"Namamu... Anvily, kan?"
"Loh, kamu nggak yakin kalo namanya Anvily, Lea?"
"Aku hanya memastikan."
Dua orang Siswi tahun kedua mendatangi salah satu kamar Siswi tahun pertama di Asrama Putri. Sepanjang lorong, kedatangan mereka berdua menjadi perhatian bagi para Siswi tahun pertama lainnya, bak super model yang melenggang di catwalk dalam ajang Paris Fashion Week.
Bukan berlebihan mengatakan demikian. Karena aura senioritas dari Siswi tahun kedua sangat terasa kuat di mata Siswi tahun pertama. Setiap langkahnya membawa serta keanggunan wanita bermartabat.
Setelah mereka berhenti di depan pintu yang terbuka dari kamar yang mereka tuju, salah satu pemilik kamar menyambut dan menyapa mereka dengan sopan.
Di asrama akademi, masing-masing kamar dihuni oleh 4 Siswa/Siswi yang berada di tahun ajaran yang sama. Mereka tidur di sepasang kasur tingkat yang telah disediakan di setiap kamar.
"Benar, Kak Halea, Kak Felsy. Namaku Anvily." Jawab Siswi yang menyambut mereka berdua.
"Oh, bagus. Kamu sudah hafal nama kami berdua." Tanggap Halea.
"Lea, santai aja napa... Nggak usah serem-serem gitu laaah... Anvi, kami boleh masuk?" Felsy menengok ke dalam kamar Anvily dari pintu.
"B-boleh, Kak... Tapi..." Anvily menjawab, lalu menoleh ke arah teman-temannya yang sedang berada di dalam kamar.
"Kalo gitu, aku keluar dulu, ya... Aku mau nyari bahan untuk eksperimen besok."
"Aku juga mau mengangkat jemuran..."
"Biar aku bantu mencari bahan eksperimennya!"
Ketiga orang teman sekamar Anvily langsung mencari alasan untuk pergi meninggalkan mereka.
"""Permisi, Kak...""" Ucap mereka serentak sambil meninggalkan kamar.
***
Eh? Kenapa dua Siswi tahun kedua yang ada di kelasku datang kesini? Apakah aku ada berbuat salah? Sepertinya dari pagi sampai sore aku hanya diam-diam saja di kelas. Kenapa, ya?
"Anvily."
"I-iya, Kak Halea?"
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu."
"Hei, Lea, jangan galak-galak dong... Santuy aja, santuy... Anak tahun pertama jadi ketakutan semua, tuh..." Kak Felsy mencoba membuat suasana jadi lebih santai.
"K-kalau begitu, si-silahkan masuk dulu, Kak Halea, Kak Felsy..."
Tenang... Aku tidak berbuat kesalahan apapun hari ini. Pasti mereka ingin mendekatkan diri sebagai sesama penghuni Kelas Z.
Aku mempersilahkan mereka duduk di meja lantai bundar yang di bawahnya beralaskan karpet. Meja ini, biasanya kami gunakan untuk duduk-duduk sambil minum dan mengobrol, sesama teman sekamar.
Kami bertiga duduk melingkari meja. Aku menyuguhkan cookies untuk mereka berdua. Lalu, tanpa basa-basi, Kak Halea langsung menuju poin yang ingin dibicarakannya.
"Anvily... Tadi kulihat kamu sangat ragu-ragu dan kebingungan saat menulis tentang dirimu di jam homeroom. Itu mengganggu pikiranku. Sekarang jelaskan, kenapa setelah Pelatih berbicara denganmu, kamu tiba-tiba bisa menuliskan semuanya dengan mudah?" Kata Kak Halea dengan tatapan tajam dan wajah sedikit diangkat.
Oh, ternyata itu... Walaupun dia terlihat galak, ternyata di dalam dia perhatian juga terhadap teman sekelasnya, dalam hal ini, aku. Tapi bagaimana aku harus menjawab pertanyaan itu?
