Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 130 - Chapter 42

Chapter 130 - Chapter 42

Akhirnya laporan bulanan selesai. Bisa mulai mengetik cerita lagi... Ayo jangan ragu-ragu untuk klik tombol vote dan komentar!

Selamat menikmati!

__________________________________________

"Akhirnya... Otak Udang bisa menggunakan Mana Sheath... Bego banget sih kamu, gitu aja butuh waktu seminggu baru bisa..."

Seminggu ini berlalu tanpa terasa. Semua siswa di Kelas Z akhirnya bisa menguasai teknik pengendalian magic untuk meningkatkan kemampuan fisik diri mereka. Meskipun Revon ini butuh waktu lebih lama, dengan akhirnya ia bisa menggunakannya, artinya latihan dari Arka bisa mulai memasuki tahap lebih lanjut.

Sangat disayangkan sebenarnya, Revon baru bisa menggunakan Mana Sheath setelah seminggu berlatih. Padahal yang lainnya sudah mulai berlatih menggunakan Mana Sheath di dalam latihan pertarungan. Beberapa orang malah sudah dapat mengontrolnya dengan sangat baik. Di antaranya Halea, Logavi, dan Alex.

"Hehe... Maafkan saya, Pelatih..." Balas Revon, sedikit memaksakan tawa.

"Hehe... Hehe jidatmu." Jawab Arka dengan wajah lelah. Lalu ia mengalihkan pandangan ke siswa lainnya dan berkata, "Hari ini kelasku selesai sampe di sini dulu. Sisa waktunya kalian pake latihan dengan sesama aja. Kalian harus packing malam ini. Karena besok kita berangkat ke tempat yang jauh. Pastiin kalian tidur yang cukup. Karena kita ke sana nggak akan pake teleportasi ataupun terbang naik naga. Tapi kita bakal lari. Lari dan lari, nggak boleh berhenti sampe aku bilang berhenti. Kelas dibubarkan."

"""Siap, Pelatih!""" Semua siswa menjawab serentak seolah-olah mereka siap dan selalu bersemangat. Padahal, setelah Arka keluar dari kelas, ekspresi mereka jadi berubah menjadi sangat kelelahan. Banyak di antara mereka yang mulai mengeluh.

***

"Halo, mbebep Ren!"

"Oh? Kelasmu udahan, Ar?"

"Kapan sih kelasku sibuk? Kusuruh aja mereka latihan sendiri hahaha... Betewe, gimana kelanjutannya?"

"Kalo kamu nanyain soal perdagangan, kita masih lebih banyak beli daripada jual. Tapi aku ada beberapa ide sumber daya yang berpotensi buat kita jual ke desa-desa di sekitar Hutan Goturg ini."

"Apa aja? Terus, apa masalahnya kok baru dibilang "berpotensi"?"

"Pertama, yaitu bahan-bahan herbal dan bagian tubuh monster yang dapat diolah menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh mereka. Cuman, ya itu... Masalahnya karena kristal Ameth-Or hilang, perkembangbiakan monster dan tanaman herbal tersebut jadi lebih lambat."

"Bisa nggak kalo kita budidayakan tanaman-tanaman dan monster-monster itu tanpa harus ngandelin kristal amor atau apalah namanya itu?"

"Kalau itu, aku nggak bisa jawab, Ar..."

"Oiya... Fiana, panggilin Fiana dong." Menggunakan bahasa Demon, Arka menyuruh Lak, sang Oni, untuk memanggil Fiana.

Dan beberapa saat kemudian, seseorang menyibakkan tirai di pintu masuk rumah Kepala Desa tempat Arka dan Ren sedang berbincang-bincang. Dan ketika orang itu memasukkan kepalanya ke dalam rumah, ia langsung bertanya, "Ada apa manggil, Ar?"

"Fi, sini dulu. Ada yg mau didiskusiin."

Ya, orang itu adalah Fiana. Pyromancer dari Party Lunar Eclipse yang memiliki bakat dalam hal beternak dan bercocok tanam. Sungguh nggak nyambung antara job class dengan bakat life skill miliknya. Tapi aku tak memusingkan masalah itu. Dan Fiana pun duduk di sebelah Ren.

