Mereka mengambil air wudhu bergantian kemudian menjalankan shalat subuh berjama'ah dan mengaji bersama. Tidak lama kemudian kembali ke kamar lagi untuk berganti pakaian. Brian membuka pakaian shalatnya dan menggantungkannya di tempat biasa. Sementara Fatma juga menggantungkan mukenanya disana. Brian mengganti pakaian yang telah disiapkan istrinya, lalu berbaring di ranjang. Matanya tidak dapat diajak kompromi seiring dengan tubuhnya yang terasa lemas. Fatma yang baru saja keluar dari kamar mandi melihat suaminya tertidur lagi. Apa dia masih demam? batin Fatma. Disentuhnya dahi suaminya dengan perlahan, Astaghfirullah! Suhu tubuhnya panas lagi! Apa Bram sudah datang? Tapi kenapa Mira belum memberitahu? batin Fatma. Fatma kemudian keluar dari kamarnya dan melihat Mira berjalan mendekatinya.
" Assalamu'alaikum, Nyonya Muda! Dr. Bram sudah sampai!" kata Mira.
" Wa'alaikumsalam! O, ya? Baru saja aku mau tanya!" jawab Fatma tersenyum.
" Assalamu'alaikum, Nyonya Manaf!" sapa Bram.
" Wa'alaikumsalam, Bram! Maaf sudah memanggilmu pagi-pagi buta gini!" jawab Fatma.
" Tidak apa-apa! Sudah tugas saya harus selalu siap sebagai dokter pribadi!" kata Bram.
" Ayo masuk! Kamu juga Mira!" ajak Fatma.
" Iya, Nyonya Muda!" jawab Mira.
" Saya hampir tidak percaya jika dia bisa sakit!" kata Bram sambil berjalan mengikuti Fatma.
" Semua makhluk Allah pasti bisa sakit, Bram!" jawab Fatma.
" Iya, Bu Ustadzah! Tapi manusia satu itu, suami kamu itu, tidak pernah terlihat sakit sejak saya mengenal dia!" tutur Bram yang melihat Brian tergolek diranjangnya. Fatma naik ke atas ranjang dan duduk disamping suaminya, sedangkan Bram duduk dipinggir ranjang agar mudah memeriksa Brian.
" Semalam sudah turun panasnya, tadi naik lagi suhunya!" kata Fatma sambil memegang tangan suaminya itu dengan penuh cinta..
" Saya periksa dulu, ya!" kata Bram. Huh! Beruntung sekali manusia robot ini mendapatkan istri seperti Zahirah! Sudah cantik, sangat perhatian lagi! batin Bram.
" Bagaimana, Bram?" tanya Fatma setelah melihat Bram melepaskan stetoskopnya dan memeriksa Brian dengan teliti.
" Dia hanya stres saja dan kurang istirahat! Saya akan memberikan suntikan dan memasangkan infus untuk menurunkan panas dan mengatasi dehidrasinya! Ini juga ada obat dan sementara waktu jangan biarkan dia bekerja!" kata Bram sambil mengeluarkan buku resepnya dan menulisnya.
" Apa nggak perlu ke RS?" tanya Fatma.
" Nggak usah! kondisinya saja yang kurang baik!" jawab Bram.
" Berapa lama?" tanya Fatma.
" 2 atau 3 hari cukup!" jawab Bram lalu memasang infus di tangan Brian. Huh! Dasar manusia robot beneran! Ditusuk tapi nggak ada reaksinya! batin Bram heran.
" Trima kasih, Bram!" ucap Fatma.
" Sama-sama! Suruh dia makan dan minum yang banyak!" kata Bram.
" Ins Yaa Allah!" jawab Fatma.
" Saya pamit dulu! Assalamu'alaikum!" kata Bram.
" Wa'alaikumsalam! Aku akan mengantarmu!" balas Fatma.
" Tidak perlu, Za! Saya bisa sendiri!" jawab Bram.
" Maaf, ya, Bram!" kata Fatma.
" Iya! Nggak apa-apa!" jawab Bram lagi. Kemudian Bram melangkahkan kakinya keluar kamar dan menutupnya. Sementara Fatma turun dari ranjang dan menuju ke arah jendela, dia membuka tirai pintu balkon dan jendela kamarnya. Sinar matahari masuk ke dalam kamar mereka dan sedikit mengganggu tidur Brian. Fatma kembali mendekati suaminya dan berbaring disampingnya. Dikecupnya kening suaminya yang sedikit demam dan membelai pipinya. Mata Brian bergerak-gerak merasakan sentuhan lembut tangan Fatma.
" Sayang!" sapa Brian sedikit serak.
" Kamu sudah bangun?" tanya Fatma senang, dia tersenyum melihat suaminya telah bangun.
" Iya!" jawab Brian lembut. Brian berusaha untuk duduk, tapi Fatma mencegahnya.
" Tiduran aja, habib! Kamu masih lemah!" kata Fatma. Brian merasa sangat tidak berguna karena tubuhnya yang terasa lemas. Dilihatnya tangan kirinya terdapat infus, dia mengerutkan dahinya.
