Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 146 - Chapter 57

Chapter 146 - Chapter 57

"Gristaaa! Gimana?"

"Ha? Apanya yang gimana, Fi?"

"Yee... Itu, tuh... Yang kamu kerjain dari kemaren..."

"Oh? Tape?"

"Nah! Iya, tape! Ih si Arka ini ngasih nama makanan aneh-aneh aja..."

"Hahaha... Iya, aku baru dengar ada makanan namanya tape. Tapi, aku belum bisa memproduksinya secara besar-besaran. Karena, kemungkinan berhasilnya cuman satu banding dua."

"Kenapa emang? Masalahnya apa?"

"Ya itu dia yang sedang aku uji coba, Fianaaa... Soalnya, pas ngejelasinnya ke aku, Arka belum sempat jelasin secara detil tentang proses pembuatannya. Dia langsung buru-buru pergi ke Undead Tower. Sekilas terlihat seperti proses fermentasi minuman keras. Tapi setelah aku coba beberapa kali, reaksi fermentasinya banyak yang nggak sempurna atau malah rusak total bahan dasarnya. Huhhh..." Grista menghela nafas panjang. Sedikit kekecewaan tersirat di wajahnya. "Padahal masih banyak yang mau kutanyain..."

"Hahaha... Bullshit kamu, Gris! Bilang aja kamu pengen lama-lama ngobrol berduaan sama Arka, kaaan?"

"Iiih apa sih Fiii... Beneran, aku masih bingung sama tape iniii!" Grista berusaha menyangkal, tapi ia tak mampu menyembunyikan senyum di wajahnya.

"Lalalalalaaa! Nggak denger, nggak dengeeerr! Weeek! Hahahaha!" Ucap Fiana sambil menutup kedua telinganya, mencibirkan lidahnya. Setelah selesai menggoda Grista, ia mengulurkan tangan ke arah Grista sambil tersenyum. "Mana coba yang udah jadi dan bagus hasilnya? Aku mau nyicip."

"He?"

"Nyiciiip... Kamu tau arti nyicip, nggak? Nyicip itu--"

"--Iyaaa aku tauu... Tapi kamu yakin mau nyicip? Aku aja belum nguji itu beracun atau nggak. Aku baru menilai teksturnya, warnanya, sama aromanya."

"Emang yang bagus itu gimana?"

"Hmmm... Susah jelasinnya. Gimana kalo kamu coba sendiri? Yang itu gagal, nah yang itu berhasil dan bagus." Ucap Grista sambil menunjuk beberapa gelas besar.

"Aku bisa mati nggak kalo makan yang gagal?"

"Hahaha... Tenang, aku punya banyak persediaan antidotum. Yaa paling kubiarin dulu mulutmu berbuih beberapa menit, terus kejang-kejang, abis itu pas kamu udah sekarat, baru aku kasih antidotum-nya. Hahaha..."

"Gri-Grista... Aku nggak nyangka kamu punya sisi gelap begini..." Mata Fiana terbelalak lebar mendengar ucapan Grista.

"Hahaha... Bercandaaa... Tenang aja, aku sendiri udah nyobain, kok. Nggak apa-apa, Fi..."

"Oke deh. Aku kepo sama rasanya." Fiana langsung mengambil gelas besar yang berisi tape gagal. Ia mengambil secubit tape yang berwarna agak mulai memerah kecoklatan.

"Omnomnom... Ungh... Rasanya... Agak asem, ada manisnya tapi dikiiit..."

"Dah dilepeh aja. Terus kamu kumur-kumur dulu sana."

Setelah selesai berkumur-kumur di toilet, Fiana kembali duduk di samping Grista.

"Barang bagusnya mana?"

"Nih yang paling bagus." Grista menyodorkan gelas besar berisi seperti butiran nasi yang berwarna putih namun berair.

