Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 145 - Chapter 56

Chapter 145 - Chapter 56

Ada yang tahu novel atau anime berjudul Quan Zhi Gao Shou (The King's Avatar)? Saya baru nonton drama live action-nya. Dan... Bagus. Lebih bagus daripada anime dan novelnya menurut saya. Mungkin kalian mau coba menontonnya? Hahaha...

Selamat membaca!

_______________________________________

"Pelatih Arkaaaa! Pelatih baik-baik ajaaa! Aku senaaaaang melihat Pelatih baik-baik ajaaa!"

Dari kejauhan, di sisi lain pertempuran, terdengar suara teriakan seorang gadis di tengah-tengah keheningan yang sedang terjadi. Gadis itu memiliki telinga kucing, dan juga ekor kucing berayun-ayun di bokongnya. Gadis itu adalah salah satu siswa yang ada di Kelas Z, dimana Arka bertugas sebagai Wali Kelas. Ya, Felsy. Felsy berteriak sambil melambai-lambaikan tangannya kepada Arka.

Tapi, Arka bahkan tidak menoleh ke arah gadis itu. Tatapannya masih dipenuhi kekesalan akibat perbuatan tanpa pikir panjang yang dilakukan oleh Alex. Seandainya Alex bukanlah salah satu siswa di kelasnya, mungkin Arka sudah membunuhnya. Lebih baik membunuh seorang sumber kematian daripada membiarkannya membunuh banyak Petualang dan Tentara Kerajaan di sekitarnya akibat tindakan bodohnya.

Hukum rimba masih berlaku di dunia ini.

"Kau, pergi dari sini! Atau aku yang bakal ngirim badan tak bernyawamu ke tempat yang jauh dari sini!" Teriak Arka sambil menunjuk Alex yang masih terdiam melayang-layang di udara.

"Uggh... Brengsek..." Alex berbicara sendiri dengan suara kecil, hanya ia sendiri yang bisa mendengarkannya. Kemudian, ia berbicara lagi dengan suara lantang. "Siap, Pelatih!"

Setelah itu, Alex menggigitkan giginya dan mengepalkan tangannya hingga gemetar karena berusaha menahan diri untuk tidak melawan pelatihnya. Alex masih menyimpan dendam dari masa lalu terhadap Arka dan Ruby. Tapi ia sadar diri bahwa dirinya yang sekarang masih tidak ada apa-apanya di hadapan Arka. Kemudian ia segera terbang menjauh, menuju tenda perawatan.

Setelah puas mengusir Alex, Arka menatap Cyane yang masih berdiri di atas tembok air besar. Arka mengangkat dagunya sedikit, mengindikasikan kepada Cyane untuk melaksanakan tugasnya. Mengerti maksud Arka, Cyane pun langsung menunduk memberi penghormatan sepenuh hati kepada Arka, dan langsung melompat ke daratan, dimana banyak terdapat undead.

Sambil melompat, Cyane memanggil senjatanya yang berupa trident entah darimana. Trident tersebut ia arahkan ke tanah. Kemudian di saat yang sama dengan mendaratnya Cyane, trident itupun ditancapkannya ke dalam tanah. Setelah itu, sesaat kemudian, muncul jet air dari dalam tanah tepat dibawah masing-masing undead yang ada di sekitarnya.

*Cesss!!!*

Bagai pedang yang sangat tajam, jet-jet air tersebut menusuk semua monster undead yang sudah ditargetkan oleh Cyane sebelumnya. Menembus dari bagian bawah hingga keluar dari ubun-ubun para Zombie, Skeleton, Death Knight, serta bermacam-macam monster ras undead lainnya.

Sementara, Arka...

"Eh... Aku buang kemana bola gede isi racun ini, ya? Hmmm... Ke laut? Nanti ikan-ikannya pada mati keracunan haha... Ke tanah yang tak berpenghuni? Bahaya kalau tiba-tiba ada manusia berjiwa petualang lewat sana... Hmm hmm... Eh, ke luar angkasa aja kali, ya? Boleh deh..." Arka berbicara sendiri sambil menatap Darkness Cube yang tidak lagi berbentuk seperti kubus, melainkan bola. Dimana bola itu mengurung dan menahan Poison Breath yang ditembakkan oleh Rotten Dragon agar tidak meracuni semua orang di sekitar sana.

Kemudian, dengan sedikit gerakan jari telunjuknya, Darkness Cube (Ball) langsung melesat ke langit. Dalam waktu beberapa detik saja, wujud bola hitam raksasa itu telah hilang dari pandangan. Menembus atmosfer dan meledak di ruang angkasa.

"Nah, beres... Kayaknya, aku harus ngeberesin semuanya juga deh... Haha... Apa boleh buat."

