Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 125 - Chapter 37

Chapter 125 - Chapter 37

Keasyikan weekend jadi lupa update. Seharian hujan dan mendung, nikmatnya... Benar-benar surga bagi kaum rebahan.

Selamat membaca!

____________________________________________

"Tapi, sebelum aku jelasin tentang skill ini... Hoaaahhhh... Ada dua siswa baru yang mau gabung ke Kelas Z. Hooooaaaahhhh... Hayo mahohhk hoooaahhh... Masoook..."

Arka berbicara di depan kelas sambil menguap. Siapa suruh ngegas terus sampai pagi. Sigoblok.

"Hoi Author tai! Ngiri yee!?" Bentak Arka ke awang-awang.

Hah? Ngiri? Author mah bebas, njing... Elu kan hadir dari imajinasi gua!

"Halaaaah! Author kan terjebak cuman sama satu istri! Ahahaha cupu lu, Thor!"

Arka memang bangsat. Lihat saja nanti. Aku akan memberikan musibah dan membuat dia menyesal sudah berkata seperti itu kepadaku.

"Bodooo~ bodooo~ ga peduli panteeek kampaaaang~" Kata Arka ke arah langit-langit kelas, bergeleng-geleng.

Para siswa kebingungan, tapi mereka tidak berani bertanya.

Kemudian, dua orang remaja masuk ke dalam Kelas Z dari pintu depan. Perempuan dan laki-laki. Yang laki-laki mengenakan baju mewah khas kaum bangsawan. Sedangkan yang perempuan mengenakan kaos putih polos yang sudah agak lusuh menguning dan terlihat kampungan. Penampilan mereka berdua sangat jauh berbeda. Bagai langit dan bumi, berbeda 180°.

Mereka berdua berjalan ke arah Arka yang sedang asyik menguap dan mencaci-maki Author.

Sang Remaja Perempuan, meski berpenampilan lusuh, ada satu hal yang mengundang rasa penasaran.

Dan itu adalah knuckle yang dikenakannya pada kedua tangannya. Terlihat epic dan memiliki aura yang sangat kuat. Kalau dibandingkan dengan greatsword kesayangan milik Revon, yaitu Sarcova, bisa dipastikan knuckle tersebut tidak lebih lemah.

Sedangkan Remaja Laki-Laki, dari penampilannya dapat disimpulkan bahwa ia merupakan seorang Mage. Tidak ada satupun senjata fisik yang dibawanya. Tapi anehnya, kedua tangannya seperti sedang dibalut sesuatu yang berwarna hitam dan terlihat kaku tak dapat digerakkan.

Lengan tersebut memang difiksasi oleh Arka. Akibat dari melawan Geodam sebelumnya, kedua lengan remaja laki-laki ini remuk oleh serangan Geodam. Arka langsung memeriksa kondisinya waktu itu.

Dari hasil pemeriksaan Arka saat itu, dia menemukan kondisi lengan remaja ini dalam kondisi yang cukup buruk. Selain adanya luka robek, Arka juga menemukan adanya deformitas (ketidakwajaran bentuk) pada lengannya. Kedua lengannya tidak lurus lagi seperti lengan normal pada umumnya. Selain itu juga terdapat krepitasi (bunyi *krekk*) di beberapa bagian di kedua lengannya.

Ketika Arka memeriksa jemarinya, dia masih merasakan hangat. Dan denyut nadi di pergelangan tangannya masih adekuat. Berikutnya, Arka melakukan scanning bagian dalam lengannya dan menemukan tulang radius dan tulang ulna mengalami patah di beberapa titik.

Saat itu, Arka memutuskan harus segera memberikan penanganan medis kepada remaja itu. Dengan skill Darkness Reins, ia menentukan dimana saja terdapat patah tulang menggunakan dark magic yang disusupkan ke dalam lengan remaja itu.

Setelah Arka memastikan lokasinya, ia menggunakan skill Darkness Grip untuk memposisikan tulang-tulang yang patah tersebut ke posisi yang semestinya. Seperti bermain lego, Arka menyusun satu per satu dari serpihan tulang menggunakan dark magic.

Tentunya, remaja laki-laki itu sudah diberikan Sleep Bomb dari Grista yang disimpan oleh Ren di dalam Interdimensional Storage miliknya. Jika tidak, pasti dia sudah menjerit kesakitan bahkan bisa sampai pingsan karena tidak kuat menahan nyerinya.

Setelah semua serpihan dan patahan tulang berhasil dikembalikan ke posisi semula, Arka memfiksasi tulang tersebut dengan menggunakan Darkness Creation. Menggunakan skill tersebut, Arka membuat pen penyangga patahan tulang agar tidak berubah lagi posisinya selama proses penyembuhan nanti.