"Eh, ini baunya mendingan dibanding yang tadi rada apek." Kemudian Fiana mengambil secubit butiran putih yang lembek itu, lalu memakannya. "Umm! Enak, enak! Rasanya manis dan seger pas dikunyah, terus ada efek seperti meminum miras saat ditelan! Waaw! Kok Arka bisa tau makanan kayak gini, sih?"

"Ini bisa dibikin lebih pekat lagi kadar alkoholnya kalo dibiarin lebih lama. Tapi, aku lagi fokus eksperimen gimana caranya supaya kemungkinan berhasilnya bisa mendekati 100% dulu. Kalo udah bisa, baru eksperimen meningkatkan kandungan alkoholnya."

"Omnomnom... Uuuuh! Enaaak! Ini mah namanya makanan keras! Rasanya keraddd kayak miras! Ahahaha..."

"Hihihi... Bisa aja kamu, Fi..."

"Ngomong-ngomong, gimana kabar dari tanaman yang jadi bahan buat bikin tape ini?"

"Amaaan! Yang penting tinggal dijaga pengairannya jangan sampe kurang, terus dikasih pupuk yang cukup dari kotoran monster."

"Ugh... Ngebayangin tape ini berasal dari zat-zat yang diserap tanaman dari kotoran monster... Kedengerannya kayak..."

"Hahaha... Nggak gitu juga sih, Gris... Udahlah, yang penting jadinya enak, kan?"

"Um. Iya, sih. Ya udahlah yaa..."

***

Senja, di halaman belakang Knight Academy Arvena, para siswa yang telah berlatih sejak sore mulai berkemas dan bersiap-siap kembali ke asrama mereka. Semua siswa terlihat antusias menyambut event yang akan diselenggarakan sebentar lagi. Event turnamen antar akademi.

"Aku udah lama nggak liat anak-anak dari Kelas Z itu... Kemana ya mereka?"

"Udah dua minggu sejak terakhir kalinya mereka terlihat. Apa mereka semua udah drop-out dari akademi, ya?"

"Kayaknya nggak, deh... Soalnya Wali Kelas mereka juga tidak ada. Apa jangan-jangan mereka sedang ada program kegiatan berlatih di luar kampus?"

"Hahaha... Konyol banget mereka. Ngapain susah-susah masuk akademi kalo toh ujung-ujungnya berlatih di luar dan nggak manfaatin fasilitas akademi?"

"Kamu kayaknya udah siap buat turnamen minggu depan... Bisa juara, nggak?"

"Haha! Jangan heran kalo timku yang jadi juaranya! Dan dengan tombakku, aku akan mengharumkan nama akademi!"

"Oke, oke... Aku percaya... Selama latihan, kalian sangat serius dan bahkan sampai membuat tim-tim yang lainnya jadi minder."

"Huwahaha! Mau itu Kelas Z, atau tim terkuat dari akademi lainnya, akan kami libas semua sampai rata dengan tanah!"

*Zzziiiiinnn!*

"Woi! Itu... Itu kan seperti yang waktu upacara penerimaan siswa baru!"

"Iya! Kayaknya mereka kembali!"

*Zzip zip ziip zziip zzipp zzippp!*

Banyak sosok, satu per satu muncul dari gerbang magis yang hadir entah dari mana.

Ya, mereka adalah para siswa dari Kelas Z. Semua terlihat begitu lusuh dan kelelahan. Armor dan pakaian yang mereka gunakan pun mengalami kerusakan di sana-sini. Luka-luka lecet tipis memenuhi kulit mereka yang tak terlindungi oleh pakaian dan armor. Hanya dua orang saja yang masih terlihat rapi, bersih, dan fresh. Dua orang itu tentunya Arka dan Cyane.

Semua siswa lainnya yang melihat peristiwa ini saling bergosip di antara mereka.

"Mereka... Kenapa penampilan mereka bisa acak-acakan gitu ya?"

"Anjay... Enaknya bisa teleportasi gitu..."

"Mereka baru kembali dari medan perang atau gimana, sih? Haha..."

