*Dass!*
Bola Es kedua milik lawan mereka pun hancur dan lenyap. Menandakan bahwa pemenangnya adalah Tim Quinta. Dimana posisi tim lawan? Mereka bertiga jatuh tersungkur menungging di tanah sambil memegangi perut mereka.
Para juri tidak langsung mengangkat bendera tanda kemenangan kepada pihak Tim Quinta. Mereka terbengong, masih belum yakin dengan apa yang mereka lihat barusan. Bahkan penontonpun banyak yang tidak bisa mempercayai apa yang telah mereka saksikan sendiri.
Memangnya apa yang terjadi dalam waktu singkat ini?
Quinta solo!
Setelah meninju Ice Bolt yang ditembakkan ke arahnya hingga menjadi kabut es, ia memberikan gestur kepada teman-temannya untuk tidak perlu maju. Dengan memfokuskan energi qi di tubuhnya kepada otot-otot betis dan pahanya dalam durasi sangat singkat, Quinta melakukan pergerakan eksplosif yang sangat cepat. Mata orang awam nyaris tak dapat melihatnya. Bahkan petarung veteran pun hanya mampu menangkap sedikit siluet dari pergerakan Quinta.
*Bugg! Bugg! Bugg!*
Tiga buah pukulan mendarat mantap, tepat di ulu hati dari tiga orang musuhnya secara bergantian. Pukulan Quinta bukanlah pukulan yang berat. Bahkan, normalnya apabila targetnya sudah siap menerima pukulan di perut mereka dan sudah mengeraskan otot-otot abdomen mereka sebelum benturannya terjadi, maka pukulan Quinta tidak akan terasa sakit.
Tapi apalah daya mereka. Yang mereka ketahui berikutnya adalah mereka sudah tersungkur di lantai, mencium tanah dan pasir sambil memegangi perut mereka. Ketiga musuh Quinta tidak siap dengan serangan darinya.
*Krakk! Gurrr...*
Tanpa menunggu lebih lama, Quinta memukul Bola Es pertama musuhnya dengan Qi Fist. Dengan tenaga dalam yang terpusat, tidak perlu memukul Bola Es lawannya sebanyak puluhan, apalagi ratusan kali. Cukup satu pukulan saja. Bola Es pertama retak lalu runtuh.
Berikutnya, Quinta menggunakan skill lain untuk menyerang Bola Es kedua. Karena jaraknya tidak begitu dekat, Quinta menggunakan skill Hawk Step. Lompatan yang diperkuat dengan qi, dilanjutkan dengan tendangan yang menyerupai ayunan kapak.
*Dasss!*
Kali ini, Bola Es kedua milik lawannya pecah secara instan. Dan semua itu hanya terjadi dalam waktu tak sampai 10 detik.
"Kemenangan pada pertandingan pertama diraih oleh Tim Quinta dari Kelas Z!"
Akhirnya setelah terbengong dan saling menoleh ke kanan dan kiri, juri mengumumkan kemenangan pertama bagi Tim Quinta. Dan setelah jeda beberapa detik pasca diangkatnya bendera kemenangan oleh Tim Quinta, barulah muncul teriakan dan sorakan hebat dari bangku penonton. Mereka bahkan mengabaikan tiga pertandingan lainnya hanya untuk menyoraki arena Quinta dan lainnya. Sebagian penonton hanya terkejut mengetahui pertandingan telah berakhir dalam waktu singkat tanpa sempat melihat apa yang terjadi.
"Revon, kamu bisa seperti itu juga?" Tanya Logavi dengan suara pelan.
"Hah. Revon besar mulut aja." Alex menimpali sambil tersenyum mengejek.
Revon tak menjawabnya. Sambil duduk, ia mengepalkan kedua tangannya di atas paha. Frekuensi nafasnya meningkat, dan sinar matanya tajam menembus arena dimana Quinta berada. Revon terbakar di dalam! Moete kita zo!
Sementara, di sisi lain tenda peserta... Halea, Androa, dan Anvily juga memperbincangkan aksi solo Quinta barusan.
"Eng... Halea... Kamu nggak perlu kayak gitu, kok... Ehehe... Yang penting kita semua bisa menang dengan selamat..." Anvily mencoba menenangkan Halea yang tampaknya juga sudah menggebu-gebu untuk menunjukkan kekuatannya seperti yang dilakukan Quinta barusan.
"Hah! Halea, biar aku yang solo di pertandingan pertama! Si anak demon itu, pamer kekuatan di depan umum! Sok hebat sekali dia! Androazer-ku juga bisa beraksi solo seperti itu!"
Para siswa kelas Z jadi merasa tertantang untuk melakukan hal serupa. Memang, kemampuan dan kelihaian mereka meningkat drastis setelah bertempur melawan monster-monster undead selama beberapa hari di Undead Tower. Vioraze dengan sengaja mengirimkan monster secara bertahap, semakin lama semakin sulit, untuk memaksa para siswa agar dapat meningkatkan kemampuan tempur mereka semaksimal mungkin.
