Selepas berpetualang dari Pulau Karang bersama Junior dan Bemo, aku hanya beristirahat beberapa hari di rumah dan langsung menuju ke Cina. Junior dan Bemo pulang ke Jakarta dan akan segera menyusul -katanya, meski akhirnya mereka mengabari kalau akan mampir dulu ke rumah mendiang kakeknya Junior di Jawa.
Adam Arnett si Mata Empat Melorot itu mengatakan sesuatu saat kami bertemu di Pulau Karang. Dia keceplosan bicara bahwa terakhir dia mendengar kabar tentang Yodha yang kabur ke Negeri Tirai Bambu -dasar mulut ember. Hal itu membuatku teringat akan keberadaan seseorang yang tinggal di sana, seorang kolega lama dari Yodha yang juga aku kenal dan juga pernah kami kunjungi bersama saat kami masih muda.
Yodha bodoh sekali, sih! Apa yang membuatnya kabur ke sana sampai tega meninggalkan Junior bertahun-tahun? Atau dia mencari keturunan dari salah satu para Ksatria Themeus lain yang berada di Tibet seperti yang ditulis di catatan milik Harry Wahl? Lalu kenapa dia tidak mengajakku? Apa karena waktu itu aku sudah mulai terlihat gendut dan susah berlari? Mungkin?
Aku tiba di sebuah kota yang berada di provinsi Yunan -salah satu provinsi di Cina. Terakhir kali aku tiba di sini, tempat ini belum terlalu modern seperti sekarang. Tentu saja, karena terakhir kali aku ke sini sudah lebih dari 30 tahun yang lalu. Jangankan kota ini, dunia pun sudah berubah. Ah, dasar aku.
Yang terpenting, untuk sekarang ini aku harus menemukan seseorang yang bernama Liu. Hanya orang itu yang aku ingat jika berbicara tentang teman Yodha yang berasal dari negeri ini. Aku tidak ingat siapa nama lengkapnya, yang jelas bukanlah Liu Kang.
Seseorang menepuk pundakku begitu aku keluar dari bandara. Pria muda berwajah oriental mengenakan jaket parasut tebal berwarna kuning, bercelana jeans dan bertopi berwarna merah -sungguh paduan yang sangat norak.
"Halo, Tuan!" kata pria itu menyapa dengan menarik ujung topinya. "Sepertinya anda baru pertama kali ke sini. Anda butuh pemandu wisata?"
"Oh, terima kasih. Aku sudah hapal betul tempat ini dan aku tahu harus ke mana," jawabku.
"Supir taksi di sini tidak ada yang sehebat aku dalam menghapal setiap jalan-jalan yang ada di sini," katanya lagi.
Orang satu ini benar-benar sangat mengganggu. Baru saja aku datang ke sini dan sudah bertemu orang asing yang begitu ingin aku mengikutinya.
"Hahaha. Apakah kau juga mendapat julukan manusia peta atau pria GPS?" kataku yang lalu berjalan meninggalkannya untuk mencari taksi.
Aku menghentikan sebuah taksi yang lalu berhenti di depanku. Saat aku sudah membuka pintu, pria tadi langsung mencengkeram gagang pintu dan menutupnya kembali. Supir taksi yang sudah hendak turun guna membantuku, mengurungkan niatnya dan kembali masuk ke mobilnya. Supir taksi itu langsung tancap gas begitu pria di sampingku melotot padanya.
"Apa hukumnya di negara ini jika ada orang asing yang memukul seseorang yang baru saja ia temui?" kataku padanya.
"Tidak ada. Pukul saja aku," kata pria itu dengan enteng.
Tanpa berpikir lama aku menaruh tasku dan langsung melayangkan pukulan mautku ke arah wajahnya. Tapi, rupanya di bisa menghindar dan dengan cepat langsung berada di belakangku. Hanya sepersekian detik aku merasakan dua pukulan di kanan dan kiri punggungku dan juga satu cubitan jari di bagian belakang leherku. Tiba-tiba saja tubuhku terasa kaku dan susah bergerak. Aku hanya bisa menggerakkan kakiku dan memutar tubuh memandangnya dengan pose sedang memukul lawan. Otot-otot tubuh bagian atasku terasa kaku dan sakit jika kugerakkan.
"Kau kira jurus totokan itu hanya mitos dan hanya ada di film-film kolosal?" kata pria itu tanpa senyum kemenangan sedikit pun padahal sudah mengalahkanku kurang dari satu detik.
Memang aku sendiri terkejut dengan apa yang terjadi. Dulu aku suka sekali menonton film-film kungfu dan terdapat jurus konyol seperti ini. Kukira itu hanyalah karangan dan menurutku sangat lucu melihat musuh menjadi kaku seperti patung dengan pukulan yang hanya menggunakan jari. Tapi tidak sepenuhnya seperti patung, aku bisa menurunkan tanganku meski terasa sangat sakit dan susah digerakkan.
"Eerrggh ... errgh ...." Aku hendak mengatakan sesuatu, tetapi hanya suara erangan pelan yang keluar dari mulutku.