"Kusut banget mereka... Bajunya robek-robek dan kotor..."

"Waah! Tuh, tuh! Liat, tuh! Ada kakak cantik yang seksi! Susunya gede anjirrr..."

"Kakak cantik itu... Pacarnya Pelatih?"

"Kayaknya iya... Abisnya dia dari tadi ngegandeng Pelatih itu terus... Pelatih juga kelihatannya santai aja digandeng. Aku rasa itu memang pacarnya."

"Aku mau jadi Pelatih kayak dia! Biar cewek-cewek cantik gelendotan sama aku!"

"Huuu! Dasar si mesum!"

Dan mereka pun akhirnya salah fokus. Mereka lebih memperhatikan sosok Cyane yang cukup jarang tampil di depan publik akademi, selain di depan siswa-siswa yang ada di kelasnya Arka. Tidak heran. Meskipun telinganya masih berbentuk sirip ikan dan kulitnya berwarna putih sedikit biru, tapi secara keseluruhan tubuh Cyane adalah tubuh impian setiap kaum wanita dan idaman kaum lelaki.

"Kalian semua, balik ke asrama kalian. Buruan mandi, makan, terus langsung tidur." Ujar Arka kepada para siswa kelas Z.

"""Baik, Pelatih..."""

***

Hah, akhirnya selesai juga. Latihan itu memang akan menghasilkan peningkatan maksimal jika langsung praktek. Dalam beberapa hari saja, mentalitas dan kerja sama siswa-siswaku sudah jauh lebih baik.

Aku teringat dulu, ketika masih kuliah kedokteran. Selama di kelas, dijelaskan berbagai teori. Teori, teori, dan teori. Apa yang terjadi? Aku mengantuk dan tidur sepanjang kelas. Aku menjejerkan 3 kursi di barisan paling belakang, lalu tidur di atasnya. Dari depan tidak terlihat karena terhalang meja panjang dan desain auditorium kuliahnya seperti punden berundak yang semakin ke belakang akan semakin tinggi.

Tidak ada satupun teori yang masuk ke otakku hahaha...

Namun, setiap kali praktikum dan skills laboratory (skills lab), ilmu medis yang dapat kuserap menjadi jauh lebih banyak karena aku belajar sambil berlatih melakukannya secara langsung. Apalagi ketika menggunakan aktor pasien yang sudah terlatih untuk menjadi orang sakit. Semua menjadi lebih real.

Setelah sesi praktek, kami akan berdiskusi tentang hal-hal apa saja yang masih kurang, apa yang harus diubah atau diperbaiki, apa saja kesulitannya dan bagaimana cara mengatasinya. Aku rasa, selama beberapa hari ini siswa-siswaku menerapkan hal serupa meski tak sama persis dengan yang kulakukan saat kuliah dulu. Karena, kalau tidak begitu, tentunya perkembangan kemampuan bertarung mereka tidak akan secepat itu. Tapi mungkin besok kutanyakan langsung saja di kelas.

Sekarang...

"Teleportation Gate!"

Aku akan mengecek Desa Kardia.

*Zzziiiinnn*

...

"Arka!"

Belum sempat aku membuka mata, suara Grista sudah berdenging di telingaku.

"Oh. Hai, Gris. Gimana?" Ucapku setelah membuka mata dan menoleh ke arah Grista.

"Aku hampir berhasil! Tapi... Aku masih nyobain untuk mencari trik supaya kemungkinan berhasilnya bisa tinggi. Tape ini... Aku belum benar-benar paham bagaimana prosesnya."

Tape... Oh, iya. Sebelum ke Undead Tower, aku tiba-tiba kepingin makan tape ketan. Entah ide dari mana, aku menyuruh Grista untuk membuatnya dengan sedikit arahan singkat. Karena Grista adalah Alchemist, dia adalah orang yang paling cocok untuk ditugaskan membuat tape. Itu menurutku.

