Chereads / Terang Dalam Gelapku / Chapter 100 - Ngambek

Chapter 100 - Ngambek

" Kenapa tidak menungguku, sayang?" tanya Brian merajuk pada istrinya yang baru saja selesai mengaji.

" Shalat dulu!" kata Fatma lalu berdiri dengan perlahan karena beban perut yang semakin besar sedikit menyulitkan dirinya. Mereka shalat azar berjama'ah dan dilanjutkan dengan Brian melantunkan ayat suci Al Qur'an dengan suara khas bulenya. Hati Fatma terasa nyaman dan damai mendengar suara suaminya, dia mengelus-elus perutnya seakan bicara dengan calon anaknya dan memberitahukan jika yang sedang membaca adalah abinya.

" Alhamdulillah!" ucap Fatma saat Brian mengakhiri lantunan suaranya. Fatma mengambil tangan suaminya lalu menciumnya, kemudian Brian mengecup kepala Fatma dan turun ke perutnya.

" Aku lapar!" kata Fatma saat Brian akan membuka mulutnya. Lalu dia berdiri dengan sedikit usaha dan bantuan dari suaminya. Brian kembali cemberut akibat merasa diacuhkan oleh Fatma. Apa kamu akan selalu seperti ini saat sedang hamil, sayang? batin Brian kesal. Setelah menggantung mukena dan pakaian suaminya, Fatma keluar dari kamar dan menuju meja makan.

" Nyonya Muda?" sapa Ani.

" Apa sudah ada makanan yang aku pesan kemarin?" tanya Fatma.

" Ada, Nyonya Muda!" jawab Ani.

" Aku mau makan!" kata Fatma, lalu Ani pergi ke dapur. Tidak lama kemudian Brian duduk di meja makan.

" Bau apa ini" tanya Brian.

" Ikan!" jawab Fatma.

" Ikan apa baunya seperti ini?" tanya Brian lagi.

" Ikan kering!" jawab Fatma lagi.

" Ik.....!"

" Permisi, Nyonya Muda! Tuan Muda!" kata Ani yang membawa ikan kering dan diletakkan di meja lalu pergi.

" Kenapa kamu makan ikan begitu, sayang! Sepertinya itu ikan yang bas...kurang sehat!" kata Brian tidak suka.

" Ini enak, habib! Habib saja yang belum pernah makan!" kata Fatma.

" Aku nggak mau kamu dan anak kita akan sakit setelah makan itu, sayang!" kata Brian lagi.

" Ini anak kita yang mau, habib!" kata Fatma.

" Tidak mungkin dia mau ikan seperti itu, sayang! Itu tidak sehat!" kata Brian lagi.

" Jadi kamu pikir aku yang mau? Dan kamu pikir aku orang yang kotor karena makan ikan ini, gitu?" kata Fatma kesal.

" Bukan begitu maksudku, sayang!" kata Brian kaget melihat kekesalan Fatma.

" Jangan karena aku orang miskin jadi kamu bisa seenaknya bicara seperti itu!" kata Fatma sambil matanya berkaca-kaca.

" Sayang! Ak...!"

" Aku tahu kamu orang kaya! Semua yang kamu makan enak-enak dan bergizi! sedangkan aku hanya orang biasa yang makan seadanya!" kata Fatma dengan airmata yang berlinang.

" Astaghfirullah! Kenapa jadi menangis? Aku hanya...aduh, sayang! Ayo, dong! Jangan seperti ini!" kata Brian berdiri dari duduknya dan mendekati istrinya.

" Jangan mendekat! Aku tidak mau dekat sama kamu! Tidurlah diluar!" kata Fatma, lalu dia membawa nasinya masuk ke dalam kamarnya. Brian hanya diam mematung disana sambil melihat istrinya pergi. Brakkk! Fatma membanting pintu kamar dan menguncinya. Brian kembali duduk di kursinya, selera makannya hilang padahal tadi dia sangat lapar. Tanpa sengaja dia melihat ikan kering yang berada diatas meja. Dia melihat ke arah pintu kamarnya, setelah dirasa aman, dia mencuil sedikit ikan tersebut dan mencicipinya. Kok, enak? batin Brian. Dia mengambil nasi dan sayur lalu memakannya dengan lauk ikan kering dan sambal terasi. Enak sekali! Pantas Zahirah sangat menyukainya! batin Brian yang memakan nasinya dengan lahap.

" Ani!" panggil Brian.

" Ya, Tuan Muda!" jawab Ani yang berlari ke hadapan Brian.

" Gorengin lagi ikan kering, jangan bilang kalo saya yang habisin!" kata Brian hampir berbisik.

" Iya, Tuan Muda!" jawab Ani lalu dia pergi ke dapur untuk menggoreng lagi ikan kering yang dihabiskan oleh Brian.

