Chereads / Friend and Rival / Chapter 2 - Sistem Kasta

Chapter 2 - Sistem Kasta

Berada di kelas yang isinya orang-orang pintar dan jenius mungkin saja merupakan dambaan bagi setiap murid.

Kenapa harus aku yang ditempatkan di sini?

Bersaing dengan mereka yang jenius.

Bersanding dengan mereka yang mempunyai reputasi.

>==o==<

Untuk saat ini, tidak ada murid yang tau alasan di balik penempatan Rafael Tendranatha di kelas A. Bahkan Rafael sendiri belum mengetahui sama sekali akan hal itu. Dia masih duduk termenung di kursinya sambil berpikir jika pembagian kelas ini tidaklah masuk akal. Sikapnya membuat murid kelas A yang lain memerhatikannya. Hingga pada akhirnya, seorang murid di sebelah kanannya mengajak dia berbicara.

"Hei ... kamu Rafael, 'kan? Kamu pakai 'itu' untuk masuk ke kelas A?" tanyanya sambil tersenyum.

"Namamu Riki Pratama, kan? Peraih mendali emas atletik cabang lompat tinggi dan juara dua olimpiade fisika tingkat regional," balas curiga Rafael kepada lelaki berperawakan barat berkulit putih dengan warna rambut coklat kepirangan nan gelap.

"Waw kamu tau tentangku ya ... tapi ... gak baik loh mengalihkan topik, jadi apakah benar kamu pake 'itu' untuk masuk ke kelas ini?" sahutnya kegirangan.

"Aku tak mengerti maksudmu, memangnya aku memiliki prestasi ya?" ujar Rafael terheran dengan ucapannya.

Namun tak lama, kegirangannya pun luntur dan membuatnya sedikit kebingungan karena ujaran dari Rafael.

"Eh? Gak ingat ya? Ah sudahlah ... tak usah dibahas," ucap Riki lalu membuang pandangan.

Seketika Rafael menarik kerah baju Riki dan menatap matanya dengan sangar. Respon Riki hanya datar dan merasa pernah melihat tatapan itu sebelumnya.

"Itu yang kamu maksud apaan hah?!" tegas Rafael.

"Sudah kuduga tatapanmu mirip dengan seseorang yang mampu menaklukan sembilan puluh enam persen dari-"

Ucapan Riki langsung dibungkam dengan tangan kiri lalu membalas ucapannya dengan penuh emosi, "sebaiknya jangan mengatakan hal itu di sini, yang kulakukan itu bukanlah sebuah prestasi."

Riki sendiri mulai merasa kesal, namun masih ingin menahan perasaan itu. Dia mulai perlahan menyingkirkan tangan Rafael dari mulut dan kerahnya. Lalu merapikan kerah dan dasinya. "Ayolah tak usah malu-malu untuk memberitahukan hal itu. Kita semua di sini pastinya memiliki sebuah kelebihan, apalagi kelebihanmu yang mampu-"

"Ssstt ... sekali lagi kau mengatakan hal itu, aku tidak segan-segan membuat hidupmu tidak tenang," ancam Rafael.

"Oh, oke. aku ngerti ...," jawab Riki tak menunjukan ekspresi apapun.

Rafael memalingkan pandangan ke depan. Riki yang terdiam juga nampaknya mulai fokus terhadap kepala sekolah yang masih membacakan absensi pembagian kelas. Meskipun begitu, Riki tetap bersikeras untuk menyinggung apapun mengenai Rafael.

"Meskipun kamu berusaha melupakan masa lalu, kuharap kamu tetap menerapkan potensi itu saat berada di kelas ini."

"Maksudmu?"

Riki mencoba melipat kaki kanannya ke kiri dan berkata sembari tetap melihat ke arah kepala sekolah, "ingatlah ... tidak selamanya orang pintar dan jenius, memiliki watak yang waras."

Rafael sedikit terkejut setelah mendengarkan perkataan tersebut dari seseorang yang cukup berprestasi baginya.

>===×===<

Selang waktu beberapa menit Kepala Sekolah membacakan daftar pembagian kelas.

