Chapter 81 - Oh Veronica (3)

Setelah pertempuran semalam Chloe bangun jam sembilan lewat dan harimau yang sudah kenyang tidak ada di tempat tidur.

Chloe beranjak ke kamar mandi, setelah membersihkan diri dan mengenakan baju bersih dia keluar dari kamar dengan rambut terbungkus handuk.

Chloe melihat ruang kerja sudah rapi, ya semalam mereka benar-benar berolahraga di seluruh ruangan kantor kerja Marco dan berakhir di ruang istirahat.

Pipi Chloe memerah membayangkan kelakuan mereka tadi malam, dan membayangkan ekspresi cleaning service yang membersihkan kantor membuat wajahnya merah karna malu.

Chloe melihat pancake, donat, segelas jus di meja dan sebuah pesan di pos it [jangan kemana-mana, aku ada pertemuan pagi, aku segera kembali]. Chloe membaca pesan dan tersenyum.

Tapi bukan Chloe namanya kalau dia akan duduk tenang menunggu. Setelah menghabiskan sarapan Chloe lari ke coffee art.

Dua jam kemudian Chloe keluar dari coffee art dengan menenteng paper bag. Dia baru saja keluar dari pintu coffee art saat seseorang menyapanya

"Nyonya Marco"

Chloe menoleh dengan bibir berkedut pada orang yang menyapanya.

"apa kamu mulai kerja lagi ?" tambahnya

"tidak, aku hanya iseng" jawab Chloe, dia melirik dokumen di dalam pelukan si penyapa. "begitu banyak dokumen, berapa hari bosmu tidak muncul di sana ?"

Laura meringis "hanya satu minggu....melihat kamu ada di sini berarti beliau pasti ada" imbuhnya.

"hhmm.....dia sedang ada pertemuan pagi"

Dan kedua wanita itu mengobrol tentang anak-anak mereka sambil berjalan menuju lift. Saat mereka di depan lift tiba-tiba ada seorang wanita yang menabrak Chloe dan membuat paper bag yang dia pegang terjatuh.

"ah maaf.....saya tidak sengaja" kata wanita itu, Chloe menanggapi dengan senyum maklum. Dan wanita itu menunduk mengambil paper bag di lantai, Chloe juga melakukan hal yang sama, lalu mereka berpisah.

๐ŸŒธ๐Ÿ’ฎ๐ŸŒธ๐Ÿ’ฎ๐ŸŒธ

Pintu lift terbuka, Chloe dan Laura melangkah keluar

"astaga....." Chloe berteriak kaget karna tiba-tiba dia menabrak dada bidang yang membuat hidungnya ngilu. Marco berdiri di depan lift dengan bibir cemberut. "apa yang kamu lakukan beridiri di sini kayak patung pancoran ?" keluh Chloe

"dari mana kamu ? aku sudah bilang tunggu aku, tapi saat aku kembali kamu sudah hilang" Marco meraih pipi Chloe dengan kedua tangan besarnya. "aku akan menghukummu karna tidak patuh"

Lalu Marco mengangkat istrinya dan menggendongnya masuk ke kantornya.

"apa yang kamu lakukan ? turunkan aku !" kata Chloe panik.

Chloe tahu suaminya tidak tahu malu, tapi dia masih punya rasa malu. Bagaimana dia tidak merasa malu saat suaminya menjemputnya dan menggendongnya di depan sekretarisnya.

Untung meja sekretaris kosong saat Chloe berjuang untuk turun dari gendongan suaminya.

Setengah jam kemudian Chloe menyuruh Laura masuk ke dalam ruangannya, tapi saat masuk Marco tidak ada di sana, hanya ada Chloe yang tengah duduk sambil menggambar sofa.

Setelah meletakkan tumpukan dokumen di meja Laura melangkah keluar

"Lau duduk sini" panggil Chloe

Laura berdiri tanpa bergerak di tempatnya, dia merasa sedikit ragu harus duduk atau tidak, kalau dia duduk di bersama Chloe bagaimana nanti kalau pak bos muncul dan membakarnya dengan api cemburu ? seluruh penghuni alam semesta tau bahwa pak bos yang bermuka batu itu akan menjadi pencemburu ketika ada yang mendekati istri mungilnya, bahkan mamanya saja tidak luput dari kecemburuan.