Haruskah kukatakan yang sesungguhnya apa isi obrolanku dengan Pelatih Arka di kelas sebelumnya? Apakah itu tidak akan membuatku terjebak dalam masalah di kemudian hari?
Tentu saja, yang dikatakan oleh Pelatih Arka waktu itu membuatku yakin untuk menuliskan yang sesungguhnya. Tapi apakah tidak apa jika kubicarakan dengan teman sekelasku? Apa untungnya jika aku jujur? Apa ruginya jika aku bohong?
Jika aku jujur, aku akan dapat meningkatkan hubungan kami sebagai teman sekelas. Dan walaupun mereka tahu jika aku adalah reinkarnator, sepertinya mereka bukan orang yang konservatif dan merubah sikap mereka kepadaku. Jika aku bohong dan menyembunyikannya, aku yakin mereka akan semakin mencurigaiku.
Setelah melamun entah berapa lama karena memikirkan hal-hal di atas, aku akhirnya memutuskan untuk jujur saja.
"Tentang itu... Baiklah. Aku akan menceritakan semuanya. Tapi aku berharap Kak Halea dan Kak Felsy tidak terkejut dan memperlakukanku dengan berbeda setelah mendengarnya." Ucapku sambil menatap ke makanan ringan yang tadi kusajikan di atas meja.
"Hahaha... Anviii... Tenang aja, untuk setahun ke depan, nggak nutup kemungkinan kalo kita akan di kelas yang sama sampe lulus, kita akan selalu jadi teman!" Kak Felsy menanggapi dengan santai dan hangat.
"Hmfh. Sebelumnya, akan kukatakan ini. Aku adalah Putri Kerajaan Sandoria. Tidak akan ada yang bisa membuatku terkejut di dunia ini. Kecuali para Pelatih baru itu." Halea mengucapkan kalimat terakhirnya dengan lirih, lalu melanjutkan, "bagaimanapun, apapun yang kamu akan katakan, tidak akan merubah sikapku kepadamu."
"B-baik. Jadi, begini..."
Aku menceritakan isi percakapan singkat antara aku dan Pelatih Arka di kelas tadi kepada mereka berdua. Aku mengatakan bahwa Pelatih Arka mengetahui bahwa aku adalah seorang reinkarnator bahkan sebelum aku menceritakan apapun.
Aku juga menceritakan kepada mereka bahwa aku memiliki bakat alami sebagai healer sejak lahir meski aku tak pernah mendapatkan pendidikan maupun pelatihan dari Organisasi Religi apapun.
Karena Pelatih mengatakan demikian, aku jadi tidak ragu lagi untuk menuliskan tentang diriku dan kemampuanku di kertas yang diminta Pelatih. Tapi, aku masih tidak menceritakan kepada mereka bahwa Pelatih Arka juga mengatakan bahwa ia juga ditransfer dari dunia lain. Malah, asalnya sama denganku di dunia sebelum ini. Yaitu dari sebuah negara yang bernama...
Indonesia.
"Hm. Orang-orang itu kembali mengejutkanku. Mereka bisa mengetahui hal-hal yang tidak diketahui orang lain hanya dengan melihat saja. Sebenarnya, siapa mereka itu?"
Kak Halea berbicara sendiri sambil melihat ke langit-langit kamar asrama. Dia tidak terlalu mengambil pusing tentang ceritaku. Tapi malah penasaran dengan para Pelatih baru itu.
"Waaah! Berarti, kamu umur berapa sebelum direinkarnasikan ke sini?" Tanya Kak Felsy kepadaku.
"Tujuh belas tahun." Jawabku datar.
"Tuaa! Ternyata Anvi udah seumuran tante-tante! Tante imut, dong! Hahaha!"
"Hehehe... Kok rasanya agak sakit ya dipanggil tante-tante.... Walaupun kalau dipikir-pikir umurku sekarang memang sudah 30 tahun lebih... Haha..." Aku berbicara dan merasakan pundakku jadi sedikit berat.