*Wuss!*

*Duaar!*

*Debum!*

*Blegaar!*

*Srass! Srass! Srass!*

Seperti iblis yang kesetanan, atau setan yang keiblisan, mana saja bolehlah disesuaikan dengan minat Pembaca saja, Arka terbang melesat zigzag melewati setiap monster undead yang ada. Dimulai dari Rotten Dragon yang sudah setengah terluka akibat serangan dari Rogard dan timnya sebelum ini.

Menghadapi monster sekelas itu, Arka tidak perlu menggunakan skill Demon Form dan repot-repot merubah wujudnya menjadi iblis. Karena skill Darkness Enhancement saja sudah lebih dari cukup untuk meratakan mereka. Untuk Rotten Dragon, Arka memilih menggunakan skill Demonic Canon. Tembakan energi dark magic bagai kamehame hitam ia lepaskan ke kepala Rotten Dragon.

Seketika, Rotten Dragon berubah dari naga zombie yang sangar menjadi cicak raksasa buntung. Hanya saja bedanya kalau cicak biasa yang buntung itu ekornya, sedangkan Rotten Dragon ini yang buntung adalah kepalanya. Setelah tubuhnya tumbang, monster itu berkelojotan beberapa saat, lalu diam tak bergerak. Dan tubuh kadal raksasa itupun berubah menjadi debu hitam yang hanyut oleh tiupan angin.

Tak memerlukan waktu sampai lima menit, semua monster undead yang ada di sana menyusul Mbah-nya menjadi debu hitam dan lenyap di ujung Kuroshi, katana milik Arka.

*Boom!*

"... Itu yang terakhir." Gumam Arka setelah memusnahkan monster undead terakhir, yaitu salah satu Zombie Troll King, dengan menendangnya hingga terlempar 20 meter ke atas dan menembakkan Demonic Canon yang lebih besar lagi hingga seluruh tubuh Zombie Troll King itu terurai instan menjadi kembang api hitam di siang bolong.

Arka berdiri tegak mendongak ke atas untuk menikmati indahnya kembang api yang ia ciptakan. Bahkan, untuk sesaat di sekitar situ terasa seperti senja karena kembang api hitam tadi menutupi cerahnya sinar mentari. Lucifer Mode, exoskeleton yang ia ciptakan dari dark magic yang menutupi dan melindungi tubuhnya, perlahan meluruh dan hilang. Mengekspos seluruh tubuhnya hingga ia kembali terlihat seperti pria kecil dan lemah seperti biasanya.

Cyane yang telah menyelesaikan bagiannya, kini telah kembali ke wujud manusianya. Ia melangkah dengan elegan menuju Arka dan berhenti di sisinya. Tak lupa, Cyane memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat tuannya menjadi terlihat lebih majestic dengan membuat dirinya sendiri menjadi aksesoris indah dan menawan bagi Arka. Ia menggandeng lengan Arka dan menyandarkan kepalanya di atas kepala Arka. Salah satu payudaranya yang sangat besar itu, menyentuh lembut ke pipi Arka.

Siapapun yang melihatnya, jika ia tidak tahu bahwa laki-laki itu adalah orang yang baru saja membasmi hampir seluruh pasukan undead, pasti akan ngiler dan iri melihat sosok wanita yang luar biasa cantik dan seksi dengan payudara besar bersandar kepada seorang laki-laki muda, pendek, kecil, dan terlihat lemah itu.

Namun, tidak bisa dipungkiri lagi, mereka sudah melihat dengan mata kepala mereka yang nista, seberapa besarnya kekuatan lelaki kecil itu. Tak ada satupun yang iri. Bahkan, untuk mengumpat di dalam hati saja mereka tidak berani. Di mata mereka hanya ada kekaguman. Bahkan, beberapa di antara mereka tidak mampu menahan diri mereka untuk tidak berlutut menghadap Arka. Rasa lelah dan rasa terima kasih mereka yang begitu dalam telah mendorong tubuh mereka untuk berlutut secara spontan.

"Eh... Eh... Cyane! Sana, awas minggir! Makin lama dibiarin kok malah makin kenceng meluknya! Aku nggak bisa napaaas! Susumu nutupin hidungkuuu!" Teriak Arka sambil berusaha mendorong Cyane, tapi tidak dengan sekuat tenaganya. Karena jauh di lubuk hatinya, Arka juga menikmati boink-boink dari payudara Cyane yang menggosok-gosok wajahnya. Malah, Arka mendorong Cyane sambil tersenyum mesum dan sedikit ngences.

"Tuan Arkaa~ Tuan Arka keren sekaliii~ Hamba jatuh cinta dengan Tuan Arkaaa~goheekk!"

Akhirnya, Arka muak karena sisi cabul Cyane muncul. Ia mendorong wajah Cyane dengan agak kasar. Arka memang mesum, tapi ia tidak begitu menyukai wanitabyang terlalu vulgar.

