PENGUMUMAN
Setelah chapter ini, ceritanya saya hold dulu. Tidak tahu sampai kapan. Nanti saya lanjutkan update ceritanya lagi saat saya sudah mau melanjutkannya.
Selamat membaca~
___________________________________________
"Gimana, anak baru? Nggak nyesel kan? Ahahaha!"
"Asyik braderrr! Goyang lagi bosque!"
Revon dan Fazar sedang menikmati musik dan minuman keras di salah satu bar. Mereka mulai mabuk dan tidak bisa berhenti bergoyang sambil terus menenggak sisa miras di tangannya sedikit demi sedikit. Dua hingga tiga orang pelacur ikut berjoget dan menggoda mereka, dan mereka berdua menikmati sentuhan dan gesekan tubuh dari para pelacur itu.
Musiknya tidak terlalu keras seperti di tempat clubbing karena teknologi pengeras suara masih belum dikembangkan di dunia ini. Tapi instrumen musik yang digunakan musisi di sini memang didesain untuk dapat menghasilkan suara yang cukup keras. Oleh karena itu, Fazar dan Revon harus berteriak untuk dapat berbicara satu sama lainnya. Dan itupun harus di dekat telinga lawan bicaranya supaya jelas karena selain suara musik yang lumayan kuat, banyak orang berteriak-teriak menikmati hiburan ini.
Dan ketika Revon berbicara dengan salah satu pelacur di sana, tidak jarang tangannya bergerak kemana-mana dengan leluasa akibat jarak bicara yang terlalu dekat. Kadang merangkulnya, kadang menepuk bokongnya, kadang malah sengaja ia meremas payudara para pelacur tersebut. Dan sepertinya para pelacur itu tidak terlalu menghiraukan. Malah, mereka juga sering meraba-raba bagian intim Revon dan Fazar.
"Waaaah! Kamu benar! Ini seru sekali!"
Tiba-tiba Revon dan Fazar mendengar suara seorang wanita yang ikut join bareng mereka berjoget ria.
"Matiin lampunya dijeee!" Fazar masih asyik dengan dunianya sendiri, belum menyadari sesuatu.
"Ayo bebiii! Mana goyanganmuuu! Pantatnya digoyaaang! Susunya mana susunyaaa!" Revon pun sama, dia masih terlarut dalam surganya sendiri bersama dua orang pelacur di kanan dan kirinya yang juga ikut bergoyang. Dua pelacur itu, telah diberi uang saweran oleh Revon dari waktu ke waktu. Oleh sebab itulah mereka berdua terus saja menempel kepada Revon.
Dan tanpa peringatan, seseorang merangkul leher Revon dan Fazar, sambil berkata, "Ayo bebiii kita goyang disana ajaaa!"
Lalu rangkulan orang itu menjadi semakin berat hingga Revon dan Fazar harus membungkuk dan melangkah tertatih terburu-buru untuk mengikuti arah tarikannya. Kaki mereka berdua sudah tidak kokoh lagi akibat efek alkohol yang sudah menggenangi isi kepala mereka.
Setelah beberapa langkah keluar dari bar, barulah tarikan itu berhenti. Dan tanpa mereka duga, tubuh mereka berdua didorong dengan kasar. Karena kaki mereka tidak kuat lagi menahan dorongan itu, akhirnya mereka jatuh tersungkur. Wajah mereka berdua terjerembab ke tanah. Seraup tanahpun masuk ke dalam mulut dan hidung mereka.
"Phah! Peh! Peh! Woi! Kasar banget sih!" Revon meludahkan tanah dari mulutnya dan marah-marah tanpa memahami situasi atas dirinya saat ini.
"Bhah! Bahak! Ohoeeeek!" Fazar juga meludah dan terbatuk, tapi kemudian ia muntah.
Mereka berdua kesulitan untuk dapat bangun dari tanah karena sudah mabuk berat. Setelah perjuangan keras, akhirnya bereka bisa duduk di tanah. Barulah mereka bisa melihat siapa yang menyeret dan mendorong mereka dari tadi.
Wanita itu adalah sosok yang mereka kenal. Tubuhnya tinggi, ramping, tapi montok. Dengan rambut biru bergelombang bagaikan ombak di tepi pantai. Mengenakan mini dress berkilauan yang memantulkan cahaya dari sekitarnya. Dan payudara yang jumbo menantang segala rintangan yang menghadangnya.
"Cyane, ambilin air seember."
Mendengar suara laki-laki yang sangat familiar di telinga mereka, Revon dan Fazar langsung terperanjat. Dalam hitungan detik, wajah mereka yang merah merona akibat mabuk alkohol itu berubah menjadi pucat pasi seperti wajah vampir yang bernama Edward Cullen di film Twilight, hanya saja mereka lebih jelek dan tidak berkilauan jika terkena sinar matahari.
