Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 110 - Chapter 23

Chapter 110 - Chapter 23

Sumpah, hampir ngedrop badan ini karena mengurusi tentang pencegahan corona di area perusahaan. Semua telpon dari departemen lain selalu berdatangan tidak peduli siang atau malam. Penyusunan prosedur pelaksanaan pencegahan corona juga tumpah-tumpah. Dan setelah semua prosedur itu selesai saya buat, malah perusahaan yang tidak siap dengan fasilitas dan peralatannya. Semoga fisik tetap kuat. Saya tidak bisa memaksakan diri untuk kerja terlalu berat. Mohon doanya supaya saya tidak jatuh sakit...

____________________________________________

"Bocil-bocil lemaaah! Kumpul!"

Aku memanggil para Siswa yang baru saja selesai makan malam. Mereka sudah disuguhkan makan sejak awal kedatangan mereka di camp darurat ini karena aku yang meminta. Lumayan juga sikap disiplin mereka. Bisa makan dengan cepat saat sedang menjalankan tugas seperti ini.

Eh, ralat. Ada satu orang yang belum selesai makan. Anak gadis imut berkuping lancip, campuran antara Manusia dan Elf. Iya, si Anvily. Tapi itu masih wajar. Karena dia masih di tahun pertamanya di akademi. Jadi pastinya dia belum mendapat pendidikan disiplin militer seperti yang sudah berada di tahun kedua.

Tapi berbicara tentang anak tahun pertama, Logavi juga masih tahun pertama dan makannya cepat. Hmm bisa jadi selama hidupnya dia memang sudah sering mengerjakan misi? Ah, nanti saja itu. Bukan itu yang harus kupikirkan sekarang.

"""Siap, Pelatih!""" Mereka menjawab perintahku serempak, dan langsung berkumpul di hadapanku.

Kecuali Anvily, yang masih berusaha menelan bulat-bulat makanan yang ada di mangkuknya.

"Anvily, santai aja makannya. Kamu tinggal di camp ini. Karena tugas buat kamu nggak kayak yang lainnya."

"T-tewiwa hahih, hewahih!" (Terima kasih, pelatih)

Anvi menjawab dengan mulut yang masih penuh. Sedikit remahan makanan tak sengaja tersembur dari mulutnya ketika ia berbicara. Lucunya... Ingin rasanya kujejalkan Hercules Junior di dalam celanaku ini ke dalam mulutnya... Eh. Aku berpikir seperti freak hentai lolicon.

"Enam dari kalian bakal dapet pelajaran tambahan untuk hari ini. Tapi ini nggak main-main loh... Kalian berenam, dengan dikawal oleh Ruby dan Cyane, akan melawan sekitar 50 Demihuman yang sedang bergerak kesini untuk nyerang. Sebelumnya, aku mau nanya. Siapa di antara kalian yang udah pernah ngebunuh Manusia atau Demihuman?" Ucapku.

Setelah beberapa detik, hanya dua di antaranya saja yang mengangkat tangan. Alex dan Logavi. Alex... Tidak heran. Tapi yang lumayan mengejutkanku adalah Logavi. Ternyata bocah pendiam semuda itu sudah punya pengalaman membunuh Manusia atau Demihuman.

Baguslah. Berarti, bagi empat Siswa lainnya, yaitu Felsy, Revon, Androa, dan Halea masih belum memiliki pengalaman bertempur sesungguhnya. Berarti pelajaran kali ini bakal sangat bermanfaat bagi mereka.

Aku akan mendidik jiwa-jiwa muda yang dapat membunuh tanpa rasa ragu. Muwahahaha!

Err... Pikiranku sudah semakin mirip seorang Demon Lord saja...

"Ok, lumayan. Ini buat kalian latihan menjadi seorang Ksatria sejati. Kalian HARUS bisa membunuh Demihuman itu. Jadi, ini yang harus kalian lakukan..."

Aku memberikan pengarahan singkat kepada para Siswa. Intinya, aku menunjukkan arah serangan para Demihuman darimana, lalu perintah menyerang, dan kapan harus mundur. Simple saja. Karena aku sendiri memang bukan Jendral Perang.

