Halo para Pembaca! Sehat? Atau ada yang positif Covid-19? Semoga kita semua selalu diberi kesehatan dan dijauhkan dari Covid-19. Semoga yang positif Covid-19 segera diberi kesembuhan.
Selamat membaca!
________________________________________
Pada sisi lain di Desa Kardia, Syla baru datang dan menemui Ren yang masih sibuk menghitung dagangan yang akan dijual ke desa-desa terdekat.
"Ren, liat Arka?"
"Eh? Arka udah balik, ya?"
"Iya. Tadi dia bilang mau ke Desa Kardia. Dia ngajakin aku tapi masih ada materi yang harus kusiapin untuk kelas besok."
"Maaf, Syl. Dari tadi aku sibuk ngurus ini, jadi nggak lihat Arka."
"Kerjaan kamu udah beres?"
"Uhm. Baru aja beres. Ini aku mau balik ke rumah."
"Yuk, bareng!"
Syla dan Ren jalan berdampingan menuju rumah Kepala Desa, 'rumah mereka'.
*Ceklek*
Syla membuka pintu dan langsung masuk. Disusul Ren.
"Kami pul--" Kata-kata Syla terhenti karena pemandangan yang tidak biasa terlihat olehnya. Setelah tertegun sesaat, Syla menoleh ke arah Ren yang berada di belakangnya. "Ren, kita liat-liat seputaran desa dulu, yuk..." Syla tersenyum manis.
Ren awalnya agak bingung, tapi kemudian ia mengintip sedikit ke dalam dan akhirnya ia memahami maksud Syla. "Kebetulan, ada dagangan yang lupa aku masukin kereta..." Ren pun tersenyum manis.
*Ceklek*
Pintu kembali ditutup. Namun kali ini disambut dengan teriakan dari dalem.
"Sylaaa! Reeen! Ini... Ini... Aku nggak tau apa-apaa! Grista tiba-tiba nyi--" Arka berteriak memanggil Syla dan Ren, tapi teriakannya dibungkam oleh Grista.
Grista kembali menyumpal mulut Arka dengan bibirnya. Setelah tubuh Arka mulai rileks lagi, barulah Grista melepas ciumannya. Ia merenggangkan pelukannya, menempatkan wajahnya sejengkal di hadapan wajah Arka, melirik ke bawah, dan berkata, "A-Arka... Maafin aku... Aku nggak bisa lagi menyimpan perasaanku ke kamu..."
Mendengarkan ucapan Grista, Arka hanya bisa terdiam, berkedip, lalu menelan ludah. Arka tidak mengucapkan sepatah katapun.
"Aku... Aku m-me-menyukaimu! Aku... Aku mulai menyadarinya saat kita sering ngobrol waktu masih menjalankan misi penjagaan perimeter Undead Tower dulu... Sejak itu, aku selalu mikirin kamu... Aku ingin selalu sama kamu... Aku tau aku nggak secantik Syla dan Ren... Tapi, aku nggak bisa menyimpan perasaan ini lebih lama lagi. Aku tersiksa. Dan aku nggak berharap kamu membalas perasaanku ini... Aku hanya... Aku hanya..." Grista terlihat sudah di ambang pecahnya tangisannya.
"Aku juga menyukaimu." Arka memotong kata-kata Grista.
"Aku hany ingin... Eh?" Setelah menyadari ucapan Arka, Grista langsung menatap mata Arka, terkejut karena ia tidak mengantisipasi bahwa perasaannya akan dibalas oleh Arka.
"Iya. Sejak waktu itu juga." Arka tersenyum.
"..." Grista hanya diam menatap kedua mata Arka. Tatapan mata Grista gemetar. Kemudian, tanpa suara, air mata mengalir di pipi Grista. Air mata itu adalah air mata bahagia.
Arka tak membiarkan air mata itu jatuh dalam kesendirian. Ia menyeka air mata yang ada di pipi Grista dengan jempol tangannya. Kemudian ia meletakkan telapak tangannya di pipi Grista.
Grista tertunduk, lalu membenturkan wajahnya di dada Arka. Dia memeluk Arka dengan segenap hatinya. Samar-samar Arka mendengar ucapan Grista di dadanya. "Terima kasih, Arka..."
A/N: Belum, kok... Belum ada hentainya... Jangan berpikir aneh-aneh dulu, yaa...
***
"Hehehe... Haremnya Arka bakal nambah nih, Ren..."
"Um. Grista adalah perempuan yang baik. Kita juga berteman baik dengannya."
"Iyaa! Eh, ngomong-ngomong, Aesa bentar lagi udah 18 tahun, loh!"
