Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 106 - Chapter 19

Chapter 106 - Chapter 19

Cerita asli dari Isekai Medic & Magic ini saya ketik di akun Wattpad saya dengan nama akun dan judul novel yang sama. Yang di Webnovel ini hanya copas dari Wattpad. Silahkan follow akun Wattpad saya (FranticDoctor) supaya tidak ketinggalan update cerita baru.

_____________________________________________

"Apa ini?" Tanya Logavi.

"Ugh, kok pakaiannya ketat gini? Memangnya ini kuat?" Revon tak menjawab, tapi malah menambah pertanyaan.

*Prekk*

Revon menarik bagian perut dari pakaian hitam yang dikenakannya, lalu melepaskannya. Menguji keelastisan dari pakaian hitam yang diberi oleh Pelatih Arka.

"Hmh! Hanya satu cara untuk memastikannya. Alex!" Androa menatap tajam ke wajah Revon.

"E-e? A-apa itu, Roa?" Revon sedikit ragu, dia sudah membayangkan sesuatu yang buruk akan terjadi kepadanya beberapa saat lagi.

"Ha." Alex mengangguk tanda dia mengerti maksud Androa. Kemudian tanpa ragu ia melepaskan skill fire magic tingkat bawah ke arah Revon. "Fire Bolt."

*Darrr!*

Bola api kecil ditembakkan ke arah perut Revon yang sudah mengenakan pakaian ketat yang pembagian dari Arka sebelumnya. Ledakan yang ditimbulkan dari Fire Bolt ketika menabrak perut Revon memang tidak kecil. Tapi tidak akan memberikan damage fatal atau kritis kepada Revon karena Alex sudah mengatur pengeluaran energi magic-nya seminimal mungkin.

"MATI AKU MATI AKU MATI AKUUU!!!" Revon berteriak karena kaget perutnya tiba-tiba ditembak oleh Alex. Tapi setelah beberapa detik tidak terjadi apa-apa, bahkan terbakar pun tidak, Revon kembali berbicara, "loh? Nggak kerasa apa-apa..." Kata Revon sambil meraba-raba bagian perutnya yang masih seratus persen utuh.

"Revon, sekarang tebas aku dengan pedang tumpulmu itu." Androa berkata dengan nada sedikit mengejek.

"Hah! Jangan menyesal ya kamu nanti, Roa! Heyaaah!" Revon langsung mengayunkan greatswordnya ke dada Androa.

*Whuuutt*

*Crangg!*

Bagaikan logam beradu dengan logam, sisi tajam pedang Revon hanya menggesek pakaian hitam yang sudah dikenakan oleh Androa. Gesekan itu menghasilkan percikan kembang api kecil saat kontak, namun pakaian hitam yang dikenakan oleh Androa masih terlihat seperti baru saja keluar dari pabrik. Bersih. Tanpa ada noda goresan sedikitpun.

"Luar biasa..." Logavi takjub ketika melihat itu semua dari salah satu sudut ruang ganti.

"Gila ini... Apa tadi namanya kata Pelatih Arka? Exhaust Fan?" Revon melihat dan menggenggam pakaian hitam yang sedang dikenakannya.

"Goblok. Exoskeleton." Androa menimpali.

"Ya, maksudku itu. Beda tipis soalnya..."

"Beda tipis, telingamu budeg!?"

"Hahhh... Bodoh kronis stadium 4." Alex lelah menanggapi Revon.

"Terbukti. Exoskeleton ini emang punya Def dan Mdef yang tinggi banget. Ditambah lagi, rasanya sangat nyaman pas dipake. Ringan, nggak ngeganggu gerakan badan kita." Revon menyimpulkan berdasar apa yang dirasakannya sendiri, ditambah percobaan singkat barusan.

"Brengsek. Orang itu... Pantas mereka kuat sekali. Armor mereka saja setangguh ini. Bahan seperti spandex yang sangat elastis, nyaman dikenakan, dan memiliki Def dan Mdef yang tinggi. Brengsek, mati saja mereka." Alex berbicara sendiri, menyumpahi para Pelatih baru karena sebuah alasan personal.

