Seminggu ini sangat tidak ada mood untuk mengetik cerita. Banyak masalah, banyak pekerjaan, dan akibatnya menjadi terlalu penat.
Yak, selamat membaca.
______________________________________
Sinar putih turun dari langit. Terlihat seperti pilar tinggi yang tercipta dari cahaya. Langit gelap, namun sinar itu telah menggantikan terangnya cahaya mentari. Semua orang baik yang berada di tengah arena maupun para penonton dan pedagang yang ada di sekitarnya diam terpana menyaksikan fenomena itu.
"Arka! Perasaanku nggak enak! Kayaknya sinar itu... Berbahaya!" Ren berbicara dengan nada tegang kepadaku.
"Eh? Bahaya, ya..." Aku diam sejenak sambil ikut terpana melihat pilar cahaya yang jatuh dari langit. Kalau benar sinar itu berbahaya, berarti semua orang yang ada di sekitar sini terancam. Mereka semua dalam bahaya. Karena, melihat dari fenomena yang terjadi, berarti ini termasuk magic berskala besar. "Aristo! Segera evakuasi semua orang!" Aku berteriak ke arah Aristo, Kepala KAA, yang tentunya juga sedang terpana.
Mendengar teriakanku, Aristo langsung terbangun dari lamunannya. Dia menatapku, berkedip beberapa kali sambil mencerna ucapanku, lalu matanya terbelalak lebar. Ia bertanya kepadaku, "apakah sinar itu berbahaya?"
"Aku nggak tau. Tapi yang jelas, fenomena ini adalah hasil dari magic skala besar! Jangan ambil resiko!" Teriakku dengan lantang kepada Aristo.
Akan tetapi, di luar dari antisipasiku, semua orang yang berada di sekitar kami mendengar teriakanku. Mereka semua menoleh ke arahku. Dan tiba-tiba...
"Kyaaaaaaaaa!!!"
Seorang wanita, entah siapa, berteriak kencang. Teriakan panik. Dan setelah teriakan pertama dari wanita itu, kepanikan mulai menjalar dan merajalela. Semua orang jadi panik dan kekacauan terjadi. Mereka takut, tapi mereka bingung harus berbuat apa atau lari kemana. Alhasil, semuanya menjadi chaos. Tak butuh waktu lama, teriakan-teriakan panik semakin bertambah dan merambat ke tenda-tenda lainnya.
Aku malah tidak tahu harus berbuat apa untuk menenangkan semua orang. Tapi, setelah aku ambil waktu sejenak untuk menenangkan pikiranku di tengah-tengah kegaduhan ini, satu hal terlintas di pikiranku.
Selamatkan orang-orang yang penting bagiku.
"Aesa! Ikut aku! Syla dan Ruby, Cyane dan Ren, berpencar dua-dua untuk nyari dan ngumpulin semua siswa Kelas Z!" Aku memberikan instruksi kepada mereka semua.
""Baik!""
""Ok!""
Aku harus mengumpulkan semua siswa Kelas Z. Mereka adalah bibit-bibit pasukan yang kupersiapkan untuk pertempuran di masa yang akan datang. Merupakan suatu kerugian besar bagi umat manusia apabila mereka sampai mati di tempat ini jika ternyata pilar cahaya di sana itu memang tidak bersahabat. Aku tidak bisa mengambil resiko.
"Kita semua berkumpul di bukit itu, segera!" Ucapku sambil menunjuk sebuah bukit batu kecil yang terdapat di arah Barat Daya dari sini.
Mendengar perintahku, mereka mengangguk dan langsung bergerak untum mencari dan mengumpulkan para siswa. Aku memang hanya memikirkan siswa kelas Z. Sementara kelas-kelas lainnya bukan urusanku. Karena mereka lemah dan tak berguna. Aku tak membutuhkan serangga-serangga yang tak berguna.
Eh... Kenapa aku jadi berpikir seperti Cyane... Ah, itu tidak penting!
Aku dan Aesa juga segera bergegas pergi. Setelah mempercayakan para siswa kelas Z kepada Syla dan lainnya, tujuan utamaku sekarang adalah keselamatan keluarga royal Kerajaan Balvara. Terutama Liviara dan Raja Arthos. Namun, sebelum aku beranjak...
"Aristo, situasi di sini, kuserahkan kepadamu!"
"A-aku? Tap--" Aristo masih kebingungan. Tetapi aku sudah tak mendengar ucapannya lagi karena aku juga harus bergerak cepat.
*BLEGAAAARRR!!!*
Aku terkejut mendengar bunyi ledakan yang besar, berasal dari lokasi jatuhnya pilar cahaya itu. Dan benar saja, memang ada ledakan besar di sana. Api, asap, dan debu menjulang tinggi di lokasi tersebut.
Oi... Sepertinya Ren benar... Hal buruk akan terjadi sebentar lagi... Aku bergumam di dalam hati sambil terus berlari menuju tenda raja.
