Sibuk main game, jadi lupa mengetik ceritanya. Well, selamat menikmati!
__________________________________________
"Tuan Arkanava! Kumohon terima aku menjadi muridmu! Aku masih muda dan aku akan bekerja keras untuk berlatih dan menjadi berguna bagimu!"
"Saya juga, Tuan Arkanava! Saya mohon izinkan saya menjadi muridmu! Saya berjanji tidak akan mengecewakanmu!"
"Anda kuat sekali, Tuan Arkanava! Tolong beri tahu saya sedikit saja rahasia latihan Tuan Arkanava agar saya ikuti programnya!"
Di sebuah tenda yang awalnya damai, kini menjadi lokasi berkumpulnya massa. Seperti gedung DPR yang sedang digagahi ribuan massa mahasiswa dari berbagai universitas. Mereka menyerukan berbagai macam kalimat yang intinya hanyalah satu. Meminta Arka untuk melatih dan mengajari mereka supaya jadi lebih kuat.
Mereka sudah melihat secuil kekuatan Arka. Memang hanya secuil, tapi... Secuil saja sudah mampu menggetarkan pendirian mereka. Secuil saja sudah dapat memutus semua asa mereka. Secuil saja sudah bisa membuat mereka bertekuk lutut tanpa perlawanan jika suatu saat mereka harus melawan Arka.
Di tenda Petualang Plat Diamond, yaitu tenda milik Rogard, mereka berusaha untuk menerobos masuk. Para penjaga sudah berusaha keras untuk menahan, tapi sepertinya mereka sudah mencapai batas yang dapat mereka emban.
Akhirnya, setelah beberapa menit keanarkisan mereka dibiarkan, Arka keluar dan menemui mereka.
Tapi, bukan menemui mereka untuk menerima mereka, melainkan untuk mengusir mereka. Arka malas berurusan dengan massa yang labil seperti ini. Jadi, ia memutuskan untuk menggunakan salah satu skill crowd control yang dimilikinya.
Devil's Glare.
"Woi. Berisik, anjeng."
*Ngiiiing~*
Dengan beberapa kata dari Arka saja, semua langsung hening. Keributan yang ditimbulkan massa anarkis langsung bungkam. Yang tersisa hanya keheningan yang berdenging.
Semua Petualang yang awalnya penuh semangat, sekarang dipenuhi teror dan rasa takut yang luar biasa. Karena, seiring dengan perkataan simpel yang diucapkan oleh Arka, dia menyertakan kekuatan kegelapan dari skill Devil's Glare yang memicu rasa takut bagi mereka yang memiliki status poin tinggi. Apalagi kepada mereka yang memiliki status sangat sangat sangat rendah. Ya, Petualang Plat Iron, Copper, dan Silver masih tergolong memiliki status yang sangat rendah jika dibandingkan Petualang Plat Diamond yang memiliki status menengah.
Setelah melihat skill-nya sangat efektif, Arka menambahkan, "Bubar kalian semua kalo masih pengen menghirup udara segar, sebelum kalian kumasukin ke dalam kotak 1 kali 2 meter."
"H-hiiiiii!"
"A-a-ampun! A-ampun T-Tuan Arkanavaa!"
"J-jangan bunuh kami!"
"K-kami patuh! Ka-kami akan p-patuh!"
"Hiiiiii!! Nge-ngeriiiii!"
Akhirnya para pembuat keributan pergi berlari tunggang-langgang dari tenda Rogard. Arka kembali menikmati teh herbal lezat yang dihidangkan untuknya sambil melanjutkan obrolan mereka. Di tenda itu, tidak hanya Rogard yang Plat Diamond. Tapi ada 2 orang lainnya yang merupakan Petualang Plat Diamond junior.