Saking kagetnya, bola mata mereka seakan ingin melompat dari soketnya. Dan seluruh tubuh mereka tersentak seperti tersambar petir di malam hari yang cerah. Baik Fazar maupun Revon, meskipun kepala mereka masih terasa koplak akibat kebanyakan minum alkohol, tetap bisa berpikir jernih untuk satu hal ini. Dan Revon yang paling paham, bahwa mereka...
"Mampus... Mampus kita..."
Revon berbisik kepada Fazar, keringat sebesar biji jagung menggulung dari dahi menyusuri batang hidung, dan menetes dari ujung hidungnya ke pahanya. Revon tidak berani mengangkat wajahnya. Tanpa melihatpun, ia sudah tahu bahwa orang yang sedang berdiri di depannya adalah Arkanava Kardia, Pelatih mereka yang memiliki kekuatan melebihi akal sehat manusia.
Revon mengerti, dia telah melakukan kesalahan-kesalahan yang fatal yang sudah tertangkap basah bagi seorang siswa di Akademi. Pertama, dia melanggar perintah dari Pelatih. Kedua, dia meminum minuman keras. Ketiga, dia bersikap tidak seperti selayaknya seorang siswa akademi dengan berjoget menggila bersama pelacur-pelacur yang ada di bar.
"Kita... Gimana ini, Rev? Ketahuan sama Pelatih... Apa kita kabur?" Fazar, dengan pikiran yang setengah berkabut, berusaha mencari solusi.
"Goblok... Felsy aja nggak bisa kabur dari dia... Apalagi kita!"
Bangke... Sampai dibilang goblok sama orang paling bodoh di kelas... Sehina itukah aku... Fazar berkomentar di dalam hatinya.
"Terus, gimana dong?"
"Kita... Kita cuman bisa bersujud mohon ampunan kepada dewa kematian di depan ki--"
*Byurr*
Tiba-tiba Revon dan Fazar disiram air seember. Air itu hanyalah air biasa. Namun entah mengapa, mereka berdua merasa bahwa mereka disiram dengan air yang baru saja diambil dari perairan di kutub utara planet ini.
"Gyaaaa! A-ampun, Pelatih! Jangan bunuh kami! Ampuuun!"
"Guaaaahh! Di-dingin! Ampuni kesalahan kami, Pelatih! Ampuni nyawa kami!"
Mereka berdua langsung bersujud di kaki Arka memohon ampunan. Badan mereka menggigil. Antara menggigil karena dinginnya air, atau karena mereka gemetar ketakutan akibat bulu roma mereka merasakan hawa membunuh dari aura kegelapan yang dikeluarkan oleh Arka saat itu. Kemungkinan yang kedua lebih tepat sepertinya.
"Aduh... Gimana aku harus menghukum kalian, ya... Hmmm... Ya udah. Besok aja hukumannya. Sekarang, kalian ikut aku aja. Karena aku nggak mau ngerusak mood-ku lebih dari ini. Dasar bocah-bocah ileran nggak bisa dibilangin."
Akhirnya... Malam itu... Arka membimbing dua orang siswanya untuk menikmati keliaran suasana malam di desa Undead Tower dengan sangat baik. Arka memandu mereka agar mereka tidak tersesat dan masih tahu arah jalan pulang. Mereka pun menikmatinya dengan hati riang gembira, tanpa memikirkan mau jadi apa mereka besok. Sesekali, Fazar dan Revon melirik belahan dada Cyane yang tidak ada lawannya di bar tersebut. Belahan dada itu semakin menggiurkan ketika Cyane bergelendotan dan menekan payudaranya ke lengan Arka.
Hingga subuh menjelang, Fazar dan Revon sudah terkapar nyaris tak bernyawa karena alkohol sudah membanjiri isi tempurung kepala mereka. Cyane pun sudah tak mampu lagi berdiri. Hanya Arka yang masih kuat berdiri karena tubuhnya punya ketahanan yang cukup tinggi untuk mepawan efek negatif dari alkohol.
Akhirnya, Arka yang kerepotan. Arka terpaksa menggendong Cyane di bahunya. Pakaian Cyane sudah compang-camping. Seperti seorang wanita yang baru saja di-gangbang sepuluh pria buas. Lalu ia menyerat Fazar dan Revon. Mereka sampai di penginapan dengan hanya tersisa waktu 2 jam sebelum jadwal mereka berangkat ke Undead Tower.
