Coronaaaa kau membuatku gilaaaa!!!
Karantinakan saja aku daripada aku harus terus bekerja menghadapimuuu! Biar aku bebas goler-goler di kamar siang malam sambil menikmati duniaku sendiri, anjeeeeng!
Aku ingin melambaikan tangan ke kamera, tapi kamera selfie membuatku jadi tambah tampan! Nggak nyambung dengan topiknya bangsat.
#dokterbukanMCisekaiOP
#curhatanyangtakkandidengar
____________________________________________
"GRRRAAAAAAAAHHHH!!!"
*Dhuaaarrr daaarrr daaaarrr blegaaaarr!*
Dari arah selatan Kota Arvena, seekor monster besar mengamuk. Besar? Bukan. Ukurannya tak lagi pantas untuk dikategorikan sebagai 'besar'.
Dengan tinggi mencapai 100 meter, monster ini hanya dapat dikatakan sebagai raksasa yang sangat besar. Tubuhnya berwujud humanoid. Namun seluruh tubuhnya terbuat dari pasir dan batu yang mengeras.
Konon, dahulu kala, monster yang digambarkan menyerupai monster itu juga pernah muncul. Kisahnya menceritakan tentang adanya sosok dewata yang selalu dipuja oleh masyarakat yang tinggal di padang pasir. Orang-orang pernah memanggilnya dengan sebutan Dewa Pasir. Monster itu bernama Geodam.
Geodam sebenarnya bukanlah dewa. Dia hanya monster yang berada di kelas B. Tapi karena kekuatannya hanya sedikit di bawah kekuatan seekor Superior Dragon seperti Salamander atau Leviathan, di mata manusia biasa itu adalah 'setara dewa'.
Sudah lama sekali semenjak terakhir kali ia mengamuk dan keluar dari tempat bersemayamnya di dalam gua besar yang terletak dalam di bawah padang pasir. Terakhir kali dia mengamuk adalah ketika ia merasa terganggu akibat pembangunan pemukiman yang terletak di atas tempat bersemayamnya.
Dan akibat dari amukannya yang terjadi ratusan tahun lalu, sebagian besar penduduk yang bermukim di area itu meninggal. Tempat itu kini hanyalah sebuah area reruntuhan di tengah padang pasir tandus. Tak ada lagi yang berani mengganggu Geodam. Geodam pun beristirahat dengan damai di gua bawah tanah favoritnya, sampai beberapa menit yang lalu.
Lalu, apa penyebab amukan monster itu sekarang?
***
"Lapor, Yang Suci Xerzo. Misi telah dilaksanakan. Makhluk raksasa di Death Sand Ruins telah menunjukkan gejala akan mengamuk sebentar lagi."
Seorang Priest dengan jubah suci khas Pengikut Religi Gaean berlutut di depan seseorang yang mereka agungkan sebagai Pemimpin Organisasi Religi Gaean. Organisasi tersebut merupakan organisasi besar yang memiliki umat terbanyak di Benua Erith.
Sebagian besar manusia di Benua Erith adalah pengikut taat dari ajaran Gaean, ajaran religius yang memuja Dewi Gaea sebagai Tuhan mereka. Organisasi itu memiliki kekuatan yang sangat besar di dalam kehidupan sosial manusia maupun dalam hal politik yang ada di seluruh Benua Erith.
Kerajaan Elysium, Balvara, Goliath, dan juga Krauzer adalah empat kerajaan manusia yang eksis di Benua Erith. Sebagian besar penduduk di kerajaan-kerajaan tersebut adalah pengikut Gaean.
"Hm. Bagus. Kalian sudah memastikan untuk meninggalkan jejak menuju Knight Academy Balvara, bukan?"
"Semua sudah dilaksanakan seperti yang sudah Yang Suci Xerzo perintahkan sebelumnya."
"Apa kalian juga sudah memastikan bahwa Arkanava Kardia dan teman-temannya sedang bertugas di sana saat monster itu mengamuk di Kota Arvena?"
"Informasi terakhir yang kami dapatkan adalah, Arkanava Kardia sedang berada di Hutan Goturg. Tapi dia akan kembali ke Kota Arvena dalam waktu dekat. Dan saat dia kembali, semuanya akan sudah terlambat, Yang Suci Xerzo. Di saat itulah dia akan mengamuk dan menunjukkan wajah aslinya yang akan dilihat oleh orang banyak, yang sebagian besar merupakan pengikut Gaean. Dengan begitu, kita akan mendapat dukungan dari seluruh pengikut kita untuk memusnahkan iblis berwajah manusia itu." Jelas Priest tersebut.
"Bagus. Seperti yang kuharapkan dari seorang Archbishop Gaean Kota Arvena. Kau sudah melakukan hal yang melebihi ekspektasiku." Balas Xerzo, sang Cardinal Gaean.
"Hamba sungguh tidak pantas menerima pujian dari Yang Suci Xerzo. Tapi, Yang Suci Xerzo, apakah ini akan baik-baik saja? Kita akan menyebabkan banyak korban tak bersalah dari para pengikut Gaean jika monster itu sampai menghancurkan Kota Arvena." Kata seorang Priest yang ternyata adalah Archbishop Gaean yang memimpin organisasi religi Gaean di Kota Arvena.