"Lau ?" Chloe sekali lagi memanggil Laura dengan manis.

Akhirnya dengan patuh Laura duduk di sofa agak jauh dengan Chloe

"sini sini duduk di sebelahku aku ingin menunjukkan sesuatu padamu" Chloe menarik tangan Laura dan membuatnya duduk di sampingnya.

๐ŸŒธ๐Ÿ’ฎ๐ŸŒธ๐Ÿ’ฎ๐ŸŒธ

Sementara itu di luar Veronica tiba-tiba muncul di depan Momo.

"bos mu ada di dalam ?" tanya Veronica

"ee...tadi sih waktu aku ke pantry beliau pergi, kayaknya ibu bos sama sekretarisnya yang ada di dalam" jelas Momo

"hhmmm bagus, ayo temani aku" ada kilatan licik di mata Veronica.

"Ver...lebih baik jangan di lanjutin deh" kata Momo ragu

"kenapa ? kamu berubah pikiran ? kalau aku berhasil menggantikan posisi nyonya Marco bukannya kamu juga bakalan di untungkan ?" cibir Veronica

"tapi Ver...."

"kita teman sejak lama, aku selalu membantumu saat kamu kesulitan, sekarang waktunya kamu membalas bantuanku" kata-kata Veronica membuat Momo terdiam. Akhirnya dengan berat hati Momo membawa Veronica ke ruangan pak bos.

Pintu ruangan pak bos terbuka lebar, dan tidak tampak jejak keberadaannya, yang ada adalah ibu bos dan Laura tengah duduk di sofa. Sebuah paper bag duduk manis di atas meja.

Ragu-ragu Momo mengetuk pintu, kedua wanita yang tengah duduk di sofa mengangkat kepala mereka bersamaan "en....bu ada yang mau ketemu ibu" jelas Momo.

Chloe menunjuk hidungnya untuk menegaskan bahwa yang di maksud Momo adalah dia, Momo mengangguk mengiyakan.

Chloe mengangguk lalu Veronica muncul dengan paper bag di tangannya, Chloe menatapnya tanpa ekspresi.

"eh hallo, boleh panggil Chloe saja ?" tanya Veronica

Chloe masih menatap Veronica tanpa tau apa yang tengah dia pikirkan, membuat Veronica merasa canggung.

"en....kita ketemu tadi di bawah" jelas Veronica. Chloe masih tidak menanggapi, membuat Veronica mengumpat di dalam hati, dia telah mendengar dari teman-temannya bahwa istri Marco punya temperamen yang buruk dan mudah meledak karna emosi, tapi melihat reaksinya sekarang Veronica merasa bukan hanya temperamennya yang buruk tapi juga EQnya buruk dan agak bodoh, jadi pasti akan mudah untuk memprovokasinya agar berselisih dengan suaminya, dan itu akan memudahkannya untuk masuk dalam hubungan mereka dan menghancurkannya.

"ini aku mau mengembalikan barang yang tadi jatuh" Veronica menyerahkan paper bag di tangannya. Chloe melirik paper bag yang teronggok di meja yang tidak dia sentuh sejak dia meletakkannya lagi.

"oh.....baiklah" akhirnya Chloe menjawabnya dengan singkat dan suara acuh.

Veronica tersenyum canggung sambil meletakkan paper bag di atas meja lalu mengambil paper bag yang lain yang ada di sampingnya.

"maaf mengganggu, saya permisi dulu" kata Veronica sopan.

"hmm...." Chloe hanya menanggapi dengan gumamam, dia bahkan tidak repot-repot menatap Veronica, matanya kembali ke ipadnya.

Veronica berbalik dan tiba-tiba dia jatuh karna kaki kirinya kesandung kakinya yang lain. Saat dia jatuh paper bag di tangannya terlempar dan isi paper bag terhambur keluar.

Adegan itu jelas membuat Chloe mengangkat kepalanya.