"Gimana?"

"Jadi, aku dan Ren ada ide buat membudidayakan tanaman-tanaman herbal dan monster-monster lemah yang bagian tubuhnya dapat dijual ke desa-desa sekitar Hutan Goturg." Jelas Arka dengan singkat.

Kemudian Ren menambahkan, "Mungkin kerjaanmu bakal nambah, Fi. Tapi kalo udah jalan, kita bisa serahin perawatannya ke para Demihuman. Jadi tinggal diawasin aja. Gimana menurutmu?"

"Kerjaanku sekarang udah lumayan santai. Tanaman bahan pangan yang kita tanam udah tinggal perawatan hariannya aja. Hewan-hewan yang udah dipelihara juga tinggal dikasih makan tiap hari. Itupun aku cuman ngawasin aja. Ngomong-ngomong, tanaman dan hewan apa yang mau kita budidayakan di sini?"

"Oh, sebentar..." Ren beranjak dari kursinya dan mengambil secarik kertas di atas lemari kayu. Kemudian memberikannya pada Fiana sambil berkata, "Nih, coba baca. Aku udah bikin daftarnya, Fi."

Saat Fiana fokus membaca nama-nama yang ada di daftar tersebut, seorang wanita masuk dari pintu belakang.

"Katanya ada Arka? Eh! Bener! Hehehe... Halo, Arkaaa!" Grista berlari dan langsung duduk di samping Arka. Ren, meskipun ia adalah istri Arka, ia hanya tersenyum melihat tingkah gadis yang rindu dengan lelaki yang sejatinya sudah merupakan suami dari Ren dan Syla.

Aneh memang. Biasanya seorang istri akan cemburu. Tapi Ren sebenarnya tidak menolak ide jika suatu saat nanti Grista berhasil mencuri sebagian hati Arka dan menikah dengannya. Apalagi Syla, dia malah yang paling mendukung ide untuk membuat harem bagi Arka. Sudah, sudah. Kalian para Pembaca jomblo ngenes cukup bermimpi saja dan tidak usah mempertanyakan hal ini. Biar saja mereka melakukan sesuka mereka.

"Kebetulan, Gris! Kami butuh idemu buat ini. Jadi, rencananya kita mau bikin desa ini sebagai tempat budidaya tanaman herbal dan monster eksotis yang bagian tubuhnya bisa diambil dan dijual tanpa menyakiti mereka. Nah, kan kamu Alchemist nih. Pasti tau banyak tentang tanaman herbal, kan? Coba cek daftar tanaman yang dipegang Fiana itu." Arka menunjuk secarik kertas di tangan Fiana.

Baru saja Grista mau flirting ke Arka, Arka langsung menyodorkan masalah yang sedang mereka diskusikan barusan. Grista agak kecewa karena gagal flirting ke Arka. Tapi dengan adanya obrolan ini, dia tidak jadi begitu kecewa. Jadi ada bahan obrolan yang membuat dirinya merasa menjadi lebih berguna untuk Arka.

"Jadi Ren mau jualan tanaman herbal? Coba liat daftarnya, Fi." Selama beberapa detik, Grista memperhatikan daftar tanaman herbal yang ada di seputar Hutan Goturg. Kemudian ia menyampaikan idenya. "Kenapa nggak sekalian aja kita bikin MP Potion dan Stamina Potion pake tanaman-tanaman ini? Jadi bisa fokus budidaya dua tanaman ini aja. Terus kalo udah panen, aku bisa ajarin cara bikinnya dan kita bisa produksi banyak. Kalo dijual dengan harga yang sesuai dengan harga pasaran, kita nggak akan ngerusak harga pasar dan tetep dapet untung banyak. Dan dua potion ini pasti laku. Malah, sering orang-orang kekurangan karena yang jual nggak banyak padahal yang butuh banyak banget. Apalagi Stamina Potion, karena juga bisa buat bekerja, nggak cuman buat bertarung."

