Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 104 - Chapter 17

Chapter 104 - Chapter 17

"Arkaaa! Kami pulaaang!" Suara Syla terdengar dari pintu depan.

Kami? Oh, mereka bertiga pulang bersama? Hahaha... Rajin sekali mereka. Padahal aku sudah pulang sejak siang tadi. Sepertinya mereka mengajarkam banyak materi hari ini kepada para Siswa KAA.

"Sayang udah pulang sejak kapan?" Ren menyapaku yang sedang duduk di ruang tamu.

Dari sejak pulang tadi, aku sibuk mengutak-atik skill Darkness Creation. Pasti kalian bertanya-tanya tentang apa yang mau aku buat, bukan? Hahaha... Ha? Kalian sama sekali tidak penasaran? Beraninya kalian mengatakan seperti itu!?

Aku sedang membuat Fallen Exoskeleton untuk semua Siswa dan Siswi di Kelas Z. Ya, kelas yang aku bimbing sekarang. Kelas khusus, kata Kepala Akademi.

Besok aku berencana untuk melihat kemampuan mereka dalam pertarungan yang sesungguhnya. Jadi, aku harus membuatkan mereka exoskeleton sebagai pengaman yang sangat terjamin kualitasnya.

Yang kusebut exoskeleton ini adalah, pakaian yang kuciptakan dengan dark magic menggunakan skill Darkness Creation-ku. Pakaian yang memiliki 999 Def dan 999 Mdef. Selain memiliki Def dan Mdef yang tinggi, aku membuat pakaian ini agar dapat mereka kenakan dengan mudah, tidak mengganggu manuver bertarung mereka, dan memiliki bahan elastis yang pas di badan.

Seperti yang pernah kubuat untuk seluruh anggota Party Dark Edge dan Lunar Eclipse, hanya saja bentuknya lebih simpel. Tujuannya adalah agar dapat dikenakan di bawah seragam mereka. Tidak banyak desain aneh-aneh, hanya seperti pakaian menyelam lengan pendek saja. Yang penting organ-organ vital mereka terlindungi.

Aku membuatkan topeng penutup kepala juga. Sementara ini, aku hanya akan membuatkan sebanyak 7 unit saja. Empat untuk laki-laki, tiga untuk perempuan. Hanya sedikit perbedaan keduanya, tapi penting.

Untuk yang laki-laki, kubuat extra tebal di bagian selangkangan. Supaya titit mereka tidak terjiplak di bagian selangkangannya. Dan untuk perempuan, tentu saja kubuat extra tebal di bagian payudara.

Dan... Selesai.

Baiklah. Tak ada lagi kerjaanku untuk saat ini. Sepertinya istri-istriku sedang ingin bersantai setelah seharian melatih Siswa akademi. Ya, terpaksa aku puasa dulu beberapa jam. Mungkin nanti malam akan kubuat mereka sibuk di ranjang. Eh, malam ini giliran Renia Misha Arkanava.

Hmm... Apa lagi yang harus kulakukan untuk mengisi waktu luang? Hari sudah mendekati senja. Mungkin... Aku bisa mengawasi apa yang sedang dilakukan Siswa yang ada di kelasku? Oke...

"Darkness Sense."

Kukerahkan dark magic yang ada di dalam tubuhku untuk keluar dan menyebar dan melingkupi seluruh akademi ini. Dark magic tersebut kemudian akan meneruskan kelima panca inderaku. Skill yang sangat efektif untuk mengintai tanpa harus menguras keringat.

"Hemm... Siapa itu tadi? Gadis Half-Elf yang reinkarnasi itu? An... An... Anvily? Ya, Anvily." Gumamku.

"Ngomong sama siapa Arka sayang?" Tanya Syla.

"Sssssttt. Aku lagi konsen, beb." Jawabku.

Anvily... Dia masih tahun pertama, kan? Berarti, aku akan mencarinya di sekitar sana. Ujung sayap utara Asrama Putri.

Mencari, mencari, mencari... Sambil mencuri intip para gadis belia yang sedang mandi. Sekalian mengintip yang sedang ganti baju. Juga, mengintip mereka yang sedang... Ha!? Masturbasi!?!? Skip skip. Aku sudah punya dua istri yang awet muda selamanya. Hahaha... Sedikit lagi lah...

