Chereads / Do'aku Untuk Jodohku / Chapter 2 - Bab 1 Bumbu Masakan (Cinta)

Chapter 2 - Bab 1 Bumbu Masakan (Cinta)

Al, kita pisah saja.

Al, kamu terlalu baik.

Al, kita udah gak sejalan lagi.

Al, maaf aku dijodohkan dengan pria lain atas kemaun orang tuaku.

"Hentikan!!!"

Aku terbangun dari mimpi buruk yang penuh bisikkan setan ini. Tubuhku lemas tak berdaya, menahan remuknya hati yang sudah berulang kali disakiti, hingga akhirnya yang aku rasakan hanyalah kehampaan. Cukup bodoh untuk berpikir kalau aku ini adalah orang yang paling sial di dunia, padahal kan ada saja yang lebih buruk dariku.

Cahaya matahari yang masuk dari jendela kamarku sudah sangat cukup menandakan bahwa ini sudah 2 tahun aku menjalani hidup semenyedihkan ini. Dalam kurun waktu itu, aku tak pernah melakukan apapun dan hanya mengurung diri. Banyak orang berpikir kalau aku sudah tidak ada dan itu sangat membantuku dalam proses penghapusan diri.

Aku bangun dari kasur lalu mencoba untuk berjalan keluar dari kamarku menuju kamar mandi. Dalam perjalanan aku melihat Ibu yang sedang menyiapkan makanan untuk sarapan pagi. Bukannya sombong, dikarenakan aku ini anak yang berbakti kepada ibunya, aku mengurungkan niat ke kamar mandi dan membantu Ibu.

"Sini Bu, biar Al bantu."

"Ah, iya. Ini wajannya, tolong masakkan nasi goreng seperti biasa."

Ibu membiarkanku untuk membantunya. Meskipun aku sudah rusak begini, hanya Ibu yang satu-satunya menerimaku. Bagiku, Ibu memang segalanya.

Aku meracik beberapa rerempahan sebagai bahan tambahan untuk nasi gorengnya. Setelah selesai, aku memasukkannya terlebih dahulu ke dalam wajan yang sudah ada sedikit minyak goreng panas di dalamnya. Setelah beberapa saat, aroma dari rempahannya mulai tercium, lalu aku masukkan lagi nasi yang sudah ada di dekatku dan mulai memasak nasi goreng.

Kau tahu apa yang menjadikan nasi goreng itu pahit? Ketika selesai memasukkan nasinya, kau perlu menambahkan bumbu utama untuk resepnya. Ketika kau menambahkan cinta di dalamnya, rasa dari makanan itu akan terasa sangat pahit dan membuat nafsu makanmu hilang begitu saja bak ditelan bumi.

Setelah selesai memasak, aku meninggalkan dapur dan kembali pada tujuan awal, pergi ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhku.

***

Keluar dari kamar mandi, seperti biasa Kakak Ipar sudah menunggu aku selesai mandi dan berganti denganku. Jujur saja dia selalu tersenyum dengan siapapun dan itu cukup aneh buatku. Namun, tidak ada salahnya tersenyum kepada orang lain karena itu termasuk ibadah. Akupun pergi ke kamar untuk ganti baju dan kembali lagi ke dapur.

Di dapur semua orang sudah berkumpul untuk makan pagi. Ada aku, Ibu, kakakku yang kedua, keponakanku dan Kakak Ipar. kami berenam mulai melakukan apa itu yang disebut makan pagi bersama oleh kebanyakan orang.

Sinis menatapku yang sedang makan, kakak keduaku, Dila Marshanda, biasa dipanggil Dila mulai berbicara.

"Al, kamu itu udah 18 tahun, seharusnya kamu lebih mikir tentang lanjut sekolah atau kerja. Hidup di dunia ini juga butuh duit bukan cuma numpang, tahu!" ucap Dila sambil memberi makan kedua anaknya.

"Itu benar Al, kamu kan sudah dewasa, pasti bisa berpikir jernih. Bagaimana kalau lanjut sekolah?" saran Ibu menambahkan.

"Maaf ya, aku gak ada niat buat melakukan sesuatu. Terserah kalian mau bilang apa, aku gak peduli."

"Al! Kamu itu bukan anak-anak lagi!" bentak Dila sambil mengacungkan jari telunjuknya ke arahku.

Melihat itu, segera suaminya, kakak iparku, Ferry mencoba untuk menenangkan Dila.

"Sudah-sudah ... mungkin Al punya alasan sendiri, kamu gak bisa maksa dia melakukan apapun yang dia mau," ucap Kak Ferry sambil menurunkan telunjuk milik Dila yang masih mengarah kepadaku dengan lembut.

"Tapi, Mas. Dia ini kan .... "

Sebelum Dila selesai protes, aku segera beranjak dari posisiku dan meninggalkan mereka.

"Yasudah, aku mau kembali bertapa lagi."

"Al!" panggil Dila.

Tanpa mempedulikan panggilan itu, aku masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Itulah kenapa aku memberitahumu agar tidak menambahkan cinta di dalam masakan. Bumbu fiktif itu akan membuatmu tak selera dan akhirnya mati kelaparan.

Aku merebahkan diri di atas kasur dan kembali menutup mata.

"Kembali lagi tidur."

Perlahan, pikiranku mulai kosong dan akhirnya aku tertidur seperti biasa.