"Jadi untuk anggota kelas E adalah sisa murid-murid yang berada di belakang tempat duduk kelas A. Untuk para murid kelas E dipersilahkan pindah menuju tempat duduk yang telah disediakan," jelas Kepala Sekolah.

Rafael sempat melirik ke beberapa kelas dan menghafal wajah-wajah serta sikap mereka. Dia sedikit penasaran dengan sistem pembagian kelas yang menurutnya terlalu rancu akan tetapi terstruktur. Dia berpikir seperti itu karena yang dilihat di sana ada beberapa murid-murid dari golongan keluarga kaya dikumpulkan dalam suatu kelas. Pada saat itu juga dia berspekulasi bahwa kelas itu berisikan orang-orang kaya.

Pembawa acara mulai menyalakan kembali micnya. "Acara selanjutnya, yaitu sambutan dari Bapak Kepala Sekolah. Waktu dan tempat kami persilahkan."

Kepala Sekolah yang sedari tadi telah menyiapkan teksnya, kini sedang menatap satu per satu kelas. Hingga pada akhirnya ia memulai pidatonya.

"Selamat pagi para murid kelas sepuluh ...."

"Selamat pagi, Pak," jawab serentak.

"Pada pagi hari ini kita semua telah diberi kesempatan oleh yang Mahakuasa untuk berkumpul di tempat ini. Selain itu kita semua telah menyelesaikan pembagian kelas dengan aman dan lancar. Yang ingin bapak sampaikan tidaklah begitu panjang ... dan itu hanyalah sebuah sambutan selamat datang ...."

Kepala Sekolah sedikit terdiam dan mengambil jeda untuk melihat beberapa teksnya. Setelah usai, ia menarik nafas kembali dan melanjutkannya.

"Jadi untuk para murid kelas sepuluh! Bapak ucapkan selamat datang di Wissenschaft High School. Meskipun, sekolah ini adalah sekolah swasta, janganlah berkecil hati. Kwantitas serta kualitas sekolah kita sama elitenya dengan sekolah negeri! Sistem-sistem dan aturan tata tertib pastinya telah dikembangkan secara signifikan. Selain itu, yang ada di hadapan bapak ini, pastinya adalah murid-murid kompeten yang dikelompokkan ke dalam beberapa kelas ... dimulai dari kelas A, B, C, D, dan E. Pembagian kelas ini juga didasarkan atas pendaftaran waktu serta latar belakang murid."

Kepala Sekolah kembali mengambil jeda dan melihat ke arah teks. Di sisi lain, setelah mendengarkan sambutan itu, Rafael sepertinya mulai mengerti suatu hal. Akan tetapi, dia mencoba menutup-nutupi kenyataan dan tidak memedulikan hal itu.

Kepala Sekolah kembali melanjutkan pidatonya. "Tujuan sebuah sekolah pastinya membuat para muridnya menjadi cerdas dan pintar. Akan tetapi, Sekolah ini memiliki ciri khas tujuan tersendiri yaitu, menciptakan insan-insan cerdas yang mampu menguasai segala aspek, terutama aspek sosial dan kerja sama. Maka daripada itu, tujuan pembagian kelas adalah untuk melihat perkembangan tiap-tiap kelas yang mampu membawa mereka ke tingkatan yang lebih tinggi."

Di tengah pidato kepala sekolah, para murid terlihat kebingungan dengan tujuan pembentukan yang disebutkan oleh Kepala Sekolah. Namun, tidak dengan murid-murid dari kelas A yang sedari tadi terlihat tidak mendengarkan hal itu.

"Di sekolah ini ada sebuah tradisi dalam memacu perkembangan kelas-kelas yang ada. Kami menyebutnya 'Sistem Kasta', sistem yang kami maksud disini tak sama seperti yang kalian pelajari dalam pelajaran sejarah di bangku SD dan SMP. Sistem Kasta menurut kami, abjad bukanlah lagi penentu tinggi rendahnya kualitas suatu golongan atau kelompok. Kami juga tidak membiarkan huruf-huruf yang ada di depan kalian menjadi sebuah huruf begitu saja," jelas Kepala Sekolah mengambil jeda lagi lalu melihat ke arah kelas A.