Skip. Fokus mencari Anvily. Eh, ada Felsy dan Halea di lorong Asrama Putri tahun pertama. Apa yang mereka lakukan? Hmm... Oh! Mereka menemui Anvily! Hahaha kebetulan sekali...

Oh, mereka mengobrol biasa saja. Mungkin berkenalan lebih dekat lagi sebagai sesama teman sekelas sekaligus senior Anvily. Dan sepertinya mereka bertiga menyiapkan barang-barang untuk survival. Bagus. Mereka menanggapi perkataanku tadi dengan serius.

Baiklah, sekarang giliran yang laki-laki. Karena obrolan tiga orang gadis itu tidak menarik untuk telingaku. Mereka di Asrama Putra. Ok aku akan menyisir semua.

"Hmmm... Hmhmm... Dimana mereka, ya... Hmm..."

Aneh. Tidak satupun Siswa laki-laki di kelasku yang dapat kutemui di Asrama Putra. Apa yang mereka lakukan? Apakah mereka berlatih di lapangan? Coba kulihat...

Tidak ada. Mereka tidak ada di lapangan. Baiklah... Aku semakin penasaran. Kita lihat di seluruh areal akademi.

"Lapangan depan... Nggak ada. Di gedung utama... Nope. Halaman belakang... Juga nggak ada. Coba di sekeliling pagar tembok akademi..."

Aku menyusuri seluruh pagar tembok akademi dengan menggunakan dark magic. Tubuhku masih duduk santai di ruang keluarga bersama Syla dan Ren yang sedang meminum teh panas mereka.

Eh? Itu ada beberapa orang di atas pagar tembok akademi. Coba aku zoom-in.

Wah! Itu empat orang Siswa laki-laki di kelasku! Hahaha... Kalian sedang apa, hah?

***

Pukul 17.00 Waktu Kota Arvena. Empat orang Siswa laki-laki di akademi berkumpul di dekat pagar tembok utara Knight Academy Arvena (KAA).

"Ok, gaes... Kayak yang kita bicarain tadi. Androa, kamu sudah membawa teropongmu?" Tanya Revon.

"Hm." Jawab Androa sambil menunjukkan teropong yang dibuatnya sendiri menggunakan keahlian blacksmith-nya.

Teropong yang berbentuk pipa corong panjang terbuat. Terdapat lensa kaca kecil di pangkalnya dan yang lebih besar di ujungnya. Kedua lensa itu berbentuk cembung. Dan, fungsinya ya memang untuk melihat sesuatu yang berada di kejauhan dengan lebih jelas.

"Mantap, Roa! Berikutnya, giliran Alex. Kamu bisa pake wind magic kan?" Revon.

"Iya. Terus?" Tanya Alex.

"Flight! Tolong gunakan skill Flight kepada kami! Supaya kami bisa naik ke atas pagar ini!" Ucap Revon dengan antusias.

"Oh. Ok... Flight."

Keempat Siswa itu melayang di udara, lalu naik ke bagian atas pagar. Sampai di atas, Revon tersenyum dan menatap Logavi dengan penuh makna.

"Ha?" Logavi bingung ketika ditatap Revon.

"Kali ini, giliranmu, Log. Tolong tembakkan ini ke menara air yang ada di sana."

Revon memberikan anak panah yang sudah diikatkan dengan tali tipis yang terbuat dari benang yang diproduksi oleh Gargana, monster laba-laba kelas D yang memiliki jaring sangat kuat.

"Dari mana kamu dapat ini!?" Tanya Logavi sambil memegang anak panah yang sudah diikat dengan tali putih tipis.

"Itu dari almarhum Papaku. Katanya, suatu saat tali ini akan berguna bagi petualanganmu. Dan aku berpikir, benar juga... Inilah saatnya untuk menggunakan tali ini!" Jawab Revon dengan wajah serius.

"Bangsat! Rusak otakmu, Rev!"

"Sigeblek malah pake warisan dari almarhum bapaknya buat beginian!"

"Sumpah tolol..."

Semuanya menyumpahi Revon atas ucapannya tadi.

"Udahlah, nggak usah dipermasalahin... Papaku yang mengajari hal-hal seperti ini dulu. Kata-kata Papa yang terngiang di hatiku adalah... Laki-laki itu harus mesum. Itu tandanya kamu jantan! Begitu..." Balas Revon dengan santai.

"Ralat. Bukan kamu yang salah, Rev."

"Iya, aku minta maaf udah bilang kamu geblek."

"Revon tidak tolol."

