Chereads / El Ultimo Momento (The Last Moment) / Chapter 6 - Be The Best Wife

Chapter 6 - Be The Best Wife

Casta sedang menghirup udara segar sambil bersandar di bawah pohon cemara. Ia menikmati suasana pagi yang begitu menenangkan hingga mampu membuatnya lupa sejenak rasa sakit akibat perbuatan Damario padanya beberapa hari lalu.

"Aku harus menjadi istri yang baik untuknya."

Ia memasuki rumah dan menuju ke kamar Damario. Pria itu masih terlelap. Casta memperhatikan wajahnya dengan seksama. Siapa yang menyangka kalau dibalik wajah yang dipahat sempurna ini sebenarnya begitu dingin? Tak bisakah Damario menerima Casta seutuhnya?

Ia memandangi wajah Damario dengan jarak dekat. Merasakan hembusan napas diatasnya, Damario membuka matanya dan melihat dua bola mata biru laut itu sedang menatapnya dalam. Casta tersenyum dan mengelus pipi Damario sambil berkata "Rupanya kau sudah bangun. Aku menyiapkan sarapan kesukaanmu."

Damario seakan terhipnotis dengan suara merdu dan mata indah Casta. Ia melihat kedamaian dan ketenangan disana. Mata birunya begitu meneduhkan. Ia lalu mengangkat kepalanya dan mengecup wanita itu selama beberapa detik sebelum akhirnya ia sadar bahwa Casta bukan wanita yang pantas mendapat perhatian dan kasih sayang. Ia wanita murahan yang layak diberi cacian dan siksaan. Ia menjauhkan wajahnya sambil duduk.

"Pergi!"

"Aku akan keluar jika kau sarapan."

"Aku bilang pergi wanita murahan!"

"Makanlah maka aku akan keluar."

Damario menatap sinis wajah Casta lalu dengan kasar ia mengambil makanan di meja. Ia mengenggam sendok dan garpu dengan sangat kuat lalu memasukkan makanan itu ke mulut. Ketika sedang sibuk dengan makananya, Damario merasakan sebuah kecupan tepat di dahinya.

"Aku sudah menyiapkan air hangat. Setelah sarapan kau bisa mandi dan pergi kekantor." Casta meninggalkan Damario yang masih terus memandangnya dengan berbagai pikiran. Ia mendesis lalu melanjutkan makanannya. Rupanya Casta tidak tahu kalau hari ini Damario cuti. Setelah satu minggu menghabiskan waktunya dikantor dan menghadapi berbagai situasi yang cukup berat, ia harus menyempatkan waktu untuk beristirahat. Beristirahat dari berbagai kekesalannya pada orangtuanya yang tidak peduli padanya.

Setelah menghabiskan waktunya dikamar, Damario keluar dan duduk di samping kolam renang. Ia ingin mengistirahatkan pikirannya sejenak.

"Apakah kita punya hobi yang sama? Kau tahu aku akan mencari air jika sedang banyak pikiran."

Damario menoleh kesamping dan mendapati Casta yang tengah mengunyah roti coklat.

"Kau sedang memikirkan apa?" Damario tak memberikan jawaban.

"Kau tahu dulu aku sering dimarahi ayahku karena menganggu orang-orang. Dia bahkan memukuliku. Dan saat itu aku marah padanya lalu aku masuk diam-diam disebuah taman bermain dan duduk di dekat air terjun."

"Kau itu kenapa diam terus? Apa kau tidak bosan seperti…" belum sempat Casta menyelesaikan ucapannya, jari telunjuk Damario menghentikannya. Mereka bertatapan sejenak kemudian Damario menarik leher Casta dan menciumnya.

"Eres Ruidoso!" bisiknya sambil berdiri dan meninggalkan Casta yang saat itu merasakan panas di wajahnya.

...….

Malam harinya, Casta melihat Damario sedang jalan-jalan diluar. Ia diam-diam mengikuti pria itu dari belakang. Ia sudah bertekad untuk terus berada didekat Damario apapun situasinya. Baru saja ia menyembunyikan wajahnya di balik pohon cemara, ia tak melihat pria itu lagi.

"Apakah dia hantu?" ia lalu menoleh kebelakang dan..