"Tunggu... Itu artinya, Arka akan menepati janjinya buat nikahin Aesa, kan?"
"Um! Arka selalu menepati janjinya!"
"Kalo gitu, untuk sekarang mungkin kita balik aja ke mansion. Kita kasih Grista kesempatan."
"Ren, katanya ada toko kue baru loh di Arvena! Semua siswaku bilang kue yang dijual di sana enak-enak! Aku jadi penasaran hehe... Yuk, kita cobain! Ajak Ruby juga, pasti anak itu suka!"
"Aku jadi ikut penasaran... Tadi Ruby ada di lapangan, lagi main sama anak-anak Demihuman. Kita ke sana aja buat manggil dia."
"Okaaay!"
***
Tiga hari berlalu, semua berjalan seperti biasa saja. Proyek Tape Ketan sudah mulai menemukan titik terang. Dan hari ini adalah hari dimana Turnamen Internal akan dimulai. Empat arena sudah disiapkan di area gersang tak berpenghuni yang terletak di luar wilayah Kota Arvena, namun tidak terlalu jauh.
Tenda-tenda tempat penonton menyaksikan pertandingannya juga sudah berdiri, dengan salah satu di antaranya merupakan tenda VIP, dimana para pejabat, petinggi, beserta staff akademi akan berada untuk menonton pertandingan antar siswa mereka. Tenda VIP telah diberikan enchantment water magic yang membuat hawa di dalamnya terasa sejuk meskipun cuaca panas terik.
Sedangkan tenda-tenda lain yang ditujukan untuk digunakan oleh para siswa tidak mendapatkan magic enchantment seperti tenda VIP, karena pembuatannya membutuhkan dana yang sangat besar, apalagi jumlah tendanya tidak sedikit. Tenda penonton standar tersebut juga dimaksudkan untuk menampung penonton dari kalangan umum yang ingin menyaksikan 'hiburan baru' seperti ini. Baik itu dari kalangan rakyat jelata maupun Petualang.
Di hari yang sudah ditentukan, lokasi diselenggarakannya Turnamen KAA mulai dipenuhi oleh kerumunan orang sejak subuh. Antusiasme masyarakat sangat tinggi terhadap acara seperti ini. Sebagian ada yang penasaran dengan kemampuan para siswa di Knight Academy Arvena (KAA), sebagian lagi hanya menginginkan sebuah hiburan untuk ditonton.
Di antara kerumunan itu, tentu saja banyak pedagang yang membuka lapak mereka untuk meraup keuntungan dari berkumpulnya massa dalam jumlah besar seperti ini. Menonton sebuah pertunjukan akan lebih menyenangkan apabila ditemani minuman dan snack, bukan? Ada juga yang dengan sengaja membuat souvenir untuk dijual di acara tersebut.
Setelah kedua mentari mencapai ketinggian 45° dari horison, turnamen pun segera dimulai dengan sebelumnya dibuka oleh ketua panitia penyelenggara, kemudian Aristo sebagai Kepala KAA. Setelah Aristo selesai berpidato singkat, gong pun dipukul.
*Goong! Goonngg! Goooonnngg!!!*
"Wuuhuuuu!"
"Yeeeeaaaahhh!"
"Tunjukkan kemampuan kaliaaan!"
"Itu anakku! Semangat, naaak!"
Para penonton berteriak penuh antusiasme. Banyak juga keluarga dari para siswa yang sengaja datang dari jauh untuk menyaksikan putra-putri mereka bertanding.
Total 43 tim yang ikut dalam pertandingan ini. Menggunakan sistem gugur, 43 tim diundi dan dibagi menjadi dua kubu. Kubu kanan berisi 21 tim dan kubu kiri berisi 22 tim. Pemenang dari masing-masing kubu akan bertemu di grand final sebagai juara turnamen.
Karena jumlah timnya ganjil, maka beberapa tim yang beruntung dalam undian mendapat kesempatan untuk melaju ke babak berikutnya tanpa perlu mengalahkan tim lain terlebih dahulu. Dan salah satu lucky bastards itu adalah tim Revon.

A/N: Sebelumnya author minta maaf kalau gambarnya memalukan dan tidak enak dipandang. Tapi kira-kira begitu hasil undian turnamennya.
Delapan tim pertama mulai memasuki masing-masing arena dari empat yang telah disediakan. Barrier arena berbentuk kubah yang menutupi arena agar tidak ada peluru nyasar yang bisa melukai penonton pun telah berdiri.
Di dalam arena, terdapat empat buah bola es yang terbuat dari magic, yang tak akan meleleh terkena sinar mentari seterik apapun, berada pada posisi segaris. Dua buah di sisi satu tim, dua lagi di sisi tim lawannya.