" Alhamdulillah! Nggak nyangka ternyata ikan begitu sangat enak dimakan sama nasi panas dan sayur kangkung!" kata Brian ambigu. Brian kemudian pergi ke kamar mandi dan mencuci bersih tangan dan mulutnya nya agar tidak meninggalkan bau. Sementara Fatma telah selesai dengan makannya dan keluar dari kamarnya, dia meletakkan piring di tempat cuci piring langsung. Fatma melihat kesana kemari mencari sosok suaminya yang pantang makan ikan kering itu. Eh! Kemana dia? Kenapa nggak ada? Apa dia ke ruang kerjanya? Fatma lalu berjalan ke arah kamarnya sambil berpikir. Fatma duduk di sofa kamarnya, diraihnya buku tentang merawat bayi, tiba-tiba ponsel Brian bergetari dan nama Abi tertera disana.

" Assalamu'alaikum Abi!"

- " Wa'alaikumsalam! Apa kabar, nak?" -

" Alhamdulillah baik dan sehat, Abi! Abi dan Umi gimana?"

- " Alhamdulillah Abi dan Ummi baik dan sehat juga, nak!" -

" Kebetulan Abi nelpon Fatma!"

- " Apa ada yang penting, nak?" -

" Iya, Abi!"

- " Bagaimana jika kamu kesini? Soalnya ummimu beberapa hari ini sangat merindukan kamu sampai Abi bingung harus bagaimana!" -

" Astaghfirullah! Maafin Fatma, ya, Bi! Ins Yaa Allah Fatma sebentar lagi akan kesana! -

- " Jangan, nak! Nanti suamimu bagaimana?"-

" Fatma yakin akan diizinkan, bi!"

- " Baiklah! Kalo begitu Abi tunggu!" -

" Iya, bi! Assalamu'alaikum!"

- " Wa'alaikumsalam!" -

Fatma meletakkan ponsel suaminya diatas nakas seperti semula, lalu dia menuju ke pintu untuk mencari Brian. Tapi saat dia akan membuka pintu, tiba-tiba pintu kamarnya didorong dari luar. Dukk!

" Auchhhh!" teriak Fatma sambil memegang dahinya yang terasa sakit akibat terbentur pintu. Brian yang mendengar teriakan istrinya terkejut saat melihat Fatma yang berdiri di balik pintu sambil mengelus-elus dahinya dan meringis kesakitan.

" Astaghfirullah! Sayang! Maaf, sayang! Aku tidak sengaja!" kata Brian memegang tangan Fatma, tapi ditepis oleh Fatma begitu saja. Brian sangat merasa bersalah pada istrinya akibat kecerobohannya. Ya Allah apa lagi ini? Kenapa aku begitu ceroboh? Harusnya aku mengetuk pintu dulu sebelum masuk! batin Brian menyesal. Fatma masuk ke dalam walk in closet dan mengambil sebuah tas kecil.

" Sayang! Tolong maafkan aku! Aku memang ceroboh! Harusnya aku mengetuk dulu pintunya!" ucap Brian menyesal sambil mengikuti istrinya dari belakang.

" Apa yang kau lakukan, sayang? Untuk apa tas itu?" tanya Brian saat melihat Fatma. Fatma hanya diam lalu memasukkan beberapa pakaian ke dalam tasnya.

" Sayang! Kamu mau kemana dengan pakaian itu?" tanya Brian yang mulai takut jika Fatma meninggalkannya.

" Aku akan dirumah Abi untuk beberapa hari!" kata Fatma. Deg! jantung Brian serasa berhenti saat itu juga. Apa istrinya benar-benar marah padanya hingga mau pulang ke rumah orang tuanya.

" Aku tidak..."

" Jika kamu tidak mengijinkan, aku tidak akan bicara lagi denganmu!" ancam Fatma sebelum Brian menyelesaikan ucapannya. Astaghfirullahaladzim! Maafkan aku, habib! batin Fatma. Fatma tahu jika dia salah, tapi tidak ada pilihan lain selain memanfaatkan keadaan ini untuk membuat suaminya memberikan izin padanya. Sejak dia mengalami kecelakaan, dia belum pernah sekalipun bertemu dengan abi dan umminya karena sikap posessif Brian.

" Jangan begitu, sayang! Kalo kamu pergi aku bagaimana?" tanya Brian.

" Kamu bisa menginap disana!" kata Fatma.

" Kamar kamu terlalu kecil, sayang!" jawab Brian pelan.

" Apa sekarang kamu mempermasalahkan hal itu?" tanya Fatma kesal.

" Bukan begitu, sayang! Aku hanya tidak mau kamu terjatuh jika kita tidur du=i ranjangmu!" kata Brian lagi.

" Tidurlah di lantai!" kata Fatma lalu membawa tasnya yang terlihat sedikit berat, sontak Brian mengambil alih tas tersebut.

" Lepaskan!" kata Fatma.