Fiksasi internal pada tulang-tulang lengan remaja itu selesai. Kemudian Arka membersihkan luka robeknya dengan air bersih yang sudah dipanaskan sebelum disimpannya. Dan Arka menjahit luka robekan tersebut dengan minor set (peralatan bedah minor) yang selalu dibawanya kemana-mana.

Dan setelah selesai, Arka menggunakan Darkness Creation lagi untuk membalut seluruh lengan bagian luar remaja tersebut. Arka membuat gips dengan memanfaatkan skill Darkness Creation.

Dark magic milik Arka, selain bisa digunakan untuk membunuh, juga bisa digunakan untuk menyelamatkan. Begitu pula dengan semua ilmu medis. Dapat menyelamatkan orang jika penggunaannya benar, tapi dapat membunuh orang jika disalahgunakan. Misalnya, NAPZA. Sebenarnya, obat-obat yang masuk dalam kategori NAPZA adalah obat yang bermanfaat untuk mengobati jika penggunaannya benar. Tapi terlalu banyak orang-orang yang menyalahgunakan fungsi dari obat-obatan tersebut.

"Yoo... Kalian berdua, perkenalin diri dan jobclass kalian. Hoahhh... Kamu dulu bocah patahan."

Remaja laki-laki itu maju beberapa langkah ke depan.

"Perkenalkan, nama saya Fazar Ananta. Biasa dipanggil Fazar. Job class saya adalah Summoner. Mohon bantuannya..." Ucap Fazar.

"Ya, sekarang kamu, anak setan, eh, Half-Demon maksudnya." Kata Arka.

"S-saya Quinta... Sa-saya... Fighter K-Knuckle..." Ujar Quinta, grogi dan tidak percaya diri.

"Yaa kira-kira gitu. Ada yang mau ditanyakan?" Arka bertanya kepada para siswa sambil mengusap-usap matanya, masih mengantuk.

"Saya, Pelatih!" Revon menganglat tangannya. Setelah Arka memberi anggukan mempersilahkannya, Revon mengutarakan pertanyaannya. "Pelatih! Apakah sosok Demon dan Angel kemaren adalah Pelatih Arka dan Pelatih yang juga temennya Pelatih Arka?"

"I-- Woi! Pertanyaan buat mereka berdua! Bukan buatku! Push-up satu tangan, seratus!" Urat mulai membengkak di dahi Arka.

"Siap! Maaf, Pelatih!" Revon langsung turun dari kursinya dan melakukan push-up satu tangan.

"Ada lagi?"

"Saya, Pelatih!" Suara ini tidak berasal dari bangku para siswa, melainkan dari pintu masuk kelas. Di sana Felsy berdiri, mengangkat satu tangan, ngos-ngosan.

"Ah elah si kucing gembel... Kamu masih dihukum lari keliling kampus! Kok malah balik???"

"Habis ini, saya akan lari lagi, Pelatih!"

"Ya udah cepetan."

"Pelatih, Saya pengen liat Pelatih berubah jadi Demon lagi! Saya mohon mohon mohon, Pelatih!" Felsy bertanya sambil menyatukan kedua telapak tangan di depan wajahnya, menandakan dia sedang memohon.

Mendengar pertanyaan Felsy, Quinta terkejut. Matanya terbelalak ke arah Felsy, lalu ke arah Arka. Dia tidak menyangka bahwa ada Half-Demon lainnya yang seperti dia. Tapi Quinta masih ragu. Jika Pelatih itu Half-Demon, kenapa dia tidak memiliki tanduk dan ekor seperti dirinya? Tentunya, pertanyaan itu tidak akan terjawab kecuali dia menanyakan langsung kepada yang bersangkutan, tapi dia tidak berani.

"Lah si goblok no.2 ini... Kubilang kan pertanyaan buat mereka berdua, bukan buat aku! Dah, sana sana lari lagi!"

Setelah itu, para siswa mulai bertanya tentang pertanyaan-pertanyaan ringan yang bisa dijawab dengan ringan juga oleh Fazar dan Quinta. Selang beberapa menit, tidak ada lagi yang bertanya.

"Ok, kalo udah selesai nanya--"

"Saya, Pelatih! Hah.. hah.. hah..." Revon yang baru selesai menjalani hukuman push-up, bangkit lagi dan mengangkat satu tangannya.

"Kalo pertanyaan tolol lagi, kamu nyusul Felsy lari keliling kampus. Silahkan."

"Baik, Pelatih! Ini buat Quinta! Izinkan saya berlatih tarung dengan Quinta, Pelatih!"

"Hmm... Itu bukan pertanyaan, sih... Dasar otak udang. Tapi... Ok, kamu kuizinin berlatih tarung dengannya kalo dia setuju. Eh, nggak. Dia harus setuju. Karena aku mau liat juga kemampuannya."