"Spandex? Apa itu, Lex?" Tanya Androa yang mendengar monolog dari Alex.

"Ah, tidak... Itu istilah di kampung halamanku untuk bahan pakaian yang bisa memanjang seperti ini." Jawab Alex.

"Kalian pake armor lagi nggak?" Tanya Revon pada semuanya.

"Pakai." Logavi menjawab tanpa melihat ke arah Revon.

"Pakaian ini memalukan! Aku akan mengenakan armorku!" Androa kesal melihat tubuhnya yang bulat mengenakan pakaian ketat di cermin.

"Aku tidak akan memakai jubahku."

Berbeda dengan Alex. Dia sedikit tersenyum ketika melihat tubuhnya di cermin. Sesaat terlintas tentang anime mecha di kehidupannya sebelum ini. Pakaian ini mirip dengan pilot suit di salah satu anime mecha favoritnya.

Beberapa menit kemudian, semua Siswa Kelas Z sudah berkumpul di kelas. Arka sudah menunggu mereka. Tapi kali ini, bukan hanya Arka. Tapi ada dua orang wanita asing di sisi Arka.

Yang pertama masih terlihat muda, berambut merah, bertubuh ramping, payudara kecil, kulit putih. Yang kedua adalah wanita dewasa yang bertubuh seksi berlekuk indah bagai gitar listrik G*bson Les P*ul. Rambutnya biru samudera, dan kulit putihnya sedikit terlihat kebiruan.

Mereka berdua juga sudah memakai pakaian seperti yang dikenakan para Siswa. Tapi Arka hanya mengenakan scrubs hitam seperti kemarin.

"Okeeh! Semua udah kumpul, ya... Dan semuanya juga udah pake Fallen Exoskeleton dariku. Tapi cuman Alex dan Anvi yang nggak pake pakaian luar. Bagus, kalian berdua. Kalian cerdas karena dengan begitu kalian tidak akan merusak jubah ataupun armor kalian saat pelajaran nanti."

Jelas Arka. Lalu Arka memperhatikan para Siswa kebingungan melihat kehadiran Ruby dan Cyane. Arka lupa menjelaskan tentang ini.

"Pelatih! Izin bertanya!"

"Silahkan... Siapa... Revon, ya?"

"Benar, Pelatih! Saya ingin bertanya, apakah yang akan dilakukan oleh kakak-kakak cantik ini?" Revon bertanya sambil berdiri tegap, tatapan lurus ke wajah Arka.

"Ohh... Ya, aku lupa. Kalau Ruby, kalian udah kenal, kan. Nah, yang satunya Cyane. Mereka berdua akan mengawasi dan menjaga kalian selama pelajaran dariku berlangsung. Sementara aku cuman ngeliat kemampuan kalian secara menyeluruh dari jauh. Mereka akan membantu kalian pada kondisi kritis aja. Kalau mereka sudah turun tangan, berarti aku anggap kalian gagal di kelas ini. Jadi, berjuanglah!"

"""Siap!!!""" Semua menjawab tegas dan serentak.

"Ok, kalian semua, ikut aku masuk sini. Teleportation Gate."

*Zzzzsssstt*

"Waahh!"

"Itu kan..."

"Itu! Yang waktu itu!"

"Hebaaat! Pelatih Arka hebaaat!"

Pintu magis muncul mendadak di depan kelas. Semua Siswa terkagum-kagum melihatnya, tapi Arka sudah biasa mendapatkan pujian seperti itu sehingga dia tak menghiraukan.

Ruby dan Cyane masuk duluan. Disusul oleh para Siswa yang berjumlah tujuh orang. Arka yang terakhir.

Tapi sebelum Siswa terakhir masuk, dia malah melompat ke arah Arka.

"Pelatih hebaaaat!" Felsy berteriak dan melompat seperti kucing yang menerkam cicak.