Arka, Syla, Ren, Aesa, Ruby, dan Cyane sedang menonton dari tenda VIP bersama Pelatih dan Staff akademi lainnya. Syla, Ren, Aesa, dan Ruby terlihat sangat antusias dan bahagia melihat kemampuan para siswa kelas Z. Sedangkan Cyane tampak sangat bosan dan muak berada di tengah-tengah manusia. Arka... Apa yang dilakukan Arka? Dia sibuk bermain-main dengan bagian-bagian tubuh erotis dari Syla dan Ren secara diam-diam. Tapi meskipun diam-diam, tetap saja ada yang bisa melihatnya.
"Pelatih satu itu... Sungguh tak berakhlak..."
"Bisa-bisanya dia berbuat mesum di tempat seperti ini..."
"Oi... Kalian iri, ya? Iri bilang bos! Ahaha..."
"Cih! Meskipun aku punya istri, aku tak akan melakukan hal seperti itu di depan umum!"
"Halaahh... Kata-kata itu keluar dari mulut jones seumur hidup... Bagaimana aku bisa percaya? Hahaha..."
"Brengsek kau. Kau lupa sudah berapa kali terkena penyakit kencing nanah (urethritis gonorrhea) karena terlalu banyak main dengan pelacur murah!?"
"Loh, kok jadi kesitu obrolannya?"
"Sudah, sudah... Kenapa jadi kalian yang ribut, sih? Sementara orang itu masih santai enak-enakan megangin susu dan bokong dua wanita di sampingnya... Kalian ini menyedihkan..."
"Ugh..."
"Hmfh!"
***
"Ar, kamu apain aja mereka? Kayaknya level mereka meningkat pesat cuman dalam waktu sekitar dua minggu aja..." Syla bertanya kepadaku dengan lembut sambil menyandarkan dagunya di bahuku. Wajahnya dekat sekali denganku. Bahkan aku dapat merasakan semilir hembusan nafasnya di daun telingaku ketika ia berbicara.
"Ehehe... Sebenernya, bukan aku yang ngelatih mereka. Tapi Yang Mulia Vioraze."
"Loh? Yang Mulia Vioraze sendiri yang langsung ngelatih mereka? Nggak heran kalo gitu... Mereka dapet blessing, nggak?"
"Kamu mikirnya kejauhan, Sayang... Memang, Yang Mulia Vioraze yang melatih mereka, tapi nggak secara langsung juga. Situasinya dibuat seolah-olah Undead Tower sedang chaos dan semua monster yang ada di dalamnya ngamuk keluar. Nah, anak-anak itu dikirimin monster-monster undead secara terus-terusan dengan tingkat stres yang sangat tinggi dan semakin lama semakin meningkat. Tapi efeknya, mereka jadi bisa melampaui tembok yang membatasi limit perkembangan kekuatan dan kemampuan mereka dalam waktu singkat. Bahkan, Anvily udah bisa nyambungin jari yang putus dan nyembuhin luka yang cukup dalam dengan cepat".
"Oooh... Kirain..." Syla menurunkan dagunya dari bahuku, lalu memiringkan kepalanya dan menyandarkannya di bahuku lagi. Syla menatap ke depan, ke arah arena. Sepertinya Syla tidak terlalu ambil pusing tentang fakta bahwa saat ini tanganku sedang berada di bokongnya, meremas dan menikmati bantalan lembut namun padat di sana.
Sementara, Ren yang duduk di sisiku yang satu lagi, sedang sibuk berusaha menutupi tanganku yang sedang meremas payudaranya dengan menggunakan syal yang dikenakannya. Lenganku kurangkulkan melingkari bagian belakang leher mungil Ren dan tanganku bersandar di gundukan yang ada di dadanya. "Engg... Ar, nanti aja di rumah... Aku malu diliatin sama banyak orang..." Wajah Ren memerah ketika menyadari beberapa mata di sekitar sedang melirik ke arahnya.
"Sans... Aku kan suamimu..." Aku tak memenuhi permintaan Ren, tapi tetap melanjutkan aktivitas nakal tanganku sambil tersenyum bangga.
Kata siapa surga ada di telapak kaki ibu? Surga ada di kedua tanganku, sedang kugenggam dan kuremas.
"Ungh... Y-ya udah, deh..." Ren menyerah dan kembali menonton pertandingan antar siswa KAA.
Sambil mengaktifkan Darkness Sense pada kedua wanita di sampingku, aku juga mengarahkan Darkness Sense ke arena untuk lebih jelas dalam mengamati pertandingan siswa-siswi di kelasku.
Berikutnya pertandingan Tim Halea. Seperti yang kuduga, Halea akan membawa Minor Wind Dragon miliknya. Karena arena memang dibuat luas agar dapat menampung monster-monster yang berukuran besar dari job Summoner, Beast Master, dan Dragoon, otomatis tidak akan menjadi masalah bagi job-job tersebut untuk membawa partner monster andalan mereka.