"YESSS!!!" Revon melemparkan kepalan tangannya ke udara.

"Revon, pake exoskeleton-mu!"

"Sudah, Pelatih!"

Arka memberikan Quinta sebuah exoskeleton yang ia ciptakan dari dark magic menggunakan skill Darkness Creation. Persis seperti yang dikenakan oleh Revon dan yang lainnya.

"Peraturannya simpel. Siapa yang duluan nyerang organ vital musuhnya, dia yang menang. Atau siapa yang duluan nyerah, dia yang kalah. Pertarungan juga dihentikan kalo aku bilang berhenti. Ngerti?"

"Mengerti, Pelatih!"

"M-mengerti..."

"Bagus. Sekarang, semuanya masuk ke sini. Teleportation Gate!"

Gerbang magis muncul di depan kelas. Semua siswa masuk ke dalamnya satu per satu tanpa ragu. Namun, Fazar dan Quinta sedikit ragu pada awalnya. Dan setelah Arka memerintahkan lagi kepada mereka berdua untuk masuk, mereka tak ada pilihan lain selain ikut masuk.

Dalam sekejap setelah melintasi Teleportation Gate, mereka dihadapkan pada pemandangan padang pasir gersang. Jika dilihat lagi, kemungkinan posisi mereka berada di tengah-tengah Benua Erith. Karena lokasi padang pasir terdekat ada di sana.

Fazar dan Quinta bingung. Mereka sampai lupa menutup mulut mereka. Kaget melihat yang sedang terjadi. Bukankah mereka masih berada di dalam kelas beberapa detik yang lalu? Dan tidak ada padang pasir yang luas di sekitar Kota Arvena. Karena di sekitar Kota Arvena hanya ada hutan atau padang rumput.

"Hei kalian berdua. Pasti kalian kaget ya kok kita bisa tiba-tiba ada di tempat seperti ini? Nggak apa-apa. Aku juga begitu pas pertama kali. Ini adalah skill teleportasi milik Pelatih Arka. Keren kan..." Revon menjelaskan kepada Quinta dan Fazar dengan bangga, seolah-olah dialah yang patut mendapat penghargaan.

"T-Teleportation Gate? Benar-benar gerbang untuk teleportasi kemanapun yang kita inginkan? Pelatih bisa membuat itu?? Katakan padaku. Sebenarnya... Dia itu seorang Pelatih atau Dor*emon yang punya Pintu Kemana Saja???" Fazar tak bisa menahan kekagetannya mendengar penjelasan dari Revon.

"Ha? Durararamon? Apa yang kamu bilang tadi?" Revon tak memahami perkataan Fazar.

"K-Kakak... Jangan serius ya bertarungnya nanti... Aku... M-masih lemah..." Daripada memikirkan apa yang diucapkan Revon dan Fazar, Quinta lebih khawatir jika Revon bertarung dengan serius sampai bisa melukainya saat latih tarung sebentar lagi.

"Udah selesai bacot-bacotnya?" Arka bertanya, wajahnya masih terlihat mengantuk dan malas. Dia ingin semua ini segera selesai dan dia bisa tidur. "Kalo udah, kalian berdua, pergi ke sana. Bocah otak udang di sisi yang sana, anak setan di sisi berlawanan. Dengan aba-abaku, mulai pertarungannya. Ada yang mau ditanyain?" Ucap Arka sambil menunjuk sebuah batu besar yang berada sekitar 50 meter dari posisinya berdiri saat ini.

"Semuanya sudah jelas, Pelatih!" Jawab Revon.

Kemudian Revon dan Quinta berlari menuju  lokasi yang sudah ditunjuk oleh Arka. Mereka berdua mengenakan Fallen Exoskeleton, pakaian antibadai antitsunami anticorona yang sudah diberikan oleh Arka. Revon memegang gagang greatsword-nya, Sarcova, dengan kedua tangan. Quinta mengencangkan knuckle-nya, Byakko Fist, dan memastikan tidak ada kelonggaran sedikitpun. Mereka sama-sama tidak bisa melihat musuhnya karena terhalang batu besar.

Arka sengaja memposisikan mereka seperti itu. Tujuannya adalah untuk melihat kemampuan mereka berdua dalam mengambil keputusan saat bertarung. Keputusan tentang bagaimana mereka akan menyerang dan bagaimana mereka menghadapi serangan lawan jika pandangan mereka terhalang oleh batu besar.

"Siaaaap~" Arka mengangkat tangan kanannya. Setelah beberapa detik, Arka menurunkan tangan tersebut sambil berteriak, "GASKAAAANNN!!!"