Harry terlihat antusias mengamati ekspresi kami yang baru saja terkejut karena mendengar namanya.
"Kenapa? Kalian tidak asing mendengar namaku?" tanya Harry.
Ya, dia adalah pemilik catatan rahasia yang didapatkan Nick waktu ke Wales puluhan tahun yang lalu. Dari cerita Nick, dia adalah seorang Novus. Namun, saat kami bertemu Adam di pulau karang, orang tua berkacamata itu bilang bahwa Harry mengkhianati mereka. Entah ini sebuah kebetulan yang menguntungkan atau sesuatu yang lain, aku sangat terkejut bisa bertemu dengannya di sini. Jauh dari dunia luar. Tapi, kukira dia seorang yang sudah tua. Sedangkan pria yang duduk di depanku ini tidak kelihatan jika dia sebenarnya orang dari masa lalu.
"Wow! Aku tahu anda! Anda orang Wales, kan? Aku mendengar seseorang bercerita tentang anda." Bimo yang bermulut ember langsung berkata tanpa direncanakan.
"Sudah kuduga, aku terkenal. Padahal aku sudah lama tidak kemana-mana." Harry kembali tersenyum hingga menampakkan giginya -lagi.
"Dunia memang sempit," kataku. "Aku tidak ragu untuk mengatakan ini. Bahwa kau pasti sudah mengenaliku meski kita belum pernah bertemu. Atau dengan kata lain, kau tahu bahwa aku memiliki hubungan dengan orang yang kau kenal. Itulah alasanmu menangkapmu."
"Kami, lebih tepatnya." Bimo ikut menyambung ucapanku.
"Jadi kau bagian dari kelompok itu. Dan kau menangkap kami, berniat untuk mengambil sesuatu lalu menyingkirkan kami, bukan?" tanyaku pada Harry.
Aku berusaha semaksimal mungkin menyembunyikan keterjutanku, agar seolah-olah aku sudah tahu tentangnya.
Awalnya wajah Harry menunjukkan ekspresi bertanya-tanya. Keningnya berkerut. Lalu dia memejamkan mata, menaruh kedua telunjuknya di kedua sisi pelipisnya, seolah sedang berpikir dan tiba-tiba tersenyum lebar lagi.
"Hebat!" kata Harry sambil melepas kedua telunjuknya dan mengarahkan pada kami. "Kau cocok sebagai detektif, Anak Muda."
"Itu memang pekerjaan kami," kata Bimo.
"Oh, ya? Bagaimana kalau kalian membantuku menyelediki siapa yang mencuri mantelku? Kurasa Hoggy atau Oddy yang mencurinya dan aku bingung siapa menentukkan salah satunya." Harry menuruh telunjuknya di kening sambil memejamkan mata seolah sedang berpikir. Tingkah orang ini benar-benar menyebalkan.
"Atau, sebenarnya kau tidak sehebat itu?" Harry tiba-tiba tersenyum lebar kembali dan menatapku. "Bagaimana kau bisa menemukan mantelku, jika kau saja belum bisa menemukan ayahmu."
Aku langsung berdiri dan sesaat ingin memukul wajah orang ini tapi aku mengurungkan niatku. Aku hanya mengepalkan tinjuku dan terus menatapnya.
"Aku tahu kau pun sebenarnya tidak mengetahui di mana dia saat ini. Jangan bicara seenaknya tentang ayahku."
"Ya, kau benar. Aku tidak tahu di mana Edward berada. Setidaknya untuk saat ini. Tenanglah! Ayo, duduk lagi!" Harry mencoba menenangkanku.
"Wah! Bagaimana anda bisa kenal dengan Pak Edward dan tahu kalau beliau itu ayah dari dia, Mr. Wahl?" tanya Bimo sambil menunjukku. Kurasa aku tidak akan ikut menjelaskan tentang pertanyaan bodohnya. Dan kenapa dia bisa berbicara dan bersikap sopan seperti itu terhadap musuh?