***
K
icau burung di pagi hari bercuit-cuit. Berebut ranting untuk hinggap dan bernyanyi menarik perhatian betinanya. Embun pagi masih betah bertengger di ujung dedaunan, enggan untuk menetes meninggalkan singgasananya. Siswa-siswa pun terbangun karena hangat mentari sudah mulai menyinari kelopak mata mereka dari jendela kamar.
Semua siswa bangun. Kecuali dua orang. Siapa lagi kalau bukan Fazar dan Revon.
"Revon... Bangun..."
"Oi anak baru, bangun..."
Androa dan Logavi mencoba membangunkan mereka berdua, hanya menghasilkan kesia-siaan. Mereka hanya menggeliat sedikit, merubah posisi tubuh mereka menjadi miring menghadap tembok. Akhirnya mereka menyerah dan meninggalkan dua orang itu di kamar.
Androa, Alex, dan Logavi berlumpul dengan para gadis di lobby penginapan. Arka dan Cyane sudah ada di sana juga. Arka dan Cyane memiliki kekuatan monster, sehingga begadang minum-minum sampai subuh tidak membuat perubahan pada kondisi fisik mereka.
"Mana dua bocah blangsak itu?" Tanya Arka.
"Mereka masih tidur, Pelatih. Kami sudah berusaha membangunkan, tapi tetap tidak mau bangun." Jawab Androa.
"Hooo... Mereka pikir bisa enak-enakan tidur habis melanggar perintahku tadi malem, ya..." Arka bergumam pada dirinya sendiri. Lalu ia bertanya kepada Androa, " Dimana mereka?"
"Akan saya tunjukkan kamarnya, Pelatih." Jawab Androa lagi.
Arka, Cyane, dan Androa berjalan dari lobby menuju kamar penginapan dimana Fazar dan Revon sedang asyik bercinta bersama bantal dan guling mereka masing-masing.
*Cekrek*
Pintu kamar dibuka, dan yang terlihat oleh Arka adalah bokong mereka berdua. Mereka tidur miring sambil mengelon guling. Bokong mereka menjorok ke pinggiran kasur.
"Eh bangsat. Masuk-masuk udah disuguhi bokong..." Arka agak kesal melihatnya. Kemudian ia menoleh ke Cyane, dan berkata, "Cy, siram mereka."
"Baik, Tuan Arka."
*Byurr!*
Dengan skill Dagon yang telah diperlemah secara sengaja agar tidak membunuh mereka berdua, Cyane menyiram mereka berdua dengan wajah kesal bercampur jijik.
"Gaaaaahhh! Banjiiirrr! Banjiiiirrr!" Revon berteriak panik.
"Aaaablublublubaaaaaahh! Tolong! Aku tenggelamblublublub!" Fazar juga sama.
Revon dan Fazar panik ketika tiba-tiba kasur empuk dan hangat mereka berubah menjadi seperti aquarium yang dipenuhi air. Dan airnya cukup deras. Revon sampai terguling-guling jatuh ke lantai, sedangkan Fazar berpegangan pada salah satu tiang kasurnya seperti korban banjor badang yang menggantungkan hidupnya pada tiang listrik di pinggir jalan.
"Stop." Perintah Arka.
*Zzap!*
Seketika pula, Cyane menarik semua water magic yang sudah dikeluarkannya, membuat kamar menjadi kering lagi dalam sekejap. Revon dan Fazar yang tadinya melayang-layang di air bah, jadi jatuh ke lantai.
*Gubrak!*
"Bangun kaliaaan! Kebo gelonggongan!"
"Ampun, Pelatih! Ampuuun..."
"Ampooooon, Pelatiiiiih!"
Mereka berdua langsung pontang-panting mengganti baju tidur mereka dengan baju zirah. Mereka sudah tak perlu mandi lagi. Karena barusan sudah dimandikan secara brutal oleh Cyane.
Setelah selesai mengganti pakaian, Arka menjelaskan tugas mereka di Undead Tower nanti.
"Jadi kesimpulannya, kalian harus nyelesaikan minimal sampai ngalahin Undead Troll King. Revon dan Fazar cuman boleh sendirian. Yang lainnya boleh bikin tim yang isinya tiga atau empat orang. Ngerti, kan?"
"""Mengerti, Pelatih!""" Semua siswa selain Fazar dan Revon menjawab dengan serentak.
"Pe-Pelatih... Kami..."
"Ampun! A-ampunilah kami, Pelatih..."
Revon dan Fazar ingin protes, tapi mereka tahu bahwa mereka tidak berhak untuk protes. Mereka hanya berhak untuk menerima hukuman atas perbuatan mereka tadi malam.
"Kalo nggak ada pertanyaan lagi, ayo kita cus ke Undead Tower."
***BERSAMBUNG***