***

"Kalian beneran masih kuat?" Tanya Revon ketika semua Siswa Kelas Z sedang berjalan di tengah hutan menuju arah Demihuman yang telah ditunjukkan oleh sang Pelatih.

"Hmh! Kamu pikir aku apa? Seorang Putri Raja yang hanya dijadikan pajangan istana?" Jawab Halea ketus.

"Anak panahku tinggal sisa sepuluh."

Logavi memberi jawaban yang terkesan kurang sesuai dengan pertanyaan Revon, tapi masih bisa dimengerti maksudnya. Yaitu dia lebih mencemaskan jumlah anak panahnya yang hanya tersisa sedikit daripada staminanya. Logavi segan untuk meminta anak panah kepada Petualang dan Tentara yang ada di camp tadi.

"Abis makan, energiku udah maksimum lagi! Di hutan, ya... Trap yang kayak gimana yang aku buat nanti, yaa..." Felsy memegang dagunya dan menutup mulutnya dengan jari telunjuk.

"Aku baru menggunakan 5% dari total mana di tubuhku. Masih jauh dari kata lelah." Alex menjawab dengan wajah yang sudah malas melakukan apapun.

"Kami bangsa Dwarf memiliki stamina yang jauh di atas kalian Manusia!" Androa menyombong.

"

Berhenti!" Logavi mengangkat tangan kirinya, mengisyaratkan kepada semua orang untuk berhenti. Lalu ia merunduk dan menempelkan sisi kanan wajahnya ke tanah selama beberapa detik. Kemudian ia kembali bicara, "Mereka sudah dekat."

"Nice, Log! Tunggu bentar, ya!" Felsy kemudian bergerak cepat sambil berhenti beberapa saat di beberapa lokasi yang tersebar mengelilingi mereka.

"Ngapain si Felsy itu, Lea?" Revon bertanya kepada Halea, sedikit berbisik.

"Dasar tolol. Ya masang skill Trap-nya lah!" Jawab Halea jutek.

"Eh, buset! Nyante aja kali, nenek lampir!"

*Whuufff!*

Tanpa peringatan, Halea menusukkan halberd di tangannya ke wajah Revon.

*Triing!*

Tapi Revon sudah menduga hal tersebut dan menepis halberd Lea dengan sisi lebar dari greatsword miliknya.

"Sekali lagi kau seperti itu, ujung halberd-ku akan mencongkel bola matamu!" Ancam Halea.

"Ahahaha! Aku suka ini! Ayo, maju!" Revon malah memancing emosi Halea yang sudah mulai memercikkan api amarah.

*Brraakk!*

*Blaamm!*

Satu detik setelah Revon menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba pandangan Revon kabur. Semua seakan bergerak sangat cepat hingga otaknya tak sempat memproses gambar yang ditangkap oleh retina matanya.

"Uh-Aakk!" Udara keluar secara paksa dari paru-paru Revon, menggetarkan pita suaranya dan menghasilkan suara yang tidak disengajakannya.

"Haaakk!" Hal yang sama juga terjadi kepada Halea.

Hal yang berikutnya mereka sadari adalah...

Revon sudah jatuh telungkup di lantai dengan sesuatu menekan punggungnya. Halea sudah terhantam ke batang pohon besar dengan sesuatu mencekik lehernya.

"Heeey! Kalian kok malah berantem sendiri, siiih! Kan, kata Arka kalian harus melawan Demihuman, bukan saling beranteeem!" Suara Ruby terdengar dari atas Revon, ternyata dia yang menginjak Revon hingga tertekan ke tanah dan tak bisa bangun lagi.

"Bocah brengsek. Beraninya kau mengabaikan perintah Tuan Arka! Perintah Tuanku adalah untuk membunuh Demihuman! Dasar bodoh! Tidak tahu diri! Kalau bukan murid Tuanku, sekarang kau pasti sudah tidak punya kepala lagi! Goblok!" Cyane menyemprot Halea di depan wajah Halea sambil memperlihatkan ekspresi monster alaminya.

