Kepalaku rasanya sangat pusing, aku benar-benar ndhak tahu apa ini karena sudah dua hari ini aku ndhak makan, atau karena masuk angin. Atau bahkan, karena selama beberapa hari ini ndhak bisa tidur. Aku berjalan pulang, sambil menimang-nimang beberapa hari terakhir yang bisa kuhabiskan dengan Manis, senyumnya, wajahnya, candanya, bahkan... air matanya.
Aku pun ingat saat dia berkata jika ingin menjodohkan anak keduanya denganku. Dan itu benar-benar membuatku tersenyum. Anak kedua? Omong-omong kenapa Manis berkata anak kedua? Lantas di mana anak pertamanya? Apa dia pikir jika anak pertamanya ndhak mungkin bisa bersatu denganku karena sampai sekarang aku belum memiliki penggantinya? Bukan... pasti bukan itu.
Aku terdiam sesaat mengingat kejadian tadi, tatkala aku melihat peruc Manis yang kini tampak membuncit. Aku ingat benar jika Manis memiliki perut datar yang begitu menggemaskan, dan itu bukanlah perut seperti orang....