Momo yang sejak tadi berdiri di ambang pintu melangkah maju untuk membantu Veronica, dia mengambil kemeja. Saat kemeja di angkat ada sesuatu yang jatuh dari kemeja tersebut, Momo mengambil benda tersebut lalu melihat Veronica dengan wajah pucat.

"kamu...." Momo tidak melanjutkan kata-katanya, dia memeriksa kerah kemeja di tangannya dan wajahnya semakin pucat, dia melirik Chloe dengan mata bersalah.

Bagaimana Chloe bisa melewatkan adegan aneh yang membuatnya mengerutkan keningnya ?. Chloe akhirnya beranjak dari sofa dan berdiri di depan Veronica yang berusaha merebut kemeja dan benda di tangannya.

"boleh saya lihat itu ?" tanya Chloe sambil menunjuk kemeja di tangan Veronica.

"ah.....ini.....ini.....milik teman saya.....kamu jangan salah paham" jawab Veronica gagap sambil mencoba menyembunyikan kedua tangannya di belakang punggungnya.

Chloe tersenyum sinis dan menatap mata Veronica langsung, membuat Veronica menyusut takut.

Laura yang masih duduk di sofa mengambil toples kacang di meja dan bersandar dengan nyaman, siap menikmati pertunjukan.' Ahh.....apa dia perlu merekamnya juga biar nanti bisa di bagi dengan Yola ?'. Tanpa berpikir dua kali Laura mengeluarkan ponselnya dan mulai merekam.

"apa ada yang salah dengan kemeja itu ? kenapa kamu begitu ketakutan, kalau itu memang hanya TEMANmu" kata Chloe sambil menekankan kata teman. "kalau itu memang milik temanmu, aku tidak akan salah paham" kali ini Chloe tersenyum manis.

Veronica mengeluarkan kemeja dari balik punggungnya dengan tangan gemetar, lalu menyerahkannya kepada Chloe.

Chloe mengambil kemeja itu lalu memeriksanya dengan teliti. Dia tidak salah itu adalah salah satu kemeja suaminya, dan dengan penciumannya yang tajam dia juga bisa mengendus aroma tubuh samar dari suaminya, dan aroma itu tertutup dengan bau parfum. Parfum yang sama yang saat ini di pakai oleh Veronica. Chloe melihat di kerah kemeja ada bekas lipstick, sudut bibir Chloe terangkat penuh ironi.

Chloe mengangkat kepalanya dan menatap tangan Veronica yang lain, yang masih tersembunyi di belakang punggungnya, sebelah alisnya terangkat penuh ancaman.

"i....ini....." Veronica masih tergagap.

Chloe mengulurkan tangannya, meminta dengan sorot mata tajam, membuat Veronica makin menggigil.

Masih dengan tangan gemetar dan wajah pucat akhirnya Veronica mengulurkan tangannya dan memberikan benda yang berusaha dia sembunyikan kepada Chloe.

Chloe menatap test pack di tangannya dan di depan matanya muncul dua garis merah "ini....."

"ini....jangan salah paham dulu Chloe" Veronica memotong kata-kata Chloe, mencoba menjelaskan sambil melangkah maju dan mencoba meraih tangan Chloe, tapi Chloe mundur selangkah menghindar.

"apa maksudmu ?" kata Chloe dingin, jelas ada badai di matanya "ini kemeja suamiku, bagaimana bisa ada di tanganmu, dan ini ?" Chloe mengguncang test pack yang dia pegang.

"aku sudah bilang jangan salah paham, itu tidak di sengaja...." Veronica menggantung kata-katanya.

"apa maksudmu ? apa kamu mau mengatakan kalau yang ada di dalam perutmu adalah milik suamiku ?" alis Chloe menyatu, wajahnya merah menahan marah.

"itu....aku...sebenarnya...." Veronica terus menggantung kata, katanya. Dia sengaja melakukannya untuk membuat Chloe menebak dengan liar, dia tidak akan mengakui dengan mulutnya untuk menghindari bukti di kemudian hari.

"kenapa kamu tidak menjelaskan dengan benar ?" Chloe terus mendesak.