"Fel. Panggil aja aku Fel. Karena aku nggak enak kalo dipanggil Kak Felsy sama tante-tante! Hahaha..."
"Kamu bisa panggil aku Lea. Harusnya kamu merasa sangat terhormat karena kuizinkan memanggilku hanya dengan nama panggi--aaaaah! Sana kucing bau!"
"Uuuuhh, Lea... Masih jual mahal ajaa..."
Fel memotong ucapan Lea, langsung memeluknya dan mengusap-usapkan pipinya ke pipi Lea dengan manja. Kedua tangannya meremas payudara kecil Lea dari belakang. Tidak. Aku tidak pantas mengatakan payudara Lea kecil, karena payudaraku lebih kecil. Payudara Lea berukuran... Sedang. Hikss...
"Nggak! Pergi sana! Mukaku jadi bauuu aaaahh!" Teriak Lea sambil berusaha melepas pelukan Fel tapi seperti tidak niat.
Kalau bersama Fel, Lea jadi lebih santai dan tidak terlalu menjaga sikapnya walaupun ucapannya berbanding terbalik dengan tindakannya.
Tapi tiba-tiba Fel melepaskan pelukannya terhadap Lea, melihat tajam ke arah kejauhan melewati jendela kamarku. Secara spontan, aku juga melihat ke arah luar jendela, tapi tak melihat ada yang aneh.
"Ha? Ada apa?" Lea bertanya kepada Fel.
"Itu, di sana... Di balik tower penampungan air. Sepintas, aku ngeliat sosok hitam. Kayak Pelatih Arka..." Jawab Fel serius.
"Ah, paling itu halusinasimu aja. Nggak ada apa-apa di sana. Kamu juga kenapa jadi tergila-gila gitu sih sama Pelatih baru itu?" Tanya Lea.
"Habisnyaaa~ Pelatih Arka itu kereeennn~ walaupun tubuhnya kecil untuk ukuran cowok, tapi dia kuat bangeeet~ aku nggak masalah kok dengan cowok yang lebih pendek dari aku~ yang penting dia kuaaat! Ehehee... Kalo tidur sama dia, aku bisa dibikin terbaaang ke surgaaa sampe aku nggak kuat berdiri lagiii~ ufufufu..." Kata Felsy sambil melebih-lebihkan ekspresi mesumnya.
"Huh. Bitch. Nggak ada harga dirimu sebagai seorang gadis." Lea menanggapi Fel dengan wajah jijik.
"He? Jangan-jangan Lea masih gadis!?" Balas Fel dengan wajah yang mengajak ribut.
"A-apa katamu!? A-aku adalah Putri Raja! Jangan samakan aku denganmu, bitch!"
"Ahahahahahaha!"
"Diaaam! Jangan tertawa, bitchhh!"
Aku hanya tersenyum mendengar pertengkaran Felsy dan Halea. Sampai malam menjelang, kami hanya mengobrol biasa. Sering kali Felsy dan Halea berdebat masalah sepele. Tapi, sebenarnya mereka adalah teman yang sangat dekat. Aku bisa melihat itu.
Ketika teman-teman sekamarku kembali, mereka juga ikut bergabung dan mengobrol. Fel sangat ramah. Dan Lea, meskipun terlihat sedikit sombong, tapi dia masih membaur. Sebenarnya, sikap Lea masih cukup wajar karena dia adalah seorang keluarga Royal.
Setelah mendekati jam tidur, mereka berdua kembali ke kamar mereka masing-masing. Dan besok, kami akan mengikuti kelas homeroom dari Pelatih Arka lagi. Aku sedikit gelisah membayangkan latihan seperti apa yang akan diberikan Pelatih Arka besok ya...
***
"Jadi, semua udah hadir, yaa..." Kata Arka.
Kelas homeroom sudah dimulai. Semua siswa sudah hadir dengan perlengkapan seadanya yang mereka bawa untuk mengikuti pelatihan khusus hari ini. Mereka juga sudah mengenakan armor terbaik mereka. Membawa senjata terbaik mereka, kecuali Lea yang hanya membawa perlengkapan sekundernya yang baru ia beli sebelum masuk tahun ajaran baru.