Terlihat para pasukan khusus sudah berbaris melindungi tenda tersebut dengan rapat. Armor yang mereka kenakanlah yang menunjukkan bahwa mereka bukan tentara biasa. Menggunakan bahan khusus yang memancarkan aura putih tipis, tidak salah lagi. Mereka adalah Korps Pasukan Pengawal Raja. Tapi urusanku bukan dengan mereka. Aku langsung berlari menuju pintu masuk tenda raja.
*Trakk!*
Dua buah tombak bersilangan di hadapanku, menghadang langkahku.
"Berhenti! Tidak ada yang boleh masuk ke dalam tenda!" Salah satu dari penjaga yang menghadangku menggunakan tombaknya berkata.
Dasar goblok. Sudah tidak ada lagi waktu untuk berdebat!
"Minggir kalian!" Bentakku.
*Dhuarr!*
"Uwaah!"
"Arrgh!"
Tanpa banyak babibu, aku mengkompresi energi dark magic dan meledakkannya ke arah mereka. Gaya dorong dari hentakan energi tersebut membuat mereka terpental. Tenda raja yang kokoh juga ikut bergetar kuat, hampir rubuh.
Setelah aku masuk ke dalam tenda secara paksa, aku melihat Raja Arthos dan Ratu Ristel sudah berada di dalam dengan ekspresi terkejut. Tapi, aku tak melihat Liv.
"A-Arkanava!" Kata Raja Arthos.
"Dimana Liv?" Aku tak lagi mempedulikan tatakrama, aku langsung menyampaikan apa yang ingin kutanyakan.
Raja Arthos memahami situasinya, dan tanpa bertele-tele lagi, ia langsung menjawab pertanyaanku. "Aku sudah menyuruh pasukanku untuk membawa Liv kemari. Seharusnya dia sedang dalam perjalanan kesini."
"Ugh... Lama!"
*BLEGAAARRR!!!*
Bunyi ledakan kedua terdengar. Kali ini, bunyinya lebih nyaring dan aku dapat merasakan getarannya lebih kuat lagi. Jangan-jangan... Ledakan itu semakin dekat!?
Gawat! Liv adalah salah satu pion penting bagiku! Kemampuannya sangat kubutuhkan! Aku tak bisa kehilangan pion sepenting dia!
Tanpa pikir panjang, aku langsung menggunakan Darkness Creation - Lucifer Mode. Exoskeleton menutupi tubuhku dalam waktu yang hampir instan. Aku bersiap untuk terbang meninggalkan tenda raja. Aku harus segera menemukan Liv.
Sebelum kedua sayapku kukepakkan dan lepas landas, aku memberikan perintah kepada Aesa yang dari tadi selalu membuntuti di belakangku. "Sa, bawa raja dan ratu ke tempat yang kutunjukin tadi."
"I-iya, Kak Arka... Create Golem!" Ucap Aesa.
Setelah itu, aku langsung terbang untuk mencari Liv. Sesaat setelah aku terbang, aku melihat tenda raja terangkat bersama dengan tanah di bawahnya. Aku sempat mendengar bahwa Aesa mengeluarkan skill Create Golem. Awalnya, kupikir dia akan membuat Golem biasa. Ternyata, dia membuat Golem berkaki empat yang mengangkut tenda raja di punggungnya.
Sekali lagi kulirik ke arah Golem buatan Aesa barusan, ternyata kecepatan pergerakan Golem tersebut lumayan cepat. Tiga hingga empat kali kecepatan gerakan Golem pada umumnya. Ditambah lagi, empat kaki yang panjang itu dapat menjangkau jarak yang lumayan jauh hanya dengan satu langkah.
Hehe... Gadis itu memang berbakat dalam earth magic...
"Darkness Sense!" Untuk mempercepat menemukan lokasi Liv, aku menggunakan dark magic-ku. Dan... Ketemu.
Liv sedang di tengah-tengah kekacauan dengan dikawal oleh empat orang pasukan khusus. Namun karena terlalu chaos, pergerakan mereka jadi terhambat. Aku langsung terbang dan mendarat di hadapannya. Lucifer Mode di bagian kepalaku, kuhilangkan sehingga Liv dapat melihat wajahku.
"A-Arka! Apa yang terjadi!?" Liv terlihat panik meskipun sudah dikawal pasukan khusus.
"Nanti aja ceritanya. Sini ikut! Kugendong!"
"E-eh!?"
"Berhenti! Jangan mendekati Tuan Putri!" Dua orang pengawalnya menghadangku.
Ahh... Begini lagi...
"Minggir, atau kubunuh kalian." Aku berkata dengan suara yang dingin.
*Grrt*
Bukannya minggir, mereka malah mengeratkan genggaman tangan kepada gagang pedang mereka.
"Kalian, hentikan!" Liv mencoba menghentikan para pasukan yang mencoba menghadangku.
"Maafkan kami, Tuan Putri! Raja memerintahkan agar kami membawa Tuan Putri ke tenda raja dan kami mengemban tanggungjawab penuh atas keselamatan Tuan Putri dalam kekacauan ini!" Jawab salah satu pengawalnya.