"apa yang terjadi di sini ? sejak kapan ruanganku menjadi pasar ?" Tiba-tiba Marco muncul dari kamar dengan penampilan segar, menatap Momo dengan mata dingin meminta penjelasan.

Momo buru-buru menundukkan kepala dengan badan gemetar, kali ini dia benar-benar takut.

Melihat Momo tidak menjawab, Marco mengalihkan pandangannya pada Veronica dengan wajah tanpa ekspresi.

"Marco..." tiba-tiba Chloe berteriak "tangkap !" Chloe melemparkan test pack ke arah suaminya dan di tangkap dengan mulus.

"apa ini ?" Marco melihat benda di tangannya penasaran, lalu dia mengangkat kepalanya dan melihat istrinya "ini milikmu ?" tanyanya ragu.

Chloe meringis "menurutmu ?"

"tidak mungkin ?" Marco menggelengkan kepalanya.

"yah.....kamu benar, itu bukan milikku ? tapi miliknya" Chloe menunjuk Veronica dengan dagunya.

Marco buru-buru melempar test pack di tangannya dengan jijik "lalu kenapa kamu memberikannya padaku ?" protes Marco sambil menggosok tangannya seolah ingin menghapus jejak di telapak tangannya "aaihh.....sial" Marco kembali masuk ke kamar untuk mencuci tangan. Tak lama di keluar lagi.

"Marco...tangkap !" kali ini Chloe melemparkan kemeja di tangannya, refleks Marco menangkapnya.

"oh sial...bau apa ini ?" Marco menjauhkan kemeja dari wajahnya.

"lihat baik-baik, milik siapa itu !" kata Chloe.

Laura memasukkan tangan kirinya ke dalam toples dan terus menikmati kacang di dalamnya, sementara tangan kanannya memegang ponsel untuk merekam, 'ah...sayang sekali Yola sudah cuti, kalau tidak dia akan memiliki teman untuk melihat tontonan gratis sampah cantik yang bernasib tragis. Yah bagaimana tidak tragis ketika sampah ini jatuh dalam permainan pasangan sesat ini'.

"bukannya ini kemejaku ?" kening Marco makin berkerut setelah mengidentifikasi kemaja di tangannya, otak cerdasnya langsung menghubungkan antara kemejanya dan test pack yang tadi di lempar istrinya, lalu dia menatap istrinya, "sayang...."

"bagaimana kamu menyelesaikan ini. ?" tanya Chloe dingin

"sayang apa yang kamu ingin aku lakukan ? kamu yang paling tahu bahwa aku tidak mungkin menghamilinya" kata Marco merasa tak berdaya.

"apa aku mengatakan itu kamu ? tentu saja aku tahu benih kecebongmu hanya bisa membuahi telurku"

"uhukk....." Laura tersedak kacang, tentu saja hanya pasangan sesat ini yang akan membuat lelucon vulgar dengan ekspresi datar. Laura menatap Veronica, lalu mematikan video dan mengirim pesan pada Yola.

"aku bertanya bagaimana kamu akan menangani ini ? apa perlu aku yang turun tangan ?" lanjut Chloe.

Marco mendengus dingin, lalu melirik Laura

"namanya Veronica, dia editor di majalah Pesona di lantai 10 pak" jawab Laura cepat ketika merasakan lirikan pak bos.

Marco berjalan menuju meja kerjanya dan mengetik sesuatu di laptop.

"bawa keluar dua sampah itu" kata Marco pada Laura.

Veronica bengong, kenapa semua tidak berjalan sesuai skenarionya ? bukankah seharusnya Chloe mengamuk dan meminta cerai saat melihat suaminya menghamili perempuan lain ? tapi....Veronica melirik Chloe dan semakin gereget dengan ekspresi datarnya. Kenapa tanggapan pasangan ini kalem sekali, pasti ada yang salah.

Veronica mulai terisak sambil berlutut dan menahan kaki Chloe, saat dia akan membalik badannya. "Maaf....Chloe jangan salah paham...." katanya di tengah isak tangisnya "aku akan menggugurkan bayi ini"

Chloe mengangkat sebelah alisnya "singkirkan tanganmu !" kata Chloe sambil menarik kakinya.