Karena aku tahu Fiana juga sedang membudidayakan ketan sebagai alternatif bahan pangan utama di Desa Kardia, aku juga memanfaatkan hasil dari pekerjaan Fiana. Dan ternyata mereka berdua sangat tertarik untuk mewujudkan ngidamku ini hahaha...

"Coba liat yang udah kamu bikin. Terus gimana aja percobaan yang kamu lakuin?"

"Ini... Kalau yang ini..." Grista menunjukkan hasil karyanya kepadaku sambil menjelaskan satu per satu dari percobaan-percobaan yang telah dilakukannya.

Ada yang direbus, ada yang dikukus, ada yang dipanggang sebelum proses peragian. Ada yang dijemur di bawah terik matahari, ada yang dimasukkan ke dalam lemari tertutup, ada yang wadahnya terbuka, dan ada yang wadahnya ditutup rapat saat proses fermentasi.

"Oooh... Maap aku kurang detil ngejelasinnya. Gini, gini... Sebelumnya, ketan ini dikukus dulu sampe mateng. Ini supaya pas dikasih ragi, bisa mempermudah tunbuhnya ragi. Nah, abis dikukus biarin dingin dulu sambil ditiriskan. Raginya dicampur pas udah dingin."

"Ohh..." Grista memperhatikanku dengan serius.

Saat aku meliriknya, wajah serius Grista terlihat imut dan manis. Lalu tiba-tiba aku merasa canggung sendiri. Ehh... Kenapa kok jantungku berdetak lebih cepat...

"Ugh..." Aku menggelengkan kepalaku, mencobah menepis pikiran itu dan kembali fokus menjelaskan proses pembuatan tape.

"Kenapa, Arka?"

"Eh, e-enggak... Ok, berikutnya, yang harus kamu tau itu adalah bahwa proses fermentasi yang membuat ketan berubah menjadi tape adalah, proses ini merupakan proses anaerob. Anaerob artinya proses yang tidak membutuhkan udara. Jadi, kamu bisa coba meminimalisir udara di dalam wadahnya dan menutupnya. Terus tunggu sekitar 3 hari, atau kamu bisa bereksperimen buat durasinya juga. Udah deh, dasarnya gitu aja." Aku menjelaskan dengan sesimple mungkin yang aku bisa. Dan, ini hanya sebatas teori, bahkan aku sendiri juga belum pernah membuat tape ketan hahaha...

"Gitu aja?"

"Iya, udah..."

"Umm..." Grista menunduk, sikapnya tiba-tiba berubah.

"Ada yang mau ditanya, Gris?"

"E-enggak... Uhm... Ada, sih... T-tapi bukan pertanyaan juga... Dan... Bukan tentang tape..."

"Apa dong?"

"M-maafkan aku, Arka!" Seketika, Grista mendekatkan wajahnya ke wajahku.

"Umfh!" Aku terkejut. Kulit kepalaku terasa mengejang. Aku tidak ada persiapan untuk menghindari serangan dari Grista. Dalam sekejap, Grista sudah membenamkan bibirnya pada bibirku. Pipinya memerah. Ia memejamkan matanya sekuat tenaga dan terlihat setitik air mata di ujung celah antara kedua kelopak matanya. Kedua lengannya memelukku dengan erat di bagian punggung dan belakang kepalaku, tak memperbolehkanku untuk melepas ciumannya.

Hanya untuk beberapa detik saja, aku dapat merasakan lembut dan hangatnya bibir Grista. Aku dapat menghirup nafas yang dihembuskan oleh Grista. Aku merasakan gundukan lunak di dada Grista menekan ke dadaku, dan dari dalamnya aku bisa merasakan getaran dari detak jantung Grista yang berdebar-debar.

Aku masih kaget dan tidak mengerti apa yang sedang terjadi, atau apa yang sedang dipikirkan Grista. Dan parahnya, aku menikmati ini... Bahkan aku sama sekali tidak kepikiran Syla atau Ren pada saat peristiwa singkat itu terjadi.

***BERSAMBUNG***