Bangsat. Mereka hanya mempersulitku di saat-saat seperti ini. Ah, sudahlah. Aku tidak ada waktu lagi.
"Demonic Bullet." Ucapku sambil mengarahkan kedua telunjukku ke kepala para pengawal bego tolol itu. Bola-bola kecil dari dark magic melesat ke kepala mereka dan meledak.
*Darr darr darr darr!*
Taddaa... Jadilah mereka setumpuk daging tak berkepala. Masalah selesai. Seperti balon air yang pecah, darah dan serpihan jaringan otak terciprat ke sekelilingnya. Sebagian terciprat ke tubuh Liv.
"Kyaaaa!!!" Liv berteriak karena terkejut, tidak menyangka bahwa aku akan membunuh empat pengawalnya dengan santai.
Tanpa banyak omong lagi, aku menggendong Liv dengan teknik gendongan princess carry. Kemudian terbang melesat cepat ke langit, menuju titik kumpul.
***
Cyane dan Ren sudah membawa Quinta, Felsy, Fazar, Halea, Androa, dan Anvily. Mereka sedang dalam perjalanan menuju lokasi titik kumpul. Sementara, Ruby dan Syla beserta semua siswa kelas Z lainnya sudah menunggu di titik kumpul. Di sisi lain, Golem berkaki empat milik Aesa yang membawa raja dan ratu juga sedang dalam perjalanan.
Dan Arka, baru sampai di titik kumpul. Ia menggendong Liv yang sedang menangis karena mengalami trauma psikologis.
*BLEGAAAAARRRRRRRR!!!*
Di saat yang sama, ledakan ketiga terjadi. Pilar cahaya jatuh dari langit tepat di atas arena turnamen. Menelan semua yang masih berada di sana. Dari kejauhan, tak dapat dipastikan berapa korban jiwa akibat serangan pilar cahaya dari langit tersebut.
Keputusan Arka untuk mengevakuasi orang-orang yang penting baginya merupakan sebuah keputusan tepat. Di dalam pikirannya saat itu adalah, daripada hanya berdiam diri tanpa mengetahui bahaya apa yang bisa mengancam, lebih baik menghindarinya.
Dan pemikiran itulah yang menyelamatkan mereka.
Beberapa menit telah berlalu. Asap dan debu akibat ledakan terakhir sudah mulai menipis. Dapat terlihat dari kejauhan, banyak orang berhasil selamat dari ledakan. Aristo dan lainnya berhasil mengevakuasi sebagian besar orang yang ada di sana. Hanya sebagian saja yang terlambat dan menjadi korban jiwa.
Kemudian, beberapa saat kemudian, Golem milik Aesa pun sampai di titik kumpul. Berarti, sekarang semua orang yang ingin diselamatkan oleh Arka sudah berkumpul di bukit batu ini.
Namun, tak lama kemudian, pusaran awan hitam di langit melebar. Cahaya terang membuat lubang itu menjadi silau.
"Pelatih! Apa yang akan kita lakukan sekarang!?" Revon tiba-tiba bertanya kepada Arka.
"..." Tapi Arka hanya diam, tidak menjawabnya. Pandangan Arka terfokus kepada lubang terang yang ada di langit. Ia menatap dengan tajam. Tanpa sepengetahuan siapapun, Arka sedang berusaha mengamati lubang tersebut menggunakan skill Darkness Sense.
Tetapi Arka kesulitan. Skill Darkness Sense miliknya tidak dapat menembus cahaya terang yang keluar dari lubang di langit itu. Baru kali ini ada kekuatan yang dapat menghalangi skill yang dimilikinya itu. Padahal, sebelumnya skill itu dapat digunakan untuk melihat tubuh bugil wanita manapun yang sedang mengenakan pakaian lengkap. Bahkan masih sangat mempan ketika digunakan kepada wanita yang memiliki light magic tingkat tinggi di organisasi religi Gaean.
Rasa cemas mulai mengisi pikiran Arka. Karena, kalau itu adalah musuh, maka berarti bahwa ia akan mendapatkan lawan yang sangat kuat.
"Tuan! Tu-Tuan Arka!"
Di tengah-tengah lamunan Arka, sebuah suara mengagetkannya.
"Hm? Kamu? Kamu kan..... Wagod, ya?" Tanya Arka sambil mengernyitkan dahinya.
"Wah... Hah... Wagos, Tuan... Jangan typo terus... Tuan Arka... Hah.. hahh..." Wagos terengah-engah, kelelahan berlari menuju ke tempat ini.
"Oh, ya. Wagos. Kenapa kamu kesini?"
"T-Tuan Arka... Itu... Cahaya itu..."
"Kamu tau sesuatu tentang cahaya di langit itu?"
"Mereka... Percobaan mereka menggunakan 2 kristal sudah berhasil!"
***BERSAMBUNG***