" Bram yang memasangnya! Kamu dehidrasi, habib!" kata Brian.
" Berani sekali dia berduaan sama kamu disini! Apa mau mati!" ancam Brian geram.
" Siapa bilang hanya berdua! Ada kamu dan Mira! Simpan dulu amarah dan cemburumu, Habib!" jawab Fatma.
" Aku tidak rela ada pria lain bersamamu, sayang! Jangan ulangi lagi!" kata Brian sedih.
" Bagaimana jika keadaan tadi terjadi lagi?" tanya Fatma.
" Tunggu hingga aku terjaga! Atau Panggil Dr. Cecil saja!" kata Brian manja.
" Ayolah, sayang! Dia hanya bisa memeriksaku dan anak kita, karena dia dokter kandungan!" jawab Fatma yang tersenyum karena sikap posesif suaminya.
" Pokoknya jangan diulang lagi! Panggil saja Danis dan Briana! Aku nggak mau ada pria lain berdua denganmu!" tutur Brian ngambek. Fatma membelai surai rambut suaminya dan mengecup bibir suaminya yang cemberut.
" Apa kamu sedang menggodaku?" tanya Brian, Fatma menggelengkan kepalanya.
" Trima kasih sudah mencintaiku sedemikian besar! Trima kasih sudah memperhatikanku sedemikian rupa! Maaf telah menyusahkanmu hingga membuatmu jadi seperti ini!" tutur Fatma dengan lembut.
" Jangan mengacuhkanku lagi! Jangan pernah menyembunyikan apapun lagi padaku! Katakan apa yang ada di hati dan pikiranmu!" jawab Brian dengan lembut juga.
" Ins Yaa Allah!" jawab Fatma.
" Aku sangat mencintai kalian berdua!" kata Brian mengelus perut Fatma yang terlihat sedikit besar.
" Kami juga mencintaimu, Abi!" balas Fatma.
" Apa aku boleh boo-boo..."
" Kamu masih diinfus, habib!" jawab Fatma kaget dengan permintaan suaminya.
" Tapi aku pengen, sayang!" ucap Brian manja.
" Kalo sudah dilepas saja, ya!" jawab Fatma.
" Janji?" tanya Brian.
" Ins Yaa Allah!" jawab Fatma.
Sementara itu Daffa berencana ke rumah Fatma karena ummi menyuruhnya mengantar makanan kesukaan Fatma. Saat akan masuk ke halaman rumah, tanpa sengaja Daffa melihat Briana yang keluar dari dalam mobil. Semakin cantik! batin Daffa.
" Assalamu'alaikum!" sapa Briana.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Daffa. Kebetulan mereka berdua datang bersamaan, Daffa memarkirkan motornya. Keheningan tercipta diantara mereka saat berjalan menuju ke pintu rumah.
" Assalamu'alaikum!" salam Briana dan Daffa.
" Wa'alaikumsalam!" jawab Mira kemudian berlari membukakan pintu.
" Eh, Nona Muda dan Tuan Muda! Silahkan masuk!" sapa Mira.
" Trima kasih, mbak! Apa Kak Zahirah ada?" tanya Briana lalu duduk di kursi tamu bersama dengan Daffa..
" Ada! Sedang sarapan dikamar bersama Tuan Muda Brian!" jawab Mira.
" Kenapa sarapan dikamar?" tanya Briana heran.
" Tuan Muda sedang sakit, Nona!" jawab Mira.
" Sakit? Serius kakakku sakit?" tanya Briana kaget sambil melotot pada Mira.
" Iya, Nona Muda!" jawab Mira pelan karena ikutan kaget melihat reaksi Briana.
" Bilang sama mereka kalau aku dan Daffa datang!" kata Briana.
" Baik, Nona Muda!" jawab Mira. Daffa yang dari tadi memperhatikan tingkah Briana hanya senyum-senyum dan geleng-geleng kepala. Gadis yang selalu ceria dan banyak bicara! batin Daffa.
" Kenapa kamu nggak datang waktu itu?" tanya Briana tiba-tiba.
" Eh? Oh! Maaf, kak! Saya sedang ada kelas!" jawab Daffa bohong. Astaghfirullah! Aku jadi berbohong gara-gara Kak Arkan yang melarangku datang.
" Apa nggak bisa kamu memberitahuku lewat pesan?" tanya Briana dengan nada kecewa. Kenapa kamu seakan menjauhiku, Daf? Apa kamu membenciku? batin Briana sedih.
" Maaf! Saya lupa!" jawab Daffa dengan hati sedih.
" Ow...!" sahut Briana. Lupa? Apa kamu tidak pernah menganggapku ada, Daf? Apa kamu sudah memiliki seseorang dalam hidupmu? Atau aku yang terlalu memaksakan perasaanku? batin Briana. Daffa menangkap kesedihan dari wajah dan sikap Briana, tapi dia hanya diam saja tanpa sanggup melakukan apa-apa.