Setelah itu, baik Halea maupun Ruby terdiam untuk sesaat. Dan setelah itu, Ruby yang berbicara.

"Okaaay! Kami bawa mereka semua balik ke camp, ya!" Ruby baru saja melaporkan yang terjadi kepada Arka melalui telepati dan sudah mendapatkan perintah baru dari Arka.

"Kalian semua! Kembali ke camp! Kalian semua sudah gagal! Dasar makhluk lemah rendahan tak tahu diri!" Bentak Cyane.

"T-tapi... Uggghh!" Revon yang sulit bernafas, berusaha untuk menyanggah, tapi Ruby semakin kuat menginjak punggungnya.

"Kalo Arka udah nyuruh balik, ya kalian balik dooong! Nggak boleh ngelawan sama Arka. Nanti kalo Arka marah, kalian semua bisa mati loooh!" Ruby berbicara dengan nada santainya, seolah-olah yang diucapkannya memanglah hal yang sudah sewajarnya. Well, memang tidak salah...

"Kalian para makhluk nista, segera kembali! Sebelum aku membunuh kalian dan melaporkan kepada Tuan Arka bahwa sudah terjadi kecelakaan yang menyebabkan kalian mati. Kalian memang sangat lemah, jadi Tuan Arka pasti percaya. Muwahahahahaha!"

"""Baik, Asisten Pelatih!""" Mereka semua tidak ada pilihan lain selain mematuhi instrukai dari Ruby dan Cyane.

***

"Anvi, kamu nggak usah ikut yang lainnya. Kamu latihan Heal dan Recovery aja di camp ini. Sana ke tenda medis dan bantu sembuhin pasukan yang luka-luka." Kata Arka dengan senyum.

"Se-sebelumnya, Pelatih, bo-boleh saya bertanya?" Anvily mengucapkannya dengan ragu-ragu dan takut.

"Apa? Santai aja."

"Apakah Pelatih juga reinkarnator seperti saya?" Anvi sengaja mendekat ke arah Arka dan mengecilkan suaranya agar tidak ada orang lain yang mendengar.

"Oooh! Ahahaha... Sini, ikut aku." Kemudian Arka berjalan ke tempat yang agak sepi, lalu melanjutkan kata-katanya, "Kalo aku, sih... Dikirim aja ke dunia ini. Bukan reinkarnasi, bukan di-summon juga. Tapi, tuiiiing, dikirim, udah deh." Arka mengatakan dengan santai.

"Ohh begitu... Terus, dari mana Pelatih bisa tau kalau saya adalah reinkarnator?"

"Ren yang ngasih tau. Dia punya skill yang bisa baca keterangan dari apapun yang ada di dunia ini."

"Pantas saja..."

"Eh, iya. Kamu dari Bumi, kan? Dari negara apa?"

"Iya! Saya dari Bumi, tepatnya dari Indonesia, Pelatih!" Anvi menjawab dengan penuh semangat karena Arka menyebutkan 'Bumi', yaitu nama planet di Tata Surya yang menjadi tempat asalnya sebelum reinkarnasi.

"Lah! Sama dong! Aku juga dari Indonesia! Hahaha!" Arka membalas ucapan Anvi dengan Bahasa Indonesia. Bahasa yang sudah lama tidak ia gunakan dapam kehidupan sehari-hari.

"Waaaa! Nostalgia! Saya jadi kangen sama rumaaah! Aaaa Pelaih Arka! Terima kasih karena sekarang saya sudah punya teman dari tempat asal yang sama! Yaitu Pelatih Arkaaa! Hihihi... Ngomong-ngomong, tigaPelatih baru yang lainnya, apa mereka juga dikirim ke dunia ini?" Anvily juga berbicara dalam Bahasa Indonesia, dia kegirangan.

"Eh? Nggak, nggak! Mereka memang penduduk asli dunia ini. Emmm... Anvi, kita lanjutin obrolan ini di lain waktu, ya... Sekarang kita fokus sama kerjaan di sini dulu. Oh, ya. Jangan keceplosan ngomong pake Bahasa Indo di depan yang lainnya, ya!" Jelas Arka.

