Cuaca di sini sedang labil. Bisa hujan seharian, besoknya panas terik, lalu malamnya hujan lagi. Pasien saya jadi bertambah. Tapi hujan adalah berkah yang patut disyukuri. Karena itu, jika di daerah kalian juga sedang seperti ini, jaga kesehatan pribadi dengan berolahraga rutin, tidur yang cukup, serta memakan makanan yang bersih dan bergizi seimbang. Semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat.
____________________________________________
*Goonngggg!*
Gong kembali dipukul menandakan waktu istirahat telah usai dan seluruh peserta yang masih melanjutkan perjuangan di turnamen harus bersiap-siap kembali.
"Arkaaa! Ruby mau gulali lagiii!"
"Buset... Kamu udah ngabisin satu gerobak loh sampe-sampe pedagangnya pulang sebelum turnamen kelar karena dagangannya laku semua..."
Ruby sudah menghabiskan banyak gulali sampai semua stok gula yang dimiliki seorang pedagang habis. Entah berapa koin yang sudah kuhamburkan untuk membelikan gulali. Bahkan, rasa laparku sampai hilang hanya dengan melihat Ruby menghabiskan gulali dengan rakus.
Ren dan Syla hanya membeli roti isi daging untuk mengisi perut mereka. Sedangkan Cyane tidak perlu makan. Ia hanya membutuhkan Mana untuk bertahan hidup.
"Ya udah beli gulali yang di sana juga deh." Aku menyerah dan membolehkan pet naga kesayanganku ini untuk membeli gulali lagi.
Ruby terlihat sangat cerah dan ceria hari ini. Ren dan Syla membelikannya dress ala princess berwarna pink dari bahan satin yang berkilauan jika terkena sinar mentari. Belum lagi manik-manik yang tersebar di dress itu, yang memantulkan cahaya mentari. Dari kejauhan, Ruby terlihat bagaikan peri yang berkilauan. Tidak jarang para penjual ada yang memberikannya jajanan gratis karena Ruby terlihat begitu imut.
Aku juga merasa Ruby luar biasa imut hari ini. Ingin rasanya kuikat dia, kuseret ke kamar, dan kulempar ke ranjang untuk mengacak-acak keimutannya itu... Sambil mengenakan dress berkilauan itu, pasti dia akan terlihat... Uuuhh... Hehehehee... Eh! Stop berpikir aneh-aneh!
"Hm?" Syla menatap wajahku dengan memiringkan kepalanya. Dia seperti memperhatikan perubahan yang terjadi dari ekspresiku. "Ar... Jangan bilang kalo... Kamu..."
"Stooop! Stop sampe di situ, Syl! Kalo kamu terusin dan kedengeran orang, aku nggak tau lagi mau gali lubang dimana buat nyembunyiin mukaku!" Dengan setengah berbisik, aku berteriak di dekat telinga Syla.
"Hoo... Rupanya bener... Dasar Arka... Fufufu..." Syla menutup mulutnya dengan jemari lentiknya sambil tertawa kecil, lalu tiba-tiba matanya melebar, seperti mendapatkan ide brilian. Kemudian, secara tak terduga, Syla berteriak. "Oooii! Si Arka sedang horn--uffffbbbbfff!"
Aku langsung membekap mulut Syla dengan telapak tanganku. Istri durhaka ini! Tunggu saja pembalasanku!
"Puhh! Aaahahahaha!" Setelah berhasil melepaskan bekapanku, Syla tertawa puas terbahak-bahak. Semua orang di sekitar melihat ke arahnya, tapi ia tak peduli dan terus tertawa.
Entah kenapa, Syla seperti bisa membaca pikiranku. Apakah semuanya yang kupikirkan itu memang tertulis jelas di jidatku?
Para peserta kembali memasuki arena. Empat Bola Es di masing-masing arena telah diganti baru. Di babak lanjutan menjelang semifinal ini, pertandingan akan lebih seru lagi. Karena mereka semua adalah pemenang di dua pertandingan pertamanya.
***
"Blan, pertandingan berikutnya kita akan menghadapi salah satu tim dari kelas Z."
"Hmfh! Aku juga tau! Kenapa, Wener? Kau takut? Tanganmu gemetar? Apa sebentar lagi kau akan terkencing-kencing? Haha!"
"Tapi, apa kau tidak melihat kalau musuh kita adalah penunggang naga!? Naga! Kita berbicara tentang melawan seekor naga! Blan, Tero, apa kalian punya rencana untuk mengalahkan mereka!?"
"..." Tero hanya diam, berpikir.
"Cih! Rencana? Rencana apa? Rencananya hanya satu! Hancurkan Bola Es mereka dengan cara apapun!"