"tidak...aku tidak akan melepaskan sampai kamu memaafkanku" kata Veronica ngeyel.

Chloe menghela nafasnya, dia merasa heran kenapa masih ada wanita jenis Veronica yang senang mempermalukan dirinya sendiri dengan bertingkah menjadi pelacur, hanya untuk mendapatkan perhatian dari pria.

Tiba-tiba ponsel Chloe berdering, Chloe mengerutkan kening ketika melihat nama si penelpon.

"bagaimana kabarmu ?" tanya si penelpon tanpa salam

Chloe "......"

"kamu ada di mana sekarang ?" lanjut si penelpon meski tidka mendapat jawaban

Chloe "....."

"kapan kamu main ke rumah besar ?"

"sebenarnya siapa yang kakek harapkan untuk datang ke rumah besar ?" sarkas Chloe

"tentu saja ke tiga buyutku" balas kakek Margono

Chloe mendengus "mereka bayiku, kalau kakek tidak baik padaku maka jangan berharap aku membawa mereka ke rumah...."

Sebelum Chloe menyelesaikan kata-katanya ponselnya telah di sambar.

"mereka akan tinggal di rumah Ny. Suri selama dua hari, kalau kakek mau jemput mereka dari sana langsung, kakek bisa membawa mereka bermalam di rumah besar selama 3 hari" Marco sudah menggantikan istrinya menjawab kakek Margono.

"hei....aku mamanya, tanpa persetujuanku kakek tua itu tidak bisa membawa mereka" protes Chloe.

"kakek tentu tahu kan yang harus di lakukan untuk membuat ibu mereka menyetujui dengan suka rela ?" tambah Marco.

"tentu, oke lusa aku akan menjemput mereka" kata kakek Margono dan mengakhiri panggilan.

Marco menyerahkan ponsel pada istrinya yang manyun sambil tersenyum "periksa notifikasimu" katanya.

"cih....aku tidak menyangka kalau aku telah menikahi pria yang rela menjual anaknya" cibir Chloe.

Marco hanya menanggapi dengan senyum dan mencubit hidung istrinya "sudah periksa ?"

Dengan enggan Chloe memeriksa notifikasi. Saat melihat isi notifikasi bibir manyunnya langsung berubah menjadi senyuman, lalu dia menelpon kakek Margono kembali.

"tambahkan nominal yang sama, aku akan membiarkan mereka tinggal di rumah besar selama seminggu" kata Chloe tanpa basa-basi, lalu mengakhiri panggilan tanpa menunggu balasan.

Marco sudah berdiri di belakang meja kerjanya mengeryit 'siapa yang barusan menuduh suaminya menjual anaknya, nah dia malah menggandakan nominal tanpa berpikir dua kali untuk menjual anaknya'. Marco duduk dengan senyum menghiasi bibirnya.

Chloe memeriksa notifikasi sekali lagi dan mulai bersiul sambil melangkah keluar kantor, 100juta masuk ke rekeningnya dengan aman, sepertinya dia bisa menjadikan ketiga bayinya sebagai investasi.

"kamu mau ke mana ?" tanya Marco curiga.

"ke bawah, aku malas mencium bau sampah" jawab Chloe tanpa menoleh ke arah suaminya.

Veronica dan Momo bengong, mereka tidak paham bagaimana situasi yang seharusnya menjadi perang badai kenapa berubah menjadi seperti ini ?.

Marco menatap Laura "kenapa kamu belum menyingkirkan kedua sampah ini ?" kata Marco dingin.

"segera pak!" Laura langsung berdiri dan menarik lengan Veronica yang masih bersimpuh di lantai "ayo, ayo aku akan mengantarmu ke kantormu untuk berkemas" kata Laura bahagia. "kamu juga langsung ke HRD" kata Laura pada Momo.

Veronica dan Momo melotot protes.

"tutup pintunya setelah kalian keluar" perintah Marco tanpa mengalihkan mata dari laptop.