Mereka sedang dalam masa internship. Karena meskipun mereka sudah lolos ujian kenaikan tingkat petualang, mereka masih harus dibimbing oleh senior mereka selama beberapa tahun ke depan. Setelah sang senior menyatakan bahwa juniornya sudah memiliki semua kompetensi yang dibutuhkan bagi seorang Petualang Plat Diamond, barulah mereka bisa bergerak sendiri tanpa supervisi dari seniornya lagi.
Dan setelah mengobrol-ngobrol tentang banyak hal dan segala permasalahan yang ada di seputar Benua Erith, tak terasa tiga jam berlalu. Seorang penjaga membawa sebuah kabar bagi semua orang yang ada di dalam tenda itu, terutama Arka.
"Lapor, Tuan! Seorang pemuda keluar dari Undead Tower dalam keadaan terluka parah! Sepertinya dia adalah salah satu murid Tuan Arkanava!"
"Ha? Kau tidak salah?" Tanya Rogard, bingung.
"Loh, kok bisa?" Arka juga heran kenapa hal seperti itu bisa terjadi.
Padahal, Undead Tower tidak pernah menelan korban jiwa sebelumnya. Siapapun yang terbunuh di dalamnya, akan keluar dalam keadaan sehat meskipun kehilangan seluruh equipment mereka.
Arka langsung mendatangi pemuda yang dimaksud oleh sang penjaga tadi. Sedangkan Rogard, mencoba berpikir dalam untuk mencari alasannya sambil berjalan di belakang Arka. Dan di tengah pemikirannya, dia menemukan sebuah kemungkinan yang bisa terjadi.
Karena semua orang yang "terbunuh" di dalam Undead Tower akan "hidup kembali" dan dikirim ke lantai pertama, berarti untuk dapat kembali dalam keadaan sehat harus terbunuh dulu. Jika tidak terbunuh, tentu saja tidak dapat dihidupkan kembali.
Berarti, kemungkinan yang terjadi adalah, pemuda itu terluka parah ketika melawan monster di sana. Dan alih-alih "bunuh diri", dia malah berlari menuruni setiap lantai sampai keluar dari Undead Tower dalam keadaan terluka parah.
Hm? Ah, tidak mungkin ada orang sebodoh itu. Aku harus mencari kemungkinan yang lainnya. Pikir Rogard.
Setelah melihat siapa korbannya, Arka berkata, "Lah, kok kamu bisa luka parah gini sih, Otak Udang!?"
Revon menjawab sambil menahan sakitnya, "Saya kalah sewaktu melawan Troll Raksasa di dalam sana, Pelatih... Daripada nyawa saya melayang, saya kabur aja dan lari menuruni semua tangga sampai ke lantai dasar lagi daripada saya mati..."
"Isi kepalamu itu cuman otot semua, ya? Di dalemnya emang nggak ada otak, ya? Kok bisa sih otakmu bermutasi jadi otot... Hahhh... Nambah-nambahin kerjaanku aja..."
Haa!? Jadi, benar? Pemuda ini malah bersusah payah melarikan diri dalam keadaan terluka parah? Aku salah. Ternyata, memang ada orang sebodoh itu. Padahal dia tidak perlu khawatir karena di sini tidak ada kata "mati". Rogard berbicara di dalam hatinya.
Tanpa berlama-lama, Rogard memerintahkan penjaga untuk membawa Revon ke ruang perawatan luka. Luka Revon cukup parah. Lengan kanannya bengkok, luka robek di paha kanan dan bahu kanan yang cukup panjang, disertai perdarahan yang masih aktif. Untung Revon memiliki ketahanan fisik yang lumayan.
Arka mempersiapkan semua alat yang dibutuhkan. Kali ini tidak ada Ren, tidak ada Syla, dan tidak ada Grista yang bisa membantunya. Cyane? Arka tidak mau mengambil resiko.
"Eng... Apa boleh buat... Tahan sakitnya, yak... Aku nggak bawa bius haha..." Ucap Arka kepada Revon.