"Apa kau juga heran kenapa presiden-presiden atau raja-raja di setiap negara itu saling mengenal? Atau setiap kepala polisi di seluruh daerah juga saling mengetahui meski belum pernah bertemu?" Harry balik bertanya pada Bimo.
"Hmmm ... kalau itu aku tidak terlalu heran, sih," jawab Bimo.
"Ya, begitulah. Kau tak perlu tanyakan itu." Harry lalu memalingkan wajahnya dari Bimo yang sepertinya masih berpikir. Untung saja Bimo tidak bilang; 'tapi kalian bukan presiden atau polisi', kalau dia benar berkata seperti itu, akan kupukul kepalanya.
"Jadi, kau ingin memintaku menyerahkan sesuatu padamu?" Aku tahu, Harry berniat mengambil segel yang telah kudapatkan sebelumnya dan benda itu memang sedang diincar oleh Novus.
"Kita baru bertemu, kenapa kau terlihat tidak begitu menyukaiku?" Harry menyilangkan tangannya dan wajahnya terlihat serius, meski sepertinya dibuat-buat.
"Dengar, anak muda! Aku tahu tujuanmu adalah mencari ayahmu. Itu saja, kan? Aku di sini untuk menawarkan bantuan untukmu."
"Bantuan seperti apa?" tanyaku.
"Sebelumnya aku ingin bilang, agar kau tidak salah paham denganku. Aku bukan lagi seorang Novus bahkan aku diburu oleh mereka. Tidak mudah untuk melanjutkan hidup sebagai seorang pelarian karena kita menyimpan rahasia dan mereka mengkhawatirkan hal itu membahayakan mereka."
"Kenapa kau meninggalkan mereka?" tanyaku.
"Sebelum manusia diturunkan ke dunia, Bumi ini adalah rumah dari ribuan jenis makhluk yang berakal. Pemimpin dari mereka adalah makhluk yang berjenis Titan. Mereka memimpin dunia sebagai raja dan menjalankannya dengan baik -menurut para Novus, sih. Singkat kata, setelah kemunculan manusia di Bumi, terjadi perselisihan antara manusia dengan para Titan. Titan tetap menjadi raja di Bumi dan memerintah seluruh makhluk dan mereka tunduk pada Titan, namun tidak dengan manusia. Karena akal manusia yang lebih cerdas dari titan dan pertumbuhan mereka yang begitu cepat, Titan merasa khawatir dengan eksistensi manusia."
Harry bercerita dengan mimik muka serius yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya.
"Para Titan mengambil beberapa manusia pada waktu tertentu untuk mereka makan dengan alasan mengontrol populasi manusia. Sebagai gantinya, para Titan membantu manusia mendapatkan makanan untuk mereka seperti mengeluarkan material subur dari tanah, mengontrol angin dan memberi mereka hujan dengan kekuatan titan agar manusia bisa bercocok tanam dan mendapatkan makanan yang berlimpah. Para Titan juga melindungi manusia dari bencana seperti gunung meletus, gempa bumi atau gelombang pasang, meski aku tahu sebenarnya beberapa kejadian adalah ulah para Titan itu sendiri karena mereka bisa membuat itu."
"Bukankah dengan itu manusia dijadikan seperti hewan ternak bagi mereka?" kataku.
"Kau benar," jawab Harry. "Tapi yang mengejutkan, karena itu manusia terbagi menjadi dua kelompok; Penentang Titan dan penyembah Titan. Para pendukung dan penyembah Titan berpikir bahwa Titan adalah 'Dewa' bagi mereka dan layak diberi persembahan manusia meski itu keluarga atau diri mereka sendiri. Mereka juga takut jika Titan tidak membantu mereka, mereka tidak akan mendapatkan makanan dan selalu tertimpa bencana sehingga manusia tidak bisa bertahan di Bumi."