"Oh. Bagian belakang leher tadi untuk membuatmu tidak bisa bicara sementara waktu," katanya.
Dia lalu mengambil tasku dan memapahku berjalan. Meski tubuhnya kecil dan hanya setinggi pundakku, pria ini seperti merasa tidak terbebani dengan berat tubuhku yang sampai membungkuk agar bisa dipapah olehnya. Untung saja kakiku masih bisa kugunakan untuk berdiri. Sialan! Mau dibawa ke mana aku. Baru juga datang sudah bertemu orang jahat.
"Hai! Jangan khawatir. Temanku ini mabuk perjalanan udara," katanya pada setiap orang yang kami lewati dan memandang ke arah kami.
Dia membawaku ke sebuah mobil berwarna hitam yang diparkir jauh dari pintu keluar bandara dan mendudukkan aku di dalamnya. Tasku dilemparkan saja ke kursi belakang dan dia langsung duduk di belakang kemudi lalu kami meninggalkan bandara dan entah aku akan dibawa ke mana.
Saat perjalanan, pria ini tidak berkata sepatah kata pun, bahkan tidak melirikku.
"Eeerggh ... errrgh. Eeergh?" Aku mencoba memulai pembicaraan.
"Tenang saja. Aku tidak akan menjadikanmu sebagai makanan untuk Qilin," katanya.
Apa? Dia baru saja menyebut makhluk mitos. Tapi memang makhluk itu sudah umum disebut namanya di sini bahkan untuk orang awam yang menganggap mereka benar-benar hanya mitos.
"Mereka tidak makan manusia tentu saja. Kau pasti tahu hal itu, kan? Meski aku yakin dari banyak makhluk mitologi yang kau temui, kau belum pernah melihat mereka."
"Eeergh? EEERGH! EEERGH!" Kali ini aku benar-benar ingin bicara pada orang misterius ini.
Orang ini menyentuh belakang leherku dengan sebelah tangannya dengan cepat lalu kembali kedua tangannya memegang kemudi mobil.
"Kau pernah bertemu Qilin?!" tanyaku padanya dengan nada keras. Gerakan pria ini tadi membuatku bisa kembali bicara, tapi badanku belum bisa kugerakkan dengan leluasa.
Pria ini mengerutkan dahi, tanda ia keheranan dengan pertanyaanku tadi.
"Cih! Jika orang lain pasti akan bertanya tentang siapa aku dan kenapa aku melakukan ini padamu. Tapi aku tak heran jika kau lebih tertarik dengan makhluk mitologi," katanya.
"Kau tidak keberatan membeskanku dulu dari jurus 'kutukan mitos dari film kolosal' ini?"
Pria itu dengan cepat mencubit bagian bawah ketiakku dan lalu aku merasakan otot-otot tubuhku tidak lagi sakit dan kaku.
"Huft ... aku merasa konyol dengan adegan ini," kataku.
"Kau sudah kalah dariku jadi diamlah dan menurut saja."
"Hei. Aku tidak menyerangmu lagi bukan karena aku kalah, tapi karena kita ini sedang di dalam mobil. Aku belum mengeluarkan jurus terbaikku," kataku.
"Sebuah bualan besar untuk seorang yang kalah," kata pria itu dengan pelan.
"Jadi kau sudah mengetahui siapa aku dan berniat ingin menculikku. Kau juga bagian dari 'mereka' rupanya. Sialnya aku, baru datang sudah langsung ketahuan. Kelompok kalian benar-benar hebat. Siapa namamu?"
"Jacky," jawab orang itu dengan cepat dan tanpa ekspresi.
"Jacky Chan? Pantas saja kau hebat."
"Huh? Bukan. Hanya Jacky saja."
Tiba-tiba dia menghentikan mobilnya.
"Kita sudah sampai. Ambil tasmu dan turunlah! Orang yang kau cari ada di rumah itu," kata Jacky sambil menunjuk ke sebuah rumah yang hanya terlihat pintu gerbangnya saja yang terbuat dari kayu karena dikelilingi oleh tembok bercat putih dan tinggi.
Kali ini aku benar-benar terkejut dengan apa yang dia lakukan dan katakan. Ini tidak seperti yang aku perkirakan.
"Apakah orang yang kau maksud adalah Liu?" tanyaku.
"Siapa lagi?"
"Jadi kau sebenarnya adalah orang suruhan Liu untuk menjemputku? Bagaimana dia tahu aku akan ke sini?"
"Bukan! Aku bukan suruhannya. Turunlah cepat! Atau aku akan memberimu jurus yang bisa membuatmu tidak bisa buang air besar selama seminggu."
"Kau tidak sopan kepada orang tua, Jacky."
Aku mengambil tasku dan ke luar dari mobil. Sesaat sebelum aku keluar, aku melihat pria muda ini tersenyum dan memegang topinya seperti sedang memberi hormat.
"Semoga berhasil, Profesor."
Jacky menutup pintu mobil dan berlalu dengan cepat hingga kendaraannya itu menghilang di tikungan.
....