"Apa maksudmu berkata seperti itu!? Jiwa yang menjadi korban dalam perang suci ini akan diterima di sisi Dewi Gaea! Bukankah itu adalah hal yang diinginkan semua umat Gaean, termasuk dirimu?"
"M-maafkan hamba, Yang Suci Xerzo! Hamba tidak bermaksud meragukan perintah Yang Suci Xerzo!"
"Hmfh! Lanjutkan misimu. Laporkan terus perkembangannya kepadaku!"
"Ba-baik, Yang Suci Xerzo. Semoga kita semua diberkati oleh Dewi Gaea!" Archbishop tersebut menunduk dan berpaling keluar dari Ruang Singgasana Cardinal Xerzo.
Setelah sang Archbishop keluar, Cardinal Xerzo mulai berbicara sendiri.
"Humhhh... Kali ini rencanaku harus berhasil. Sebelumnya, rencanaku untuk menjebak orang itu dengan memanfaatkan para Demihuman sudah menjadi senjata makan tuan. Dia malah memanfaatkan keberadaan para Demihuman untuk dirinya. Namun, Kristal Ameth-Or yang telah kurebut dari Demihuman itu akan menjadi senjata pamungkasku. Ya, tapi aku tetap berharap bahwa aku tidak perlu sampai menggunakan kekuatan dari kristal itu untuk menghancurkan dia."
Xerzo diam sejenak. Mengelus-elus jenggot panjangnya yang sudah berwarna putih seluruhnya sambil berpikir dalam. Kemudian ia kembali bergumam.
"Selain menyusun rencanaku sendiri, aku juga perlu memahami apa yang direncanakan iblis itu atas Demihuman yang kini sudah berada di bawah kekuasaannya. Hm. Aku harus mengirim mata-mata. Dan mata-mata terbaik adalah dari bangsa Demihuman sendiri. Kalau begitu... Panggil Garul untuk menghadapku segera!" Dia menyuruh para Priest yang ada di ruangan itu untuk memanggil Demihuman kepercayaannya.
***
"Apa!?"
"Arka! Kamu bercanda, kan!?"
"Arka... Ini bukan hal yang simpel... Nggak semudah itu..."
"Kami sama sekali tidak memiliki pengalaman mengurus sebuah desa."
Seluruh anggota Party Lunar Eclipse memprotesku. Hahaha... Keputusanku tetap tidak akan berubah. Karena... Aku tidak punya kenalan lain yang bisa kupercaya untuk tugas ini.
Tugas untuk mengurus, mengelola, dan memberdayagunakan seluruh Demihuman yang ada di Desa Demihuman ini. Bicara tentang Desa Demihuman, semua orang ternyata sudah sepakat untuk memberikan nama desa ini tanpa sepengetahuanku.
Dan kalian tahu? Mereka dengan seenaknya memberikan namaku sebagai nama desa ini. Desa Kardia. Dari namaku, Arkanava Kardia.
Tapi, yaaa... Kalau dipikir-pikir, aku juga bukan orang yang pandai dalam memberikan nama kepada apapun. Dan, Desa Kardia juga tidak terdengar buruk.
Untuk membuat Desa Demihuman ini bisa berkembang, tentu aku butuh manusia untuk mengurusi permasalahan politik dan administrasi. Berhubung desa ini masih di dalam wilayah Kerajaan Elysium, tidak ada salahnya jika mengikuti aturan Kerajaan Elysium.
Tapi, aku sendiri tidak suka hal itu. Akhirnya kuputuskan bahwa Garen yang menjadi Kepala Desa. Tugasnya adalah mengurus administrasi kerajaan dan memimpin segala program yang akan dilaksanakan di sini.
Fiana, adalah Sekretaris Desa yang bertugas dalam bidang pertanian dan peternakan. Sesuai rekomendasi dari Garen sebelumnya. Kata Garen, Fiana sangat mahir dalam hal ini.
Lalu, berikutnya Grista. Grista kutunjuk sebagai Sekretaris Desa yang tugasnya membantu Garen dalam administrasi. Tapi dia juga bertugas dalam hal pendidikan sains alchemy kepada para Demihuman Muda yang ada di sini. Kenapa yang sudah dewasa tidak? Karena aku tahu persis, otak yang sudah terlalu lama tidak dipakai berpikir, akan mengalami kram dan kejang-kejang jika mereka mengikuti pendidikan alchemy dari awal.
Lalu, apa tugas para Demihuman yang sudah dewasa? Nah, di sini Lukas akan bertanggungjawab. Yap, Lukas kutunjuk sebagai Sekretaris Desa bidang Pembangunan dan Pertahanan. Itulah tugas Demihuman dewasa.