"Bodohnya manusia-manusia itu," kataku.
"Hmmm. Memikirkan itu seperti memikirkan 'bagaimana bisa para binatang di sabana yang tetap menyembah Simba Raja Singa padahal mereka akan dimangsa oleh raja mereka', ya 'kan?" kata Bimo sambil mengusap dagunya.
"Ya, terserah kau -lah." Aku hanya melirik Bimo dengan pemikiran bodohnya itu.
"Benar juga, sih." Terlihat Harry juga melakukan hal yang sama dengan Bimo dengan meniru gerakan dan ekspresi Bimo. Ternyata orang ini sama bodohnya.
"Memangnya anda tahu Simba?" tanya Bimo.
"Wohoho. Jangan kau kira aku lama menghilang dan berada di tempat seperti ini membuatku tidak tahu apapun yang terjadi di luar sana." Harry kembali memasang senyum anehnya yang seram.
"Teruskan ceritamu!" kataku.
"Para penentang Titan meninggalkan tempat asal mereka dan berniat membuat pemukiman baru, namun tentu saja Titan tidak tinggal diam. Para Titan terus memburu mereka di manapun manusia-manusia itu berada. Pada akhirnya, para penentang Titan ini mendapatkan sebuah cara dan kekuatan untuk melawan dan akhirnya titan bisa dimusnahkan. Tapi, seperti halnya makhluk lain, Titan juga berkembang biak. Meraka memiliki keturunan dan beberapa diantaranya adalah Echidna dan pasangannya, Thypon. Manusia penentang mereka memiliki pahlawan-pahlawan yang mempunyai kekuatan dan senjata untuk melawan monster-monster itu. Ironisnya, di sisi lain, Thypon dan Echidna juga didukung oleh manusia juga, para penyembah mereka."
Mungkin inilah jawaban yang aku cari. Kenapa banyak ritual-ritual persembahan dilakukan oleh suku-suku kuno yang selama ini aku pikirkan. Mereka berharap kemakmuran datang dengan memberikan nyawa manusia.
"Tapi sekarang sudah jaman modern dan teknologi semakin maju. Tanpa monster itu kita masih bisa hidup dan makmur. Kenapa masih ada saja orang-orang seperti Novus ini?" tanyaku.
"Sebuah keyakinan, anak muda. Sebuah keyakinan mencangkup apapun, ideologi, politik, bahkan kemanusiaan itu sendiri. Lihatlah dunia sekarang, begitu banyak pemimpin di dunia yang sempit ini. Mereka mempunyai cara pemikiran sendiri. Ada yang bijak, ada pula yang dengki. Ada yang mendengar, ada pula yang tuli dan tidak mau disalahkan. Manusia tidak ada yang sama, tapi mereka semua memimpin. Karena itu, Novus menginginkan para Titan itu kembali merajai dunia."
"Bukankan dengan begitu, manusia harus memberikan persembahan pada mereka? Percuma jika kita hidup seperti itu," kataku.
"Apa kau tahu berapa banyak manusia yang mati karena perang dari jaman kuno hingga sekarang? Mungkin jumlahnya lebih banyak dibandingkan jika kita memberikan persembahan pada Titan." Harry menyeringai mengerikan padaku.
"Hei! Apa anda membawa kami ke sini untuk berdebat dengan anda?" kata Bimo pada Harry.
"Oh. Ayolah! Ini seru!" jawab Harry.
"Kau bilang kau sudah meninggalkan mereka. Tapi bukan berarti kau menentang mereka. Dari kata-katamu aku tahu kau masih sebagai Novus," kataku.
Harry tersenyum sambil memejamkan mata.
"Sepertinya ceritaku tadi membuat kau menilaiku seperti itu, ya. Ceritaku belum selesai, anak muda. Bahkan ceritaku belum sampai ke bagian catatan rahasiaku yang kukira sudah tak asing lagi di telingamu."
....