Ren, Arka, dan Fiana mendengarkan dengan seksama. Tak ada satupun yang menyanggah ide Grista. Setelah beberapa saat hening, semuanya tersenyum dan saling melihat satu sama lain.

"Ntap soul! Ide cemerlang, Grista! Pinterrr! Tapi, kita harus gerak cepat. Persetan dengan harga pasar! Kita jual dengan harga yang sedikit lebih rendah dari harga pasar. Tapi, kita jualnya per paketan. Jadi nggak perlu jual terus-terusan tiap hari. Kalo gini kan bisa lebih cepet laku. Hehehe..." Karena senang mendengar ide Grista, Arka secara spontan langsung mengusap-usap kepala Grista.

"Kita bisa jual grosiran dengan harga rendah. Tapi kita jualnya ke penadah aja. Untuk memulai bisnis gini, aku ngerekomendasiin untuk nggak nyari musuh dulu, sambil merhatiin perkembangan harga pasar." Ren mengungkapkan dengan penuh pertimbangan.

"Ok. Kamu bosnya, Ren." Arka tersenyum lebar kepada Ren.

Grista, mendapati kepalanya diusap-usap oleh orang yang disukainya, merasakan sensasi hangat yang berkumpul di wajahnya. Ia hanya bisa diam menunduk, menyembunyikan wajahnya yang malu tapi bahagia. Saat ini, kedua pipi Grista menjadi merah merona. Tapi Arka tidak melihatnya. Ren, yang mengetahui itu, hanya tersenyum melihat tingkah gadis yang sedang mabuk asmara itu.

"Apa sebelum aku nikah dengan Arka dulu juga gitu, ya?" Ren bertanya dalam hatinya dan semakin tersenyum memikirkan itu.

***

"Dah siap semua?"

"""Sudah, Pelatih!"""

Sebelumnya, pagi-pagi sebelum Arka dan siswa Kelas Z memulai latihan lanjutan, Arka sudah pergi menemui Wakil Kepala Akademi untuk menyampaikan bahwa dalam waktu satu sampai dua minggu ke depan, semua siswa di kelasnya akan absen dari akademi karena melaksanakan special training.

Untuk detilnya, Arka tidak terlalu menjelaskan. Ia hanya mengatakan "rahasia". Dari awal memang niat Arka hanya ingin memberi tahu saja. Bukan untuk meminta izin. Siapa yang berani menahan seorang Arkanava Kardia?

Jadi, meskipun Wakil Kepala Akademi belum memberikan izin, Arka hanya pergi meninggalkan ruang Kepala Akademi begitu saja setelah selesai menyampaikan yang ingin disampaikannya.

Dan kini, mereka sudah bersiap untuk meninggalkan akademi. Keluar dari kelas, berjalan di lorong akademi, menuju gerbang akademi dan akan segera meninggalkan Kota Arvena menuju Undead Tower.

Kenapa mesti Undead Tower lagi? Karena, selain karena Arka sudah cukup familiar dengan Vioraze, sang True Dragon of the Darkness pemilik dungeon tersebut, dungeon tersebut memang merupakan tempat yang cocok untuk berlatih pertarungan yang sesungguhnya. Kalaupun siswanya mati di dalam dungeon, mereka hanya akan diteleportasi ke lantai pertama dungeon tersebut dalam keadaan tanpa equipment.

Untuk latihan kali ini, Arka hanya mengajak Cyane karena dia adalah pet monster yang paling tidak ada kerjaan saat ini.

Syla, Ren, Aesa, dan Ruby masih banyak urusan yang harus mereka selesaikan. Begitu pula dengan Party Lunar Eclipse.

***

Di lorong gedung akademi, semua siswa lain berhenti beraktivitas dan fokus memperhatikan gerombolan dari Kelas Z yang sudah mengenakan armor lengkap sambil membawa ransel besar di punggung mereka.

"Hey, lihat mereka. Bukankah itu anak-anak dari Kelas Z?"