Tugas mereka sekilas terlihat banyak. Tapi sebenarnya tidak sebanyak itu. Karena dunia ini tidak sama dengan duniaku sebelumnya. Semuanya lebih simpel. Bahkan politik pun tidak serumit dan sebusuk yang aku ketahui sebelumnya. Sistem kerajaan-kerajaan seperti ini tidak terlalu banyak permasalahan internal.
Karena semua keputusan ada di tangan raja atau ratu yang memimpin. Di sini, berarti Ratu Marca. Dan aku sudah cukup akrab dengan Ratu Marca. Ya, memang bukan berarti semua akan lebih mudah. Tapi setidaknya beberapa hal akan jadi lebih mudah.
"Ya, keputusanku udah bulat. Kalian efektif jadi pejabat desa mulai besok ya! Untuk beberapa hari ke depan, aku bakal ngedampingi kalian. Tapi setelahnya, kalian harus bisa sendiri. Dan, untuk mempermudah komunikasi, kalian harus membuka kelas Bahasa Manusia. Terserah mau pagi, sore, atau malam. Asal jangan ngeganggu aktivitas utama. Untuk awal ini, mungkin kalian bisa berkomunikasi dengan Gun. Oni satu itu udah nguasai Bahasa Manusia."
"Tapi--" Garen ingin memprotes, namun Arka memotongnya.
"-Daripada tapi-tapi, mending kalian nyiapin semuanya mulai dari sekarang. Semua rencana kerja kalian secara garis besarnya gimana, terus mana dulu yang mau diprioritasin, dan gimana kalian mau bagi tugas buat para Demihuman. Waktunya sangat sempit. Tapi semuanya bisa dilakuin sambil jalan. Dan, santai aja, nggak ada tekanan kok."
"Gampang banget ngomongnya, Arka..." Keluh Grista.
"Jangan gitu dong, cantik... Ayo senyum dan semangat terus. Kalian pasti bisa!" Kataku dengan santai sambil menyeruput teh herbal entah dari bahan apa, tapi aku suka.
"C-c-c-cantik!? A-Arka ih jangan gombal gitu deh..." Grista berbicara demikian, tapi air wajahnya berubah memerah.
"Hm? Apa yang gombal? Tentang kalian pasti bisa? Atau kamu cantik? Nggak. Dua-duanya beneran, kok." Aku kembali menjawab dengan santai dan tak mengambil pusing hal itu.
"Uuu... Arka jelek..."
"Lah? Aku salah apa?"
"Nggak ada apa-apa!"
Kenapa dia kayak marah ke aku ya? Mukanya jadi merah padam seperti orang marah. Apa kata-kataku ada yang salah?
Ah, biarkan saja. Paling nanti jadi baik lagi dengan sendirinya.
"Kalau gitu, kami balik ke rumah kami dulu buat nyiapin agenda besok." Kata Garen mewakili yang lainnya.
"Rumah? Yang di Arvena?" Tanyaku.
"Bukan, rumah yang di desa ini..."
"Whoaa... Udah ngomong rumah kami... Bagus, bagus. Kayaknya jiwa kalian udah siap, yaa... Hahaha..."
Mendengar jawabanku, Garen memberikan ekspresi aku sudah lelah, terserahmu saja kepadaku. Dan yang lainnya juga tidak jauh berbeda dengan Garen.
"Semangat, yaa!"
"""... Yaaa...""" Mereka berempat menjawab dengan lesu.
Ok, berikutnya, aku mau mengobrol dengan gadis Demihuman jenis Manusia Kucing yang ada di sini. Umm... Siapa tahu bisa dapat enak-enak hihihi...
Eh, tapi kalaupun bisa dapat, aku harus izin dulu kepada Syla dan Ren. Kalau mereka memperbolehkan, baru tancap gas. Aku tidak akan mencurangi mereka. Karena Arkanava Kardia adalah lelaki yang setia. Tsssaaahhh!
A/N : Jangan tanya kepada Author tentang apa sebenarnya definisi setia yang ada di kepala Arka. Karena Author juga bingung.
***
Sementara itu, di Kota Arvena...
"Pasukan! Bersiaga di tembok selatan!"
Para Tentara Kerajaan Balvara yang standby di Kota Arvena langsung berbondong-bondong berlari menuju tembok selatan Kota Arvena untuk menempati posisi mereka.
Lonceng tanda bahaya sudah berbunyi, mengindikasikan bahwa seluruh penduduk harus segera dievakuasi agar tidak banyak korban yang berjatuhan jika monster raksasa yang sedang berjalan mendekati kota itu berhasil menghancurkan kota.
Dari kejauhan saja, wujudnya sudah terlihat sangat besar dan mengerikan. Setiap hentakan kakinya ke tanah menimbulkan getaran bagaikan gempa. Monster pasir raksasa. Geodam. Berjalan menuju Kota Arvena. Tidak seorangpun di sana yang tahu apa penyebab dari serangan monster itu.
***BERSAMBUNG***
_____________________________________________
Nama penting di chapter ini :
- Volaf, Mage trainee
- Garul, Demihuman kepercayaan Xerzo, pengikut Gaean.
- Desa Kardia, desa tempat tinggal Demihuman yang terletak di Hutan Goturg.