"Blan, kau berbicara seolah mudah saja menghadapi seekor naga... Belum lagi kemampuan bertarung mereka juga sangat tinggi. Apa kau tidak melihat pertandingan-pertandingan mereka sebelumnya?"
"Wener, Blan..." Tero mulai angkat suara. Dia memegang bahu Blan dan Wener, lalu berbicara. "Aku ada rencana. Dan Blan, rencana ini akan butuh kerja kerasmu."
"Apa rencanamu, Tero?"
"Hmfh! Kerja keras itu adalah hidupku! Beritahukan rencanamu."
"Jadi begini..."
***
"Hoo... Tim Halea nih yang maju duluan..." Aku bergumam pada diri sendiri sambil memperhatikan arena dimana Tim Halea akan bertanding.
Melihat musuh mereka yang terdiri dari Mage, Archer, dan Tank, membuatku bertanya-tanya... Apa yang akan Halea lakukan? Karena, Tim Halea merupakan tim yang terdiri dari Dragoon, Alchemist, dan White Mage. White Mage memang memiliki skill healing yang hebat. Alchemist juga bisa memberikan support dan membantu serangan dengan skill-skill alchemy yang dimilikinya. Namun, mereka berdua bukanlah tipe petarung ofensif murni.
Praktis hanya Halea dan naganya yang merupakan DPS utama. Naga milik Halea pun bukanlah naga yang sangat kuat. Hanya sekelas Minor Dragon. Tank berpostur tinggi besar dengan plate armor dan tower shield masih bisa menahan serangan Minor Dragon tanpa membahayakan dirinya sendiri.
Archer dan Mage di pihak lawan memiliki kemampuan ofensif jarak jauh yang tinggi sekaligus sangat merepotkan. Di sini, job class seperti Anvily sangat terancam.
*Gooonnggg!*
Pertandingan dimulai. Halea, tanpa menunggu lagi, langsung terbang menunggangi Minor Wind Dragon ke arah lawannya. Androa dan Anvily menyusul di belakang.
Namun, pergerakan berbeda diperlihatkan oleh lawannya. Alih-alih maju semua, kali ini hanya Tank sendiri yang maju. Sedangkan Mage dan Archer bergerak melebar ke arah pinggir arena. Mereka mencari tempat berdiri yang lebih tinggi.
*Dang!*
Ekor Minor Wind Dragon Halea melibas tubuh Tank lawannya. Namun, sang Tank sudah bersiap dengan meletakkan tower shield di depan tubuhnya dan memfiksasinya ke tanah. Alhasil, serangan Halea hanya menghasilkan bunyi yang keras disertai beberapa centimeter pergeseran shield musuhnya.
*Peng peng peng!*
Halea melanjutkan dengan tembakan-tembakan magic Wind Blade dari atas punggung naga. Sayangnya, magic elemen angin tingkat bawah milik Halea sama sekali tidak dapat memberikan damage yang tinggi kepada Tank itu. Hanya goresan-goresan tipis yang tersisa.
*Bong!*
Bahkan breath attack Minor Wind Dragon hanya mampu menggetarkan tower shield musuhnya dan hanya memberikan efek dorongan hingga Tank itu terseret mundur sekitar 2 meter.
Jika diperhatikan lagi, plate armor dan tower shield yang digunakan oleh Tank itu tampak seperti sedikit bercahaya. Tidak salah lagi, pasti ada campuran mithril di dalam bahan penyusunnya. Mithril memberikan magical defense yang tinggi dengan disertai physical defense yang tidak buruk. Tapi, ketika dicampur dengan logam lain yang lebih keras seperti adamantium, otomatus physical defense-nya juga menjadi tinggi, tentunya dengan magical defense yang tinggi juga.
Efeknya adalah seperti yang terjadi barusan. Tank musuh menjadi hampir 'kebal' dengan serangan-serangan ringan.
Di saat Halea dan naganya disibukkan oleh mencari cara untuk mengalahkan Tank itu, Archer dan Mage musuh mereka sudah berada di posisi yang mereka inginkan. Di waktu yang sama, mereka mulai menyerang Anvily. Tentu saja, musuh mereka akan mengincar yang lebih lemah terlebih dahulu. Di Tim Halea, Anvily adalah yang paling lemah dalam hal bertarung.
"Ice Bolt!"
"Snipe Shot!"
Dua buah skill diarahkan ke Anvily dari arah yang berbeda, dari kanan dan kiri. Androa menjawab serangan itu dengan menggunakan Androazer Mk.II yang telah ia modifikasi agar dapat mengisi ulang vial dengan cepat dan mudah. Untuk melindungi Anvily, ia harus menghentikan Ice Bolt dari Mage itu agar Anvily hanya perlu melindungi dirinya dari Snipe Shot sang Archer. Oleh karena itu...