Lea mengenakan set armor berwarna kehijauan dengan halberd yang senada dengan armornya. Fel, mengenakan armor dari bahan kulit keras dan ringan, dengan sebuah dagger di pinggangnya.
Alex, seperti biasanya, jubah mage terbaiknya dengan magic wand kesayangannya. Revon menggunakan plate armor berwarna marun. Greatsword disangkutkan di punggungnya.
Logavi mengenakan pakaian tempur khas Elf yang sangat ringan. Gabungan dari bahan kulit dan kain yang berwarna hijau cerah. Panah dan quiver yang sudah terisi dengan puluhan anak panah juga sudah dipersiapkannya.
Androa mengenakan chainmail dan helm bertanduk, cocok dengan tubuh Dwarf itu. Sebuah pelontar yang menyerupai bentuk rifle dipegangnya, dan disandarkan di atas bahunya.
Hanya Anvily yang mengenakan seragam biasa, tanpa satupun senjata. Anvi memang bukan dari keluarga berada, dia tidak membawa armor atau senjata apapun ke akademi ini.
Namun yang jelas, pagi ini semua orang sudah membawa satu hal yang sama. Yaitu semangat. Semangat membara dan meluap-luap tercermin di wajah masing-masing mereka.
"""Siap, Pelatih!""" Semua siswa menjawab dengan serentak dan antusias.
"Hm. Semangat yang mantap. Tapi, sebelum kita mulai kelasnya... Kalian ambil ini dan pake ini aja di ruang ganti." Ujar Arka.
"Kalian boleh pake armor kalian di luarnya, tapi aku nggak ngerekomendasiin itu. Karena exoskeleton ini udah kubuat sesempurna mungkin yang aku bisa. Armor kalian itu sampah, nggak ada tai-tainya dibandingin ini. Kalo nggak percaya, kalian bisa coba sendiri kekuatannya. Kalian bakal ngerti sendiri kenapa aku bilang armor kalian cuman sampah." Jelas Arka sambil mulai membagikan pakaian hitam kepada masing-masing siswanya.
"""Haaaa!?"""
Semua siswa kaget, bingung, dan ada yang kesal dengan ucapan Arka. Tapi mereka tetap mengambilnya dan pergi ke ruang ganti untuk mengenakannya.
"Kalo udah selesai, balik kesini dan kita mulai pelajaran pertama."
***BERSAMBUNG***
______________________________________
Chapter berikutnya, action lagi. Silahkan vote jika suka cerita ini, komentar jika ada yang ingin disampaikan. Terima kasih untuk semua vote-nya, maaf untuk semua typo-nya.
Curhat sedikit.
Saya sedang muak dengan seluruh problematika kehidupan saat ini. Masalah demi masalah terus bermunculan. Terutama dalam hal pekerjaan. Administratif, lebih tepatnya. Ada saja masalah. Tapi, untuk meninggalkan pekerjaan ini dan mencari pekerjaan lain masih belum bisa. Saya sudah muak, eneg, dan sudah seperti fuck everything! Dan entah bagaimana lagi cara yang harus saya lakukan untuk mengatasi stres dan depresi ini. Mungkin saya harus membiarkan semuanya berhamburan di depan wajah saya dan tidak mengambil pusing tentang apapun yang terjadi? Tapi kenyataannya tidak semudah itu. Karena saya sendiri sudah tidak mencintai pekerjaan saya ini seperti dulu lagi. Jadi Dokter Perusahaan itu tidak menyenangkan dan membuat stres. Di sisi lain, saya masih butuh penghasilan dari pekerjaan ini supaya anak dan istri tidak perlu khawatir tentang kehidupan ini. Entah apa yang harus saya lakukan sekarang. Atau mungkin saya harus makan toblerone banyak-banyak dulu... Hahhh...
Sekian.