Chapter 22 - Worse

Selama satu minggu Damario mencoba mengacuhkan Casta. Ia tak mau wanita itu memenuhi pikirannya terus-menerus. Dan selama satu minggu itu pula Casta tak muncul dihadapannya. Bukan menghindar. Casta hanya tak ingin merepotkan Damario karena keadaannya yang semakin parah.

"Nyonya ada apa ini? Kenapa keadaanmu semakin parah? Dan kenapa semua pakaianmu longgar?" Maria menampakkan raut wajah khawatir sambil memijit kepala Casta. Sejak kemarin, wanita itu mengeluh sakit dikepala. Maria sudah memberikan obat tapi tidak berpengaruh. Ia juga sudah membujuk Casta agar memeriksa keadaannya dirumah sakit tetapi Casta menolak.

"Nyonya apa perlu aku beritahu tuan supaya dia membawamu kerumah sakit?"

"Tidak Maria. Aku sering kesakitan seperti ini. Sebentar lagi hilang."

"Apa kau menyembunyikan sesuatu nyonya? Jangan membuatku khawatir."

"Tentu saja tidak. Maria."

"Iya nyonya?"

"Baju-bajuku sudah yang sudah tak dapat dipakai lagi aku ingin kau memberikannya pada orang-orang dipanti asuhan nanti."

"Nyonya hampir semua pakaianmu longgar. Tidak mungkin aku memberikan semuanya pada mereka."

"Ada beberapa yang masih bisa dipakai Maria. Lakukanlah. Aku ingin beristrahat sebentar!"

Maria melaksanakan perintah Casta dengan hati sedih. Ia membuka lemari pakaian dan memilih baju-baju yang sudah sangat longgar ditubuh Casta. Kini hanya tersisa beberapa pakaian kesukaan Casta dan masih cukup ditubuhnya. Semua pakaian Casta merupakan barang branded dengan harga yang mahal. Meskipun cuek pada istrinya, Damario tak pernah hitung-hitungan jika ingin membeli sesuatu untuknya.

"Mau kau apakan pakaian-pakaian itu?" Maria tersentak mendengar suara tuannya.

"Ehh ini tuan. semua pakaian ini longgar ditubuh nyonya dan dia menyuruh saya untuk memberikannya pada anak-anak dipanti asuhan."

"Kenapa banyak sekali?"

"Ini pun saya sudah membiarkan banyak pakaian longgar dilemari nyonya. Hampir semua pakaiannya tidak pas lagi tuan."

Damario menatap dingin wajah Maria lalu meninggalkannya. Sementara Maria berusaha menemukan Fernando memintanya mengantarkan barang Casta.

Damario tak bisa menutupi kekhawatirannya pada Casta. Sejak tadi ia berdiri mondar-mandir didepan kamar Casta. Antara ingin mengetuk atau pergi. Ahh dia benar-benar bingung.

Setelah berpikir beberapa saat, akhirnya ia memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Casta. Baru saja tangannya menyentuh daun pintu, wanita itu sudah lebih dulu membuka pintu menampakkan wajah pucatnya.

"Ada apa?" tanyanya lembut.

"Tidak." Damario meninggalkan Casta sambil mengepal tangannya. Ia benci melihat wajah pucat wanita itu.

"Damario." Casta mengejar Damario sampai ke ruang tamu.

"Ariana. Dimana dia?"

Pria itu tak menjawab. Ia menatap pohon cemara dari kaca ruang tamu.

"Kudengar acara ulangtahunmu akan dirayakan minggu depan."

"Sekaligus dengan perkenalan Ariana sebagai calon istriku."

Deg...…..

Dada Casta terasa sangat perih. Terlalu perih hingga ia tak mampu bicara lagi. Ia menarik napas panjang dan mencoba tersenyum.

"Kurasa kau bahagia bersama Ariana."

"Sangat." Lagi dan lagi Damario mematahkan hati istrinya sendiri dengan memuji wanita lain.

"Jaga dia baik-baik Damario. Kau tidak perlu memikirkan perasaanku. Aku baik-baik saja dan terserah padamu mau apakan aku."

