tanya Fatma.

" Belum!" jawab Brian.

" Suster! Apa bisa anak kami dibawa kesini?" tanya Fatma.

" Yang jagoan bisa, Bu! Tapi Tuan Putri sepertinya masih belum bisa!" kara perawat itu.

" Apa maksudnya belum bisa?" tanya Brian.

" Putri bapak berat badannya agak kurang, jadi masih harus naik sedikit lagi untuk bisa keluar dari inkubator!" jawab perawat itu.

" Apa? tapi..."

" Abi! Jangan membuat takut suster itu! Terima kasih suster!" kata Fatma sambil memegang tangan suaminya.