"Baik, Pelatih Arka! Sekali lagi, terima kasih! Dan yang tadi itu janji, yaa! Kita nanti ngobrol lagi, yaa!" Kata Anvi dengan senyum manis namun dengan mata yang sedikit tergenang air mata. Air mata bahagia, sepertinya.

"Iya, janji. Sana kamu obatin dulu yang luka-luka di tenda medis."

"Baik, Pelatih!"

Di dalam hati, Arka juga senang sekali sudah bertemu dengan orang yang berasal dari negara yang sama dengannya ketika sebelum dikirim ke dunia yang baru ini.

Mereka memang bisa dianggap sebagai kenalan baru. Tapi entah kenapa, Arka sudah merasakan bahwa ada ikatan yang kuat di antara mereka berdua.

Namun, hal itu bisa dibicarakan di lain waktu dimana semua sedang santai dan situasinya tenang. Untuk saat ini, Arka fokus untuk segera menyelesaikan misi ini dan kemudian pulang ke mansion miliknya.

Arka membayangkan Ren yang sudah menunggunya di kamar dengan lingerie two-piece andalannya yang berwarna merah hati. Bahannya yang sangat tipis, menutupi bagian-bagian sensitif dari Ren. Tapi meskipun menutupi, lingerie itu tak menyembunyikan apapun dari sepasang mata Arka.

Hanya membuat mata Arka yang melihatnya menjadi semakin penasaran. Siluet puting susu dan areolanya yang terlihat namun tak terlihat seutuhnya.

Dan bawahannya, juga terbuat dari bahan yang sama dengan atasannya. Memperlihatkan lipatan surgawi ang terdapat di selangkangan Ren, tapi tak mengizinkan untuk melihat seutuhnya.

Terdapat dua buah lubang di celana dalam lingerie tersebut. Yaitu satu lubang tempat keluarnya ekor rubah milik Ren. Dan pastinya, lubang untuk pintu masuk Hercules Junior tanpa perlu melepas sehelaipun dari lingerie Ren.

Arka sudah membayangkan itu semua. Dari tadi dia sudah menahan konak-nya. Celana dalamnya yang sudah menyesak itu, dengan susah payah ia sembunyikan agar Anvily tidak melihatnya.

Akan tetapi, tiba-tiba datang telpon, eh, maksudnya telepati, dari Ruby dan Cyane.

'Arka, Arkaaa!' Ruby memanggil Arka dari dalam kepala Arka.

'Oiiit! Apa cantik?'

'Terima kasih atas pujiannya, Tuan Arka!' Cyane yang menyambar via telepati.

'Lah, goblok. Itu buat Ruby. Bukan buat ikan blangsak kayak kamu, Cyane!' Arka menepis terima kasih dari Cyane.

'Kuhhh! Itu... Yang barusan... Terima kasih juga, Tuan Arkaaaahhh~'

'Ikan laknat, nggak sembuh-sembuh juga penyakitnya. Padahal udah Volume 3 loh ini koplak... Ada apa, Ruby?'

'Muridnya Arka ada yang berantem, padahal udah deket sama Demihumannya. Tapi mereka malah berantem satu sama lain.' Jelas Ruby.

'Tapi, Tuanku tenang saja! Hamba dan Ruby sudah melumpuhkan dua orang yang berkelahi.'

'Ha!? Kamu apain? Jangan dimatiin, woy!' Arka mulai cemas atas ucapan Cyane.

'Te-Tenang, Tuanku! Mereka masih bisa bernafas! Tuan Aria tidak perlu khawatir!'

'Nggak diapa-apain kok, Ar... Cuman Ruby injek aja... Terus Kak Cyane cuman pegang lehernya aja... Ini masih bisa merintih kesakitan. Tuh, kan... Masih idup koook...' Ruby mendeskripsikan kondisi mereka, yang malah membuat Arka semakin cemas.

'Ya udah, balikin mereka semua! Kalian juga! Biar aku aja yang ngurus semua masalah Demihuman ini. Lama bet ngurus begituan doang ah elah...'

***BERSAMBUNG***

______________________________________

Vote, komentar, share! Asek asek!