Pria itu menatap dingin wajah Casta. Ia mendecih lalu meninggalkannya. Sementara Casta, ia berlari menuju kamarnya dan menangis sejadi-jadinya.

"Maafkan aku Damario. Aku tidak ingin kau terbeban denganku."

...…....

Malam harinya, Casta merasa sangat lapar. Ia terpaksa menuju kedapur dan mencari sisa makanan semalam. Tak sengaja ia melihat Damario duduk termenung di dekat perapian.

"Belum tidur?" katanya sambil menyodorkan secangkir kopi. Damario mengambilnya dan meminumnya.

"Kau tahu aku tiba-tiba merasa lapar jadi aku kemari." Ujar wanita itu.

"Apa kau punya masalah dengan Ariana?"

Damario menatap tajam wajah Casta.

"Bukan urusanmu. Dasar wanita murahan."

"Damario. Berapa kali harus kujelaskan aku tidak seperti yang kau katakan sungguh."

"Kau tetap wanita murahan dimataku."

"Sebenci itukah kau padaku?"

"Pergi!"

"Aku butuh jawaban Damario. Kau tak pernah menjelaskan semuanya padaku."

"Aku bilang pergi!" kali ini Damario berteriak membuat Casta sedikit ketakutan.

"Katakan saja Damario. Kau membenciku atau tidak?"

"Aku membencimu." Ia menatap tajam dan penuh kebencian membuat wanita itu merasa begitu terluka. Tapi ia mencoba kuat dan tetap tersenyum.

"Terimakasih. Dengan kau membenciku itu lebih dari cukup. Itu sangat cukup untuk membuatku tenang."

"Apa maksudmu?"

"Aku tahu sangat tidak tahu malu mengatakan ini tapi aku harap kau selalu membenciku dan tidak akan mencin----"

"Mencintaimu? Kau bermimpi terlalu tinggi. Kau berharap aku akan mencintaimu? Ketahuilah wanita murahan. Justru semakin hari aku semakin membencimu."

"Aku tahu kau tak akan pernah mencintaiku. Dan aku harap selalu begitu. Kau harus pegang kata-katamu sendiri. bencilah aku sesukamu karena itu lebih baik bahkan yang terbaik." Damario memandangi wajah Casta yang sudah dipenuhi air mata. Entah kenapa hatinya terasa perih melihat istrinya seperti itu akan tetapi ia berusaha menyangkali perasaannya sendiri.

"Lagi pula pria mana yang akan mencintai wanita buruk sepertiku. Aku murahan dan tak ada yang istimewa dariku. Aku juga tak terawat. Berbeda dengan Ariana yang sangat cantik dan seksi." Katanya sambil berlalu meninggalkan Damario.

"Akhhhhh" Casta merasa pusing tiba-tiba hingga keseimbangan tubuhnya menghilang.

"Casta kau kenapa?" tanya Damario dengan khawatir.

"Aku baik-baik saja."

"Bohong. Wajahmu sangat pucat."

Casta berusaha menepis tangan Damario yang mencoba menolongnya. Akan tetapi tubuhnya terlalu lemah hingga ia tak sadarkan diri.

"Casta." dengan tergesa-gesa Damario menggendongi istrinya membawanya ke kamar.

"Casta apa yang terjadi padamu?" Damario menyentuh seluruh wajah istrinya yang tampak begitu pucat.

Ia duduk di samping kasur dan membelai rambut istrinya dan tanpa ia sadari, setetes air mata mengalir. Sambil menggenggam tangan Casta, pria itu tertunduk dengan raut wajah sedih.

"Kau kenapa? apa yang kau sembunyikan?" Damario masih diam dengan pikirannya. pikiran yang berusaha mencerna maksud setiap perkataan Casta barusan. Apa maksudnya? Kenapa dia ingin Damario membencinya? Apakah itu akalnya saja supaya Damario bersimpati padanya? Lalu apa maksudnya mengatakan bahwa Ariana lebih cantik darinya padahal jelas sekali perbedaan antara Ariana dan Casta. Ariana harus melangkah lebih jauh jika ingin menyamai Casta.