"Explosive Vial!"
*Shpang!*
*Boom!*
Berhasil! Ice Bolt menabrak ledakan yang ditimbulkan oleh Explosive Vial hingga pecah menjadi serbuk es dan sama sekali tidak berbahaya.
"Magic Barrier!"
*Trak!*
*Trang!*
Anvily selamat dari tembakan panah musuhnya. Ia sudah berlatih untuk mengeluarkan Magic Barrier sebelumnya. Hanya saja Magic Barrier yang dapat diciptakannya masih lemah. Sehingga langsung pecah ketika ditabrak oleh anak panah. Untungnya, tembakan panah itu juga tidak terlalu kuat melebihi batas kemampuan Magic Barrier-nya.
Untuk sesaat, mereka lega. Tapi Androa langsung memasukkan amunisi lagi ke dalam Androazer, senjata pelontar vial alchemy yang ia rakit sendiri.
Akan tetapi, Androa tidak menyadari bahwa ketika Ice Bolt dan Explosive Vial meledak, Mage musuh sudah melepaskan skill lainnya. Frost Claw.
Akibatnya, ketika Androa baru saja mau memasukkan vial berikutnya, Frost Claw sudah mengenainya. Lebih tepatnya, mengenai Androazer.
Frost Claw adalah sebuah skill water magic yang memiliki efek Crowd Control. Karena dia membekukan targetnya sehingga tidak bisa bergerak. Namun, kali ini targetnya bukanlah Androa, tapi senjatanya. Bagaikan cakar es yang mencengkram sebuah pipa logam, Frost Claw membuat Androazer menjadi tak dapat digunakan lagi. Untuk memecahkan esnya, akan memakan waktu yang terlalu lama.
Ternyata, target mereka bukan Anvily! Tapi senjata Androa! Tapi mereka membuat seolah-olah Anvily-lah target mereka. Di saat Androa terlalu fokus pada Anvily, di saat itu dia masuk ke dalam perangkap mereka.
Namun tak hanya sampai di situ. Archer musuhnya juga sudah meleoaskan skill panah berikutnya, Power Shot! Tembakan yang telah diberi imbuhan magic netral untuk membuat daya hancurnya meningkat, disertai kekuatan tarikan busur maksimal, membuatnya menjadi tembakan yang sangat kuat.
Apalagi, mereka memanfaatkan aturan turnamen yang melarang untuk penggunaan arrow dengan mata runcing. Anak panah yang digunakan semua Archer sudah disiapkan oleh panitia, yaitu yang memiliki mata tumpul.
Dengan menggunakan arrow bermata tumpul, Power Shot yang ditembakkan dengan akurat ke arah Androazer yang sudah membeku di tangan Androa secara otomatis menjadi neraka bagi senjata pelontar itu.
*Krak!*
Dihantam keras dalam keadaan beku, Androazer patah. Senjata utama Androa, buah dari ide cemerlangnya, cinta pertama dalam hidupnya, separuh nafasnya, belahan jiwanya, ibu dari anak-anaknya, kunci dari gembok, gagang dari pintu, saklar dari lampu... Eh maaf mulai melenceng.
Intinya, Androazer telah patah menjadi dua.
Dan untuk menaburi garam pada luka Androa, sesaat setelah melepaskan Frost Claw, Mage musuh sudah langsung mulai merapalkan mantra untuk skill berikutnya...
"Ice Spear!"
Sebuah bongkahan es besar berbentuk kerucut dengan ujung yang sengaja dibuat tumpul (karena peraturan dari turnamen) meluncur dengan cepat ke arah Androa. Androa yang masih meratapi patahnya Androazer tidak sempat menghindar. Sementara Anvily sibuk melindungi dirinya sendiri dari tembakan-tembakan panah yang mengarah kepada dirinya.
*Baaam!*
Androa terhantam ujung Ice Spear tumpul dan terlempar kemudian menabrak sebuah gundukan di tanah.
"Androa!" Anvily berteriak sambil berlari ke arah Androa. Tak lagi mempedulikan tembakan panah dari Archer lawan.
"Ugh... Uhuk!" Androa terbatuk sambil berusaha bangkit. Segaris darah keluar dari pinggiran bibirnya.
"Androa! Jangan bergerak! Major Heal!" Anvi langsung memberikan heal terbaiknya kepada Androa.
Melihat kesempatan seperti ini, Archer dan Mage musuhnya berhenti menyerang mereka berdua dan mulai membombardir Bola Es pertama milik Tim Halea dengan kekuatan penuh.
Dalam waktu beberapa detik saja, belasan tembakan dari panah dan magic sudah mendarat akurat pada Bola Es milik Tim Halea. Dan akhirnya...
*Dass!*
***BERSAMBUNG***