"Teduhku bukan berarti diam ku, aku akan sekuat tenaga mempertahankan pilihan yang aku tetapkan, meskipun sakit, perih menusuk, aku rela jika memang ini sudah menjadi takdir ku"
Ziah terpaksa diam, berbagai ancaman terus menghujani nya, secara halus kasar dan sebagainya, jika gadis itu tak cukup rasional dan bijak dia bisa saja gila dg hati yang terus terombang ambing di lautan lepas.
Dimond yg pernah terikat, terucap janji disana, dg paksa di renggut darinya.
Berurai air mata gadis itu memohon agar tak di renggut tapi Sarah, dalam kegelapan hati nya tidak menaruh rasa simpatik sama sekali terhadap anak nya.
Dosa besar yg tanpa sengaja di lakukan sang putri membuat Sarah menjadi ibu yg kalap dan tak urung ingin tau lagi ke mauan dan tujuan hati sang anak.
Dia seorang ibu yg selama ini lembut, penuh kasih, berbelas kasih, wajah sendunya meneduhkan dunia, raut mata yg menyayu hati siapa tak acap berdesir apalagi seorang putri.
Tapi itu semua kini hilang, bersembunyi di kerak penghidupan sang ibu menjadi haus akan reputasi dan harga diri.
Seminggu terasa sangat singkat, hari sialan itu datang, prosesi lamaran itu akhirnya terjadi.
Siapa yg bisa menghentikan waktu yg terus berjalan.
Jika berandai, Fauziah menginginkan waktu berhenti pada titik di mana ia dan sang kekasih bersatu, dan jika takdir menginginkan dia dan Al bersatu kenapa harus mempertemukan dirinya dg Bani.
Ajaib ini lah kehidupan cobaan, ujian silih berganti anggap saja sebuah pendewasaan diri, karna ini lah maksud sebenarnya dari ujian itu sendiri bukan.
**
"Kau sakit hati, Kencana?"Al Wijaya menatap penuh arti, Kencana sibuk merapikan stelan jas dan kemeja sekaligus memasangkan dasi di leher lelaki itu.
"Apa? Tidak, aku bahagia"Kencana tersenyum pahit, sekuat tenaga gadis itu menahan rasa di relung terdalamnya.
"Lalu, kenapa senyum mu begitu menyakiti aku?"Al memegangi dasi itu dan menggeser gesernya agar terasa nyaman di lehernya.
"Senyum ku, haha jangan bahas itu, memang begini aku"kekehan palsu, tangan Kencana beralih memasang kan jas hitam pada pergelangan tangan tuan tanah muda.
"Kita tidak bisa tau kemana takdir ini akan membawa kita, kau percaya takdir Cana?"Al merapikan jas nya dg meliuk liukkan tubuh kokohnya.
"Ya aku percaya"Cana merapikan bagian belakang jas itu, jelas mata gadis itu terlihat tidak fokus.
"Lantas seperti apa takdir yang kau ingin kan?"Kencana terdiam sejenak, menyerap dalam2 omongan tuan tanah.
"Hmm..Apa yg di inginkan tuhan sudah pasti terbaik untuk ku"
"Ya itu pasti, kau memang gadis impian semua pria baik"
"Lalu apa kau tidak baik?"Kencana beralih kedepan menyaksikan keseluruhan penampilan tuan tanah, dan merinci apa saja yg kurang, mata gadis itu terlihat jeli memilah milah penampilan tuan tanah muda.
"Haha...Mungkin seperti itu"
"Ok beres, kau tampan bak pangeran yg akan menjadi tunangan mu kali ini akan menatap mu tanpa berkedip"Kencana membulatkan ibu jari dan telunjuk nya ke arah tuan tanah, hati remuk nya itu pintar sekali bersembunyi ya seperti Bunglon saja Kencana ini.
"Terimakasih"Al melirih, dan menatap nanar gadis malang itu.
"So, if you're happy, i'm happy"balas Kencana, mulutnya berucap namun mata tidak lah fokus, tak berani lagi memandang kekasih yg sebentar lagi menjadi milik orang lain itu.
Tiba2 lengan Kokoh itu meraih tubuh mungil Kencana dan menenggelamkan gadis itu di dada bidang nya, Kencana meneteskan butiran2 bening dari sudut sudut netra indahnya.
"Hanya dia yg beruntung yang akan memiliki kamu Cana"lirih Al, Cana memperat pelukan hangat itu rasa tak ingin lari dari sana, ingin mengunci waktu dan tetap seperti ini selamanya.
"Ok baiklah mari kita kesana? Hm"gumam Kencana yg telah melepaskan pelukan tadi.
"Ayo.."Tuan tanah muda sangat bersemangat.
Benar2 laki laki bodoh, gadis itu begitu baik terhadapnya dia bahkan lebih telaten mengurusi dirinya di bandingkan calon tunangan nya itu, namun sikap egois dan obsesi tanpa batas itu merajai nya, tidak tidak memikirkan hal lain selain cinta semu nya itu.
***
"Kau cantik"Ariska memoleskan kuas Blush on di pipi sang adik yg merona, bukan karna tersipu bahagia tapi karna Blush on itu memiliki warna yg cukup mencolok.
"Percuma hm"Ziah tersenyum miring di wajah cantik yg di tekuk nya.
"Sudahlah, kau tau istilah inevitable fate?"Ariska membenarkan sanggul Ziah dan merapikan rambut gadis itu.
"Dan aku akan mati pada akhirnya bukan?"Ziah berdiri meneguk segelas teh yg tergeletak manja di atas meja nakas.
"Haha, dek dek, setiap manusia itu pasti akan mati, itulah hal yg paling adil di dunia ini"Arisa mencerminkan dirinya merapikan Kebaya Kuning bertabur Emas yg ia kenakan yg berhasil membuat dirinya terlihat ayu di hari bahagia ini.
Apa hari bahagia? Bukan itu bencana bagi Fauziah?
"Bagaimana apa aku seperti nyonya tuan tanah muda?"ejek Ziah, seraya mengembang kedua tangannya memperlihatkan Kebaya Merah bertabur kilauan Mutiara dan di hiasi benang emas di setiap sisinya.
Di tambah paduan Rok Pens panjang berbahan Batik mewah, gadis itu menjelma menjadi Bidadari hari ini, anggun menawan dan sangat cantik.
"Sudahlah berhenti bersikap konyol"Ariska memasangkan Eye Liner pada kelopak matanya.
"Aku tidak konyol, kalian yang konyol "ucap Ziah pelan, dia kembali meneguk cangkir teh itu.
"Kau bilang apa?"Ariska samar2 mendengar perkataan Ziah, kuas Aye Liner gadis itu berhenti di pertengahan kelopak matanya.
"Oh tidak..Aku tidak ngomong apa2, silahkan lanjutkan, eye liner itu bisa mencocol mata mu nanti"Ziah tersenyum kecut.
Ariska kembali berbalik ke arah cermin dan menyempurnakan polesan eye liner itu.
"Sial, ini teh apa kehidupan aku sih? Sangat pahit"upat Ziah, kenapa gadis ini malah mengupat pada teh yg tidak tau apa apa itu.
Padahal si teh sudah menghilang dari cangkirnya kenapa baru sadar kalau rasanya pahit, gadis ini ngasal berbicara fikiran nya terlalu jauh, jauh dan entah singgah di mana saat ini?