Namun, yang membuatku sedikit terkejut, yang awalnya kupikir Halea akan melakukan solo seperti Quinta, ternyata Androa-lah yang maju solo. Dengan menggunakan sesuatu seperti rifle yang dapat menembakkan vial-vial alchemy miliknya, ia membuat tim lawannya kocar-kacir. Segala jenis ledakan dan debuff ia lontarkan ke arah lawan-lawannya. Ditambah Dragon Aura milik naganya Halea, tidak butuh waktu lama bagi Tim Halea untuk memperoleh bendera kemenangan dari juri.
Empat Bola Es masih utuh di arena tersebut. Namun pihak musuhnya menyatakan surrender. Dalam game ini, Tim Halea mendapatkan easy win.
Berikutnya, ada satu pertandingan laginyang mencuri perhatianku. Yaitu pertandingan Tim Liviara. Ya, si Liv itu. Anak gadis manja dari Raja Arthos. Sudah lama aku tidak melihatnya. Ukuran dadanya masih belum ada perkembangan. Seperti, stuck di ukuran itu saja. Dan dia masih menggunakan bantalan tebal untuk membuat payudaranya terlihat sedikit lebih besar. Tapi kau tak bisa menipu mata ero-ku wahai anak muda!
Tidak, tidak, tidak. Kenapa aku jadi memikirkan hal seperti itu... Fokus ke pertempurannya. Musuhnya terdiri dari dua Mage dan satu Swordsman tipe pengguna greatsword. Sedangkan Tim Liviara terdiri dari Rogue, Spearman, dan dia sendiri, Support Mage.
Pertandingan dimulai.
Seperti biasa, diawali dengan setumpuk buff dari Liv. Tubuh Rogue dan Spearman terlihat glowing dan aura mereka terasa semakin intens. Sekilas dari pergerakan mereka juga terlihat jelas bahwa kekuatan mereka berada 1 tier di atas kekuatan musuh mereka.
Sudah kuduga, kemampuan Liv ini memang sangat efektif untuk meningkatkan kekuatan pasukan secara keseluruhan sekaligus. Jika aku ingin membentuk pasukan untuk menghadapi Cross Sphere, maka Liv harus menjadi salah satu dari harem-ku! Eh, salah. Maksudnya, salah satu dari jendral pasukanku!
A/N : Cross Sphere adalah event di masa depan yang diramalkan dan sangat diantisipasi karena bisa mengakibatkan kehancuran pada dunia ini jika tidak dapat ditanggulangi.
Tapi... Sepertinya sikap si Liv kurang bersahabat terhadapku. Setiap bertemu, setiap berbicara denganku, pasti dia marah-marah. Sepertinya, aku bernafaspun dia bisa marah. Ah, besok-besok sajalah. Paling urusan ini aku selesaikan di volume 4 atau berapa nanti.
Kembali ke arena, Tim Liv memenangkan pertarungan. Tapi mereka tidak menang dengan mudah. Meskipun sudah mendapat buff overpower dari Liv, rekan setimnya sepertinya tidak memiliki dasar kekuatan yang cukup baik. Mereka masih perlu berusaha untuk melindungi Bola Es mereka sambil menghancurkan Bola Es musuhnya.
Bagaimana jadinya kalau Liv setim dengan siswa-siswaku? Ahahaha... Pasti tim dari akademi lainnya akan kalah telak. Apalagi jika siswa-siswaku menggunakan Mana Sheath... Booom! Pasti bombastis bin fantastis.
Berikutnya, pertandingan Revon. Kalau ini sudah bisa kuperkirakan sebelumnya. Revon tidak akan mau kalah dengan Quinta dan Androa. Dia pasti solo.
Dan benar saja. Logavi dan Alex hanya berdiri di depan Bola Es mereka. Sedangkan Revon menyeruduk dan menerobos pertahanan musuhnya. Menaklukkan mereka hanya dengan kekuatannya seorang diri. Revon membelah dua Bola Es lawannya menggunakan Sarcova, greatsword kesayangannya.
Demikian pertandingan pertama. Semua siswa kelas Z lolos dengan mudah. Untuk pertandingan kedua, hal serupa juga terjadi. Seperti gelombang tsunami yang menyapu daratan, tak ada yang dapat menahan laju dari para siswa kelas Z. Namun, Tim Liviara juga lolos walaupun pertandingan di arena mereka berjalan dengan lebih sulit. Mereka mendapatkan lawan yang kuat. Kalau bukan karena support magic dari Liv, bisa dipastikan mereka akan kalah telak.
"Mohon perhatiannya, Tuan dan Nyonya sekalian... Pertandingan menuju babak semifinal turnamen akan dilanjutkan kembali setelah jeda istirahat makan siang. Terima kasih atas perhatiannya." Sang MC turnamen mengumumkan tentang waktu rehat dengan intonasi formal.
***BERSAMBUNG***