"Bagi kalian semua! Selain murid kelas A, kalian semua mendapatkan kesempatan untuk berdiri di kasta tertinggi! Tentu saja berdiri di kasta tertinggi akan mendapatkan banyak keuntungan, namun sayang bapak harus merahasiakan itu demi memacu keinginan kalian semua," tegas Kepala Sekolah.

Para murid kelas A yang sedari tadi tidak peduli, kini mulai terpancing perhatiannya dan menatap Sang Kepala Sekolah.

"Lalu bagaimana caranya? Demi menunjang Sistem Kasta ini, maka setiap semester kedua, akan dilaksanakan Class War yang harus diikuti oleh setiap kelas sebagai pengganti ujian kenaikkan kelas," sambung Kepala Sekolah.

Para murid sedikit bingung tentang Class War tersebut, terutama murid dari kelas A.

"Mungkin tak sedikit yang tak paham, namun detail dari Class War ini akan diumumkan tiga bulan sebelum memasuki semester kedua, jadi untuk saat ini kalian semua hanya perlu mengisi semester satu ini dengan cara memperbanyak ilmu dan kemampuan agar dapat memenangkan Class War nanti," sambung Kepala Sekolah.

Setelah Kepala Sekolah menjelaskan hal tersebut. Nampaknya, murid-murid dari kelas A tetap merasa cuek akan hal itu. Lain halnya dengan murid-murid dari kelas lain yang perasaan, sikap, raut wajah terlihat campur aduk. Namun, Kepala Sekolah hal menghiraukan hal tersebut.

"Ingat pesan dari bapak! Abjad bukanlah lagi penentu tinggi rendahnya kualitas suatu golongan atau kelompok. Untuk saat ini, peringkat kelas masih dalam urutan awal yaitu pertama yaitu kelas A dan peringkat kedua kelas B dan seterusnya. Namun di sisi lain, dengan cara melewati kegiatan Class war dan naik ke kelas sebelas. Bisa saja akan merubah peringkat kelas dimana kelas E mendapatkan posisi kedua dan kelas B di posisi bawah kelas yang lainnya juga bisa begitu. Itu semua tergantung usaha serta kerja sama tiap kelas," lanjut Kepala Sekolah.

Tatapan murid selain kelas A mulai tajam dan nampaknya sedang merencanakan sesuatu. Dari kelas A sendiri sepertinya tidak menyadari hal tersebut dan tetap tidak peduli dengan suasana saat ini.

"Seperti yang bapak katakan tadi, hasil akhir peringkat akan diputuskan saat kenaikkan semester. Hadiah bagi kalian yang berhasil bertahan atau menuju peringkat atas hingga pergantian semester akan mendapatkan sesuatu dari pihak sekolah, tentunya hal itu sangat rahasia. Hanya kelas pemenang yang akan mengetahui hadiah atas perebutan peringkat tersebut."

Sejenak Sang Kepala Sekolah memberi jeda pada pidatonya dan membereskan beberapa teksnya. Setelah itu ia berpikir harus menyudahi sambutannya.

"Bapak minta maaf karena memperpanjang topik. Padahal bapak hanya ingin mengatakan sambutan malah menjelaskan hal ini. Itu saja dari saya selaku Kepala Sekolah Wissenschaft. Saya ucapkan terima kasih dan selamat pagi."

Kepala Sekolah telah menutup Pidatonya dan Pembawa Acara langsung melanjutkan ke acara berikutnya, seperti penandatangan absensi, penampilan dari kakak kelas, sepatah dua kata dari ketua OSIS, serta pembagian buku tata tertib.

Hingga pada akhirnya acara telah selesai dan setiap kelas diberi pilihan untuk kembali ke asrama atau menuju ruang kelasnya.

>===o===<

Cerita ini adalah Fiksi.

Semua orang, kelompok, tempat, dan nama yang muncul di cerita ini.

Tidak ada kaitannya dengan dunia nyata.