"Gyuh! Tuan Arka! Enak! Enaaak! Kasari hamba lagi, Tuan Arkaaa~"

Orang-orang yang awalnya menatap Arka dengan penuh rasa kagum, kini ekspresi mereka berubah. Garis-garis hitam dengan setetes keringat muncul di wajah mereka.

***

Itukah kekuatan sesungguhnya dari Pelatih Arka? Luar biasa... Menakjubkan! Ahh... Kenapa aku jadi becek...

Sebelumnya, aku hanya melihatnya dari kejauhan ketika ia melawan Monster Tanah Raksasa, Geodam. Kini, aku bisa menyaksikan aksinya dari dekat. Sepertinya... Aku jatuh cinta dengan Pelatih! Tubuhku merespon kejantanan Pelatih Arka secara otomatis dan menginginkan dia!

Aku... Aku harus kesana! Aku harus memeluknya! Tubuhku menginginkan pria dengan kekuatan yang besar! Tubuhku menginginkan Pelatih Arka!

"Pelatiiiih~!" Aku berteriak sambil berlari kencang ke arah Pelatih Arka. Setelah sampai di jarak jangkauanku, aku melompat. Kurentangkan tanganku untuk memeluk Pelatih Arka... Dan...

*Wuss*

Beberapa centimeter sebelum aku bisa meraihnya, Pelatih Arka bergeser satu meter ke samping dengan kecepatan cahaya. Aku...

*Brugg!*

Aku hanya memeluk angin dan jatuh tersungkur di tanah...

"Woi woi Felsy! Kamu mau ngapain!? Kamu antek-anteknya undead juga, ya!? Kamu mau nyekek leherku? Kamu mau berusaha ngebunuh aku juga!? Kamu dan Cyane mau ngeroyok aku!?" Pelatih Arka langsung mengomeliku. Tapi, aku tidak peduli.

Aku langsung bangun, membersihkan wajahku, dan tersenyum nyengir kepada Pelatih Arka.

"Pelatih kereeen! Aku mau peluk Pelatiiih!" Aku mencoba lagi untuk memeluk Pelatih Arka.

Namun kali ini, entah mengapa, dia tidak menghindar. Pelatih Arka hanya diam dan membiarkan aku memeluknya. Ada yang aneh, pikirku. Tapi berikutnya, aku merasakan sesuatu menetes di pipiku. Seperti ada gerimis yang menetes di siang bolong. Cuaca secerah ini bagaimana bisa gerimis? Awan saja tidak ada...

Dan tiba-tiba, aku merasakan adanya sensasi sesak di dalam dadaku yang tiba-tiba meledak.

"Pe- hiks... Pelatih... Kereeen... Hiks..." Aku merasa sulit berbicara. Nafasku terputus-putus dan tersentak-sentak.

Aku menangis? Kenapa aku menangis? Apakah Pelatih Arka membiarkanku memeluknya karena ia melihatku menangis?

Lalu kurasakan sebuah lengan melingkari punggungku. Kemudian, lengan itu menekan tubuhku ke tubuh Pelatih Arka. Perlahan, tapi semakin lama semakin erat. Semakin erat, semakin kuat pula rasa hangat tubuhnya yang kurasakan di tubuhku. Sesaat kemudian, aku merasakan sebuah tangan mengusap rambutku dengan lembut. Sesekali mengusap telingaku yang memberikan sensasi geli sekaligus menenangkan.

"Huuaaaaaa!" Aku tidak mampu lagi menahan diriku. Semua topeng yang selama ini selalu kugunakan untuk menutupi apa yang kurasakan, seakan meluruh dan hancur berkeping-keping di dalam pelukan Pelatih Arka. Aku menangis sejadi-jadinya. Tak peduli lagi dengan semua tatapan orang di sekitarku.

Akhirnya, aku bisa meluapkan semua stres dan emosiku yang sudah tertumpuk selama beberapa hari ini.

Aku lelah! Aku capek! Aku ingin ini semua berakhir! Aku mau pulang ke asrama! Aku mau tidur di kasurku! Aku mau makan makanan hangat di kantin akademi!

Seakan menjadi solusi dari semua jeritanku, kehadiran Pelatih Arka telah menjawab semua teriakan batinku dengan jawaban yang kuinginkan. Dan kini, aku tidak akan menahan apapun lagi. Biar saja semua orang tahu betapa rapuhnya aku.

"Dah... Dah... Semua udah selesai... Dasar bocah, haha..."

Pelatih Arka sepertinya sedang berusaha menenangkanku. Tapi aku masih ingin seperti ini lebih lama lagi...

"Ayo bocah-bocah, kumpul semua! Bentar lagi kita balik! Trainingnya udah selesai!"

***BERSAMBUNG***