Bola es tersebut adalah target dari peserta turnamen ini. Masing-masing tim berkewajiban untuk melindungi bola es di sisi tim mereka. Tim yang menang adalah yang terlebih dahulu menghancurkan kedua bola es lawannya. Atau apabila tim lawannya mengakui kekalahan.
Bola es yang digunakan bukanlah bola es biasa. Tapi bola es yang dibuat agar menjadi sangat keras dan sulit dihancurkan. Puluhan, mungkin ratusan serangan telak dibutuhkan untuk menghancurkan satu bola es. Tidak ada alasan untuk mengatakan penyebab kemenangan lawannya merupakan sebuah lucky strike.
Tim pertama yang maju dari Kelas Z adalah Tim Quinta. Di arena, kedua tim sudah mengambil posisi sesuai dengan strategi yang telah mereka persiapkan sebelumnya.
Untuk Tim Quinta, mereka menggonakan formasi 2-1. Dengan Fazar dan Felsy berada di belakang, sedangkan Quinta berada di depan dengan gagah berani.
Musuh mereka terdiri dari dua Warrior dan satu Mage. Jika dilihat dari pakaiannya, dapat diketahui bahwa Mage musuh merupakan seorang Hydromancer atau Water Mage. Sedangkan dua Warrior, satunya laki-laki dengan dual axe, dan satunya menggunakan cambuk berduri. Dua buah axe (kapak) ramping yang digunakannya terlihat belum berpengalaman, karena masih bersih mengkilat tanpa ada sedikitpun bekas pertempuran sebelumnya pada kapak itu.
Cambuk berduri yang digunakan Warrior perempuan itu, terlihat sedikit memancarkan aura kemerahan. Kemungkinan cambuk tersebut telah di-enchant dengan magic elemen api untuk meningkatkan daya rusaknya.
Kebalikan dari formasi Tim Quinta, mereka menggunakan formasi 1-2 dengan kedua Warrior berada di depan dan Hydromancer berada di belakang.
Beberapa detik berlalu dengan senyap. Para penontonpun seperti segan menghela nafas mereka. Dan...
*GOOOONNNGGG!!!*
Gong tanda gelombang pertama turnamen pun dimulai.
"Ice Bolt!"
Tanpa ragu dan tanpa menunggu, Hydromancer lawan menembakkan peluru-peluru es sebesar kepalan tangan ke arah Quinta yang masih diam berdiri di tempatnya semula.
Dimulainya tembakan Ice Bolt dari Hydromancer seolah seperti ditekannya tombol 'on' pada kedua Warrior di depannya. Dua Warrior itu langsung berlari ke arah tim musuhnya, yaitu Tim Quinta, sambil mempersiapkan senjata mereka di tangan agar siap untuk melakukan gerakan serangan kapanpun.
Sementara Quinta masih diam berdiri tenang memejamkan matanya. Ia berkonsentrasi merasakan energi qi dari musuhnya. Quinta sudah lama berlatih untuk merasakan qi musuhnya agar dia dapat memperkirakan nilai kasaran dari kekuatan lawannya.
Sementara di belakang Quinta, Fazar mulai gelisah. Quinta tidak pernah mengatakan bahwa dia akan diam saja menerima serangan lawan, tapi faktanya sekarang Quinta hanya berdiri diam, rileks, dan sama sekali tidak sedang dalam kuda-kuda bertarung.
Karena pertimbangan keamanan, Fazar langsung mengambil inisiatif.
"Magic Barri--" Baru saja Fazar ingin mengeluarkan Magic Barrier untuk melindungi Quinta, sebuah tangan memegang bahunya dan membuatnya berhenti mengucapkan mantra.
Itu adalah tangan Felsy. Felsy hanya tersenyum menatap Fazar, dan berkata, "coba liat..." Sambil ia mengangkat dagunya ke arah Quinta.
Fazar sempat bingung, tapi setelah ia melihat ekspresi Quinta, Fazar mengerti.
Sambil memejamkan mata, Quinta tersenyum. Senyuman itu adalah senyuman yang menyiratkan bahwa Quinta sudah memahami kekuatan lawannya dan ia yakin bahwa pertandingan ini dapat mereka menangkan.
Beberapa jengkal sebelum Ice Bolt mengenai tubuhnya, Quinta membuka mata. Tatapannya tajam terkunci pada Fire Bolt yang menuju ke arahnya, seakan hanya dengan menatapnya saja sudah membuat Ice Bolt tersebut pecah menjadi serbuk es.
***BERSAMBUNG***