Revon tak menjawab. Tapi matanya terbelalak lebar. Urat-urat mata yang berwarna kemerahan memenuhi bagian putih dari mata Revon karena saking takutnya membayangkan rasa nyeri yang akan ia rasakan. Tapi Revon bukan anak mami yang manja dan tidak mampu menahan sakit.
"Mana tim perawatan luka di sini? Kalian? Sini kalian berdua. Bersihkan dengan air bersih lalu tekan luka di bahu dan pahanya dengan kain bersih." Perintah Arka kepada dua orang yang bertugas di ruang perawatan.
Arka sebenarnya agak bingung. Dia berusaha mengingat-ingat teori pertolongan pertama pada kecelakaan yang dulu pernah dipelajarinya. Lalu dia berusaha menerapkannya sebaik yang ia mampu.
"Siap, ya..."
*Gruk*
*Krek*
*Krotak*
"Guurrrrrrrrrggghhh!!!" Revon menggigit batang kayu sekuat tenaganya sambil mengerang kesakitan.
Lengan atasnya sedang diutak-atik oleh Arka. Tulang humerus-nya patah dan posisinya tidak lurus sejajar lagi.
Arka menarik lengan tersebut dengan kuat tapi perlahan. Pelan-pelan, ia tarik tulang yang patah dan tidak sejajar tadi hingga terasa *krek*. Akhirnya, posisi patahan tulangnya kembali sejajar. Arka mempertahankan posisi tersebut sambil mengeluarkan energi dark magic. Energi dark magic menyusup melalui pori-pori Revon. Perlahan, dark magic berkumpul di sekitar lokasi tulang yang patah tersebut dan menyelubunginya.
Kemudian dark magic itu mengeras, memfiksasi patahan tulang itu agar tetap di tempatnya dan tidak lari lagi dari posisinya.
Dengan Darkness Sense, Arka memperhatikan posisi patahan tulangnya. Setelah menyetel sedikit, akhirnya posisi patahan sudah pas di kedua sisinya.
Darkness Creation.
Arka membuat casting menyerupai gips yang berwarna hitam. Sementara menunggu Anvily untuk memberikan Heal dan Recovery kepadanya.
"Yak, berikutnya... Hmm... Ini kayaknya ringan aja, sih..." Gumam Arka. Lalu mendekati lokasi robekan di bahu Revon.
Petugas yang menekan luka di bahu Revon menyingkir. Memberikan ruang bagi Arka untuk bereksperimen.
Lukanya dangkal. Hanya merobek kulitnya saja, tak sampai pada otot dan urat yang ada di dalamnya. Lagipula, di daerah bahu bagian atas tidak ada pembuluh darah arteri yang besar. Arka berpikir sambil memperhatikan kondisi lukanya.
"Oi, ini bakal sakit banget. Tapi aku usahain cepet. Kamu jangan cengeng, ya..."
"Ung." Masih menggigit kayu, Revon mengangguk.
Arka sudah menyiapkan benang jahit dan jarum jahit yang berbentuk setengah lingkaran, yang dibuatnya dari dark magic. Jarum untuk menjahit jaringan tubuh manusia tidak berbentuk lurus seperti benang jahit pakaian. Tapi bentuknya melengkung. Ada yang setengah lingkaran, ada yang 2/3 lingkaran, 1/3 lingkaran, dan ada ukuran-ukurannya juga. Semua disesuaikan dengan kebutuhan, tergantung mau menjahit bagian tubuh yang mana.
Benang yang digunakan pun bermacam-macam jenisnya. Ada yang dari nylon, silk, atau catgut. Ada yang dapat diserap oleh tubuh, ada juga yang tidak dapat diserap tubuh sehingga harus dilepaskan secara manual apabila sudah selesai digunakan. Selain itu, ukurannya juga berbeda-beda. Ada yang tipis dan halus, ada yang agak tebal. Semuanya memiliki fungsi dan manfaat yang berbeda-beda.