"Oh Dios!" sambil mengelus dadanya yang hampir saja lepas, ia memandang pria itu dengan tatapan tajam.

"Kau mau membunuhku?"

Damario tak menghiraukan pertanyaannya. Ia terus berjalan.

"Kau mau kemana? Rumah ini jauh dari tetangga dan ini sudah malam." Casta mendesis lalu mengikuti Damario. Ia berjalan tepat disampingnya.

"Damario." Lelaki itu tak menoleh.

"Damario aku tahu kau mendengarku." Lelaki itu masih tak menoleh.

"Damario!!!!!" Casta setengah berteriak sambil menangkup kedua pipi Damario yang dibalas dengan tatapan sinis pria itu.

"Aku seperti bicara dengan hantu. Kau tidak pernah meresponku." Lelaki itu mengernyitkan dahinya.

"Kenapa kau seperti ini? Apa aku tidak berharga bagimu? Aku ini istrimu." Mata Casta mulai berkaca-kaca. Damario menepis tangan Casta dan berkata "Wanita murahan".

"Apa karena kau membeliku sehingga kau menganggap ku wanita murahan? Berapa kali harus kujelaskan kalau aku diculik. Jika kau memang tidak suka padaku, lepaskan aku!" Damario tak menghiraukan ucapan Casta. Ia menjauh dari gadis itu. Casta tak menyerah. Ia harus mengejar suaminya. Sudah 15 menit ia mencari Damario dan belum menemukannya.

"Hola Señorita!"

Casta menoleh kebelakang dan mendapati 3 pria berbadan besar mengenakan masker dan pakaian serba hitam.

"Berani sekali mereka menyebutku Señorita. Mereka tidak tahu aku ini sudah menikah?" gumam Casta dengan tangan mengepal.

"Apa yang kau lakukan malam-malam begini? Apa kau mau bersenang-senang dengan kami?" seorang pria menyentuh dagu Casta.

"Sialan."

"Wuahahaha sepertinya kau tidak takut. Apa aku perlu membuatmu bertekuk lutut heh?"

"Apa? Bertekuk lutut? Lakukan saja kalau kalian bisa." Casta menghantam wajah pria yang berdiri paling depan.

"Kau.." dua pria lainnya mendesis lalu bersiap melakukan serangan. Namun bukan Casta namanya jika ia lengah begitu saja. Dengan sigap ia menangkup kepalan tangan mereka lalu kaki kanannya mengarah tepat diwajah mereka.

"Mau lagi?" tanyanya sambil memberikan pukulan telak di wajah mereka bertiga secara bergantian. Setelah yakin bahwa mereka menyerah, Casta membalikkan badannya dan

"Ahhhhhhhh" darah segar mengalir didekat pembuluh darah tangannya akibat goresan pisau lipat dibarengi dengan suara jeritan ketiga perampok tersebut. Casta menoleh dan mendapati Damario sedang memukuli mereka bertiga. Setelah mereka tak sadarkan diri, Damario menoleh dan pandangannya tertuju pada tangan Casta. Ia mengalihkan perhatiannya pada Casta. Gadis itu tak menangis sedikitpun. Ia hanya mengerang menahan sakit.

"Kau baik-baik saja?"

"Bodoh." Damario meninggalkan Casta dengan geram. Ia tak habis pikir bagaimana bisa setelah tangannya terluka, ia masih sempat menanyakan keadaan Damario yang jelas-jelas tidak terluka. Casta yang mengikutinya dari belakang hanya menundukkan wajahnya. Walaupun tidak menangis bukan berarti Casta tidak merasa sakit. Lukanya itu terasa sangat perih ketika diterpa angina malam yang menusuk.

Sesampainya dirumah, Damario segera masuk kekamar membiarkan Casta sendirian mengobati lukanya. Ia menatap langit-langit sambil memikirkan kejadian beberapa saat yang lalu. Ia tidak mungkin salah lihat. Jelas-jelas wajah ketiga perampok tadi babak belur dan terkapar lemah di tanah. Dan tidak ada orang lain disana. Apakah Casta penyebabnya?

.

.

.

.

Notes:

Eres Rudioso = Kau berisik

Señorita = sebutan untuk wanita yang belum menikah