"Kelas Z? Kelas yang isinya penuh dengan anak-anak bermasalah itu, ya?"

"Hahah... Jangan begitu... Mereka juga kuat-kuat, katanya. Yang membuatku bingung, kenapa mereka semua membawa ransel besar-besar? Apa mereka mau camping?"

"Alahh... Nggak usah mikirin mereka. Namanya juga orang-orang aneh yang nggak jelas. Mungkin mereka diusir dari akademi karena sering bikin keributan dan ngerusak fasilitas akademi? Hahaha..."

"Tapi, pelatih mereka juga ikut. Dan itu siapa, ya? Tante-tante seksi bertetek jumbo itu? Kayaknya dia bukan Pelatih di sini. Dan... Dia Demihuman jenis Manusia Ikan!"

"Aduh, duh... Celanaku jadi sesak... Membayangin susu segede itu digosok-gosokin ke mukaku... Aaaakkk!"

"Dasar otak lendir. Otakmu becek. Sana dijemur dulu biar bisa mikir yang bener."

"Hehe... He... Hehehe... Gede banget bangkeee... Hehehe..."

"Ssst... Jangan keras-keras ngomongnya! Itu ada Halea, Tuan Putri dari Kerajaan Sandoria! Kalo dia sampe marah karena denger omongan kalian, bisa-bisa kalian harus ngabisin waktu di ruang rawat inap selama sebulan atau lebih!" Kata seorang siswa sambil berbisik.

Tak lama setelah gerombolan dari Kelas Z keluar dari gedung akademi dan berjalan menuju gerbang akademi, semua siswa lainnya kembali melanjutkan kegiatan mereka.

Dan di dekat gerbang, seseorang menghentikan mereka.

"Tunggu dulu! Kalian mau kemana? Ini kan masih jam kegiatan akademi!"

Adalah seorang Pelatih yang sedang bertugas menjaga gerbang akademi.

"Pelatih, kami akan berlatih di luar akademi! Kami tid--" Revon dihentikan oleh sebuah tangan yang menarik pundaknya. Setelah ia menoleh, ternyata itu Arka. Revon tidak jadi berbicara.

Arka yang tadinya berjalan di belakang para siswa, maju ke depan. Karena dia berada di belakang para siswa, Pelatih yang menjaga gerbang tidak melihatnya. Maklum, untuk ukuran laki-laki dewasa, tubuh Arka terbilang kecil. Tingginya hanya 160 centimeter. Padahal siswa perempuan saja, yang paling rendah memiliki tinggi 165 centimeter. Yang laki-laki malah lebih tinggi lagi.

Setelah Arka berada di hadapan Pelatih tersebut, ia mulai berbicara, "Kamu. Buka gerbangnya." Dengan wajah sombong, Arka memerintahkan Pelatih tersebut.

"Kau... Pelatih baru, tidak tahu aturan! Kau tahu ini masih jam kegiatan akademi!? Masih pagi, pula! Mana Surat Izin dari Kepala Akademi? Aku mau lihat Surat Izinnya, baru kubukakan gerbang!" Mendapat perlakuan seperti itu dari Arka, Pelatih ini langsung meledak, kehilangan kesabarannya secara mendadak. Ia langsung membentak Arka di depan wajah Arka.

"Oi... Mulutmu bau. Ludahmu nyiprat ke mukaku, bangsat. Mumpung aku masih bisa sabar, buka gerbangnya." Ucap Arka dengan tatapan dingin dan nada suara yang rendah tapi membawa hawa membunuh.

"Cih!" Pelatih itu meludahi sepatu Arka. Lalu ia kembali berbicara di depan wajah Arka sambil mengulurkan tangannya, "Surat Izin. Berikan Surat Izinnya."

Arka menunduk, melihat ke sepatunya. Tangannya gemetar menahan emosi. Kemudian Arka mulai berbicara dengan setengah berbisik, "Anjing. Babi. Bangsat. Tai. Brengsek. Cacing lemah nggak guna ini... Berani ngeludahiku?"

***BERSAMBUNG***