Dan setelah Arka selesai membersihkan lukanya, ia mulai menjahit. Tanpa bius. Rasa sakit 100% yang sampai ubun-ubun dirasakan Revon setiap kali jarum ditusuk masuk ke dalam kulitnya, saat jarum menusuk keluar kulit, lalu gesekan benang yang menyusuri lubang akibat tusukan jarum tersebut. Erangan dan geraman Revon menjadi background music bagi telinga Arka.
Arka, mendengar Revon kesakitan, malah tersenyum. Kadang, dia tertawa atas penderitaan yang dirasakan Revon. Tapi Revon hanya bisa menahan.
"Bahu beres. Terus... Paha. Nah, paha ini yang agak ribet. Robekannya dalem. Ototnya ada yang ikut robek juga... Bocah Otak Udang, kamu ambil nafas dulu. Aku kasih 3 menit. Abis itu kita gaskan lagi."
Revon menenggak segelas air. Keringatnya bercucuran menahan sakit. Wajahnya merah karena mengejan. Tapi untungnya, Arka menyelesaikan tugasnya dengan lumayan cepat.
Dan yang berikutnya, di bagian paha, Arka harus menggunakan Darkness Reins untuk mengetahui secara menyeluruh bagian tubuh Revon dan dapat mengendalikannya. Dengan Darkness Reins, Arka menarik kembali jaringan yang sudah robek agar menempel kembali. Lalu, sambil mempertahankan posisi itu, ia langsung menjahitnya. Butuh waktu cukup lama karena harus menemukan kedua ujung yang sama untuk dapat disatukan kembali dari sisi-sisi otot yang robek dan terpisah sebelum akhirnya dijahit.
Keringat dingin menetes di wajah Arka. Berkali-kali ia meminta petugas ruang perawatan untuk mengelap keringat dari wajahnya. Bagaimana tidak? Seorang sarjana kedokteran, belum selesai koas, bahkan belum lulus uji kompetensi dokter, harus melakukan operasi seperti ini. Dia benar-benar kebingungan, tapi tetap berusaha menyelesaikannya.
Ditambah lagi pasiennya teriak kesakitan karena tidak ada bius. Benar-benar menguji ketenangan Arka agar tidak jatuh dalam kondisi panik. Karena jika sudah panik, jangankan hal yang belum bisa, hal yang bisa dilakukan saja bisa gagal karena blank.
Dan akhirnya, setelah sekian lama, operasi selesai. Arka langsung duduk kecapekan di sudut ruangan, masih berlumuran darah Revon. Berkonsentrasi penuh dalam waktu berjam-jam sudah membuat Arka kelelahan secara mental. Dia sudah merasa mual karena mentalnya sudah mencapai ambang batas. Untung saja bisa segera diselesaikan.
"Pelatih! Katanya Revon terluka parah!?" Felsy tiba-tiba masuk ke ruang perawatan dimana Revon dan Arka berada.
"Hah... Kalian udah beres?"
"Kami mati di Bos Pertama, Pelatih..." Anvily yang menyusul di belakang Felsy, menjawab pertanyaan Arka.
"Ahh... Anvily, coba itu tolong Heal si Revon. Aku udah benerin yang aku bisa. Sisanya tinggal penyembuhan. Kamu bikin gih biar bisa sembuh lebih cepet."
"Baik, Pelatih..."
"Hei hei yang lainnya nggak usah ikut masuk. Keluar kalian. Biar Anvily aja." Kata Arka setelah melihat siswa-siswa lainnya ingin menyusul untuk masuk.
Karena diusir Arka, mereka tidak jadi masuk. Dan beberapa saat kemudian...
"GROOAAAAAARRRRHH!!!"
Sebuah raungan keras dan menggetarkan tenda terdengar dari arah dimana Undead Tower berada.
"Kyaaaaaaa!!!"
"Aaaaaaarrrgh!!!"
Diiringi oleh teriakan banyak orang.
"Ah taheek... Apa lagi itu..." Ujar Arka sambil memijat keningnya yang terasa kram dan pegal.
***BERSAMBUNG***