"Eiitt," Arka menghindar lalu mencengkram bagian punggung atas pakaian Felsy dan berkata, "sana masuk, kucing centil," ucap Arka lalu memasukkannya ke dalam Teleportation Gate.

"T-tu-tunggu Pelatiiii~h! Eh?" Felsy mendapati dirinya bersama seluruh teman sekelasnya sudah berada di padang rumput yang terletak pinggiran Hutan Goturg.

Kalau ditempuh dengan perjalanan darat, lokasi ini membutuhkan waktu hingga dua minggu dari Kota Arvena, lokasi dimana KAA berada. Sedangkan mereka hanya menempuhnya dalam hitungan detik saja.

Semua Siswa kebingungan, dan takjub melihat kemampuan dari Pelatih mereka. Tapi Arka tidak membuang-buang waktu.

"Yaaak! Perhatian, Perhatiaaan! Dengerin aku semuanyaaa! Ok, jadi, pelajaran kali ini adalah melawan Giscor." Arka mengumumkan.

Giscor, adalah monster berbentuk kalajengking raksasa berwarna hitam kemerahan dengan ukuran panjang tubuh 6 meter dan lebar bentangan kaki 3 meter. Merupakan salah satu monster kelas D yang sangat berbahaya. Memiliki tubuh berlapis cangkang yang keras, dengan dua buah senjata mematikan, yaitu capit tajam dan sengatan beracun.

Selain itu, Giscor juga dapat menyerang dengan ujung kaki-kakinya yang tajam dan berduri-duri. Defense yang kuat, ditambah offense yang tinggi, dilengkapi dengan kelincahan pergerakan meskipun tubuhnya cukup besar.

Giscor, adalah monster yang tepat untuk mengukur kekuatan dan kemampuan bekerjasama para Siswa yang ada di kelasnya, begitu pikir Arka. Arka juga menugaskan Ruby dan Cyane, dua monster kelas B yang berwujud manusia, sebagai penjaga para siswa jika hal buruk terjadi.

"Sekarang, kalian ada 7 orang. Dan di sana, ada 4 Giscor. Tugas utama kalian adalah membunuh semuanya. Tugas sekunder kalian adalah untuk memenangkan pertempuran ini tanpa terluka sedikitpun." Perintah Arka kepada Siswanya.

"A-apa!? Pelatih! Bukankah itu terlalu berbahaya!? Lagipula, di sana hanya ada tiga Giscor, bukan empat!" Revon memprotes.

"Hahh... Manja." Kata Arka dengan nada rendah, menunduk sambil berkacak pinggang, lalu kembali berkata, "ya udah, aku bonusin satu."

Arka langsung memegang gagang Kuroshi yang tergantung di pinggangnya.

*Dhusss!*

Dalam sekejap, tubuh Arka sudah tidak ada lagi di tempatnya semula. Hanya meninggalkan afterimage tipis yang disertai tiupan angin kencang ke sekitar lokasi awalnya.

*Zrraaasssshh*

Lalu seketika pula, gundukan tanah di dekat tiga ekor Giscor pun terangkat dan terhambur ke dua arah yang berbeda, bagai dua ombak yang bergerak menuju dua arah yang bertolak belakang.

Di tengah-tengahnya, Arka berdiri santai sambil menyarungkan kembali Kuroshi yang dipegangnya. Setelah tanah yang berhamburan itu mengendap kembali, barulah terlihat sosok seekor Giscor yang tubuhnya sudah terbelah dua dengan rapi. Ternyata seekor Giscor sedang beristirahat di balik gundukan tanah!

Kemudian...

*Dhuussss!*

Arka kembali melakukan dash dengan kecepatan melebihi cahaya untuk kembali ke tempat awal dia berdiri tadi, di dekat para Siswa Kelas Z.

"Dah. Sekarang tinggal tiga ekor. Tujuh lawan tiga, harusnya kalian bisa menang dengan mudah dong..." Ujar Arka santai.

Para Siswa yang melihat itu hanya bisa terdiam seribu bahasa. Beberapa di antara mereka bahkan sampai lupa untuk menutup rahangnya yang terbuka lebar akibat melihat keajaiban singkat yang barusan terjadi di depan mata kepala mereka sendiri.

"

Ayoo ayooo serang laba-laba lemah itu!" Ruby mengagetkan para Siswa dengan teriakannya.

"Ruby, itu bukan laba-laba, itu kalajengking..." Kata Arka.

"Loh!? Tapi tadi kata Kak Cyane, itu laba-laba..."

"Cyane goblok kok didengerin..."

"T-Tuanku! Aahhh... Hamba merinding mendengar Tuanku kembali perhatian kepada hamba! Ampuni hamba karena tidak dapat membedakan makhluk lemah yang tak berarti seperti itu! Ahh tapi, terima kasih atas perhatiannya, Tuan Arka! Izinkan hamba mencium kaki Tu--aghaaakkk!" Kata Cyane dengan nafas terengah-engah dan wajah memerah, entah kenapa.

Arka menjitak kepala Cyane sebelum kalimat Cyane selesai.

"Abaikan yang barusan! Kalian sana bunuh tiga ekor Giscor itu!"

"""Siap, Pelatih!!!""" Tujuh Siswa Kelas Z menjawab bersamaan dengan tegas, lalu mereka semua mulai berlari ke arah tiga ekor Giscor yang sedang mencari mangsa di padang rumput.

Darah belum mengaliri wajah mereka dengan sempurna karena syok setelah melihat aksi simple dari Arka barusan. Tapi mereka tetap harus melaksanakan perintah Arka karena ini adalah salah satu bentuk pendidikan di Knight Academy Arvena.

***

"Aku duluan!" Revon berlari paling depan ke arah Giscor yang posisinya paling dekat dengan mereka sambil memegang greatsword dengan kedua tangannya, lalu ia melompat sambil berteriak, "Shining Ray Slash! Heyaaahh!"

Greatsword Revon mengeluarkan cahaya putih kekuningan. Cahaya itu membuat pedang Revon seakan-akan memanjang dua kali lipat. Dua kali lipat, adalah kemampuan terbaiknya untuk saat ini.

*Zzzhaaaassssh*

Revon mengarahkan tebasannya ke arah kepala Giscor, berharap mencuri sebuah instakill dengan satu skill ini.

*Craassss!*

Celaka! Sebelum pedang Revon sempat mengenai kepala seekor Giscor, capitnya berhasil menghalangi. Skill tersebut hanya membuahkan putusnya salah satu capit Giscor!

Akan tetapi, momentum yang digunakan untuk satu skill tersebut begitu besar. Revon yang pada dasarnya tidak memiliki Agi tinggi, kesulitan dalam mengembalikan postur tubuhnya setelah selesai mengayunkan serangan seberat itu. Sedangkan Giscor terkenal dengan kecepatan yang lumayan tinggi untuk seekor monster raksasa.

Lagipula, Giscor tidak hanya memiliki satu capit. Tapi dua. Ditambah lagi, sengat beracun di ujung ekornya. Dan kali ini Giscor tersebut memutuskan untuk menyerang Revon menggunakan capit yang tersisa karena berada lebih dekat dengan Revon.

*Shyiiissssh*

Sisi tajam capit yang terbuka tersebut membelah udara dan menghasilkan suara gesekan frekuensi tinggi yang membuat Revon panik sekaligus ketakutan untuk sepersekian detik.

"Hiyaaahh!" Revon merespon dengan berteriak ketika mengangkat greatsword-nya dari tanah ke arah atas untuk menepis capit Giscorn.

Tapi itu hanya akan sia-sia. Kecepatan serangan capit Giscor lebih tinggi daripada kecepatan tangan Revon dalam mengangkat pedangnya.

***BERSAMBUNG***

______________________________________

Yeaahh... Kita potong dulu. Pelajaran pertama para Siswa Kelas Z akan kita lanjutkan di chapter berikutnya. Vote dulu dong biar Author jadi semangat menulis cerita yang lebih seru!