"""TAPI PAPAMU YANG SALAH!""" Kata tiga orang itu serentak.

"Ok, gimana? Bisa kan, Log?" Revon mengembalikan pembicaraan ke topik utama.

"Tunggu. Kenapa nggak sekalian aja kuterbangkan aja kalian semua ke sana?" Tanya Alex.

"Nggak bisa, Lex. Aku nggak bisa ngambil resiko kita kelihatan sama para Siswa Putri atau Pelatih. Coba kamu ke sini dan liat ke sana..." Kata Revon, menunjuk target sasaran tembakan panah bertali.

D

ari posisi dimana ujung tali diikatkan, sampai ke target ditembakkannya anak panah, merupakan titik buta yang tak terlihat dari kantor ataupun Asrama Putri. Gerak sedikit, akan dapat terlihat.

Jika Alex menggunakan skill Flight, ada resiko yang dapat terjadi. Yaitu ketika sesuatu mengacaukan konsentrasi Alex, maka arah terbang skill Flight dapat bergeser dari titik buta. Sedangkan jika menggunakan tali ini, dipastikan tetap lurus berada di titik buta.

"Yaa... Apa katamu sajalah, Rev..." Ujar Alex.

"Logavi, waktu dan tempat kami persilahkan..."

*Krrettt...*

*Fusyuuuu...*

*Trakk*

Panah khusus itu sampai di pagar atas menara air. Lalu ujungnya yang berbentuk cakar itu terkait di bagian melintang dari pagarnya. Setelah Revon menarik dan menggoyang-goyangkan talinya, dia memastikan tidak akan lepas.

"Siiip! Logavi emang jago! Ayo, kita ke menara air itu dengan bergelantungan di tali ini. Jangan khawatir! Talinya sangat kuat! Nggak akan putus!"

Kemudian mereka berempat bergelantungan di tali itu. Perlahan bergerak menuju menara air. Hari mendekati senja, tapi matahari masih cukup terang menyinari Asrama Putri. Tujuan mereka, surga dunia yang membuat mereka penasaran, sudah di depan mata.

Ketika mereka berempat sudah sampai di menara air, secara perlahan dan diam-diam mereka mengintip ke Asrama Putri. Biasanya, waktu ini adalah waktu yang sering digunakan para Siswi untuk mandi atau bersantai. Garis bawahi kata mandi.

"Androa, sebagai pemilik teropong, silahkan kamu duluan!" Ucap Revon.

"Baiklah. Kalau begitu, aku akan menerima kehormatan ini." Androa memanjangkan teropongnya, dan meletakkan ujung yang lebih kecil di depan mata kanannya. Ia memicingkan mata kirinya. Lalu ia melihat ke arah Asrama Putri dengan teropongnya dan berkata, "WAH!!!"

"Apa itu, Roa!? Beri tahu kami!" Revon gelisah.

"Mereka... Mereka sedang minum bir! Slurrp..." Ucap Androa sambil meneteskan liurnya.

Bangsa Dwarf memang gila miras. Dari kecil mereka sudah dipaparkan miras oleh orangtuanya. Padahal minuman keras itu sebaiknya hanya boleh diminum oleh orang dewasa usia 18 tahun ke atas.

"Yee... Salah fokus... Sini, coba aku!" Revon meminta teropong Androa.

"Nih." Androa menyerahkan teropongnya lalu mengelap iler yang menetes di dagunya.

"Itu... Kenapa coklat semua..." Ujar Revon kebingungan.

"Lah goblok... Geser dikit! Kamu ngeliat pagar kayu itu!" Kata Alex, memukul bahu Revon.

"Ohh... Iya, yak. Ok, aku geser dikit..... Hmm... Biasa... Biasa juga... Walah, telat, dia udah selesai pake baju... Lah lagi asik ngobrol itu si Felsy, Halea, dan Anvily... Mereka ngobrolin apa, ya..." Revon bergumam sambil meneropong Asrama Putri.

"Sudah, abaikan saja mereka... Cari yang bagus lah." Alex mulai tidak sabar.

Revon memindahkan bidikan teropongnya perlahan. Kanan, kiri, atas, bawah, dan...

"Itu itu itu! Ada satu cewek yang lagi mau ganti baju! Dia keringetan, kayaknya habis latihan... Ayo... Ayo... Waaa! Dia buka bajunya! ... Waaa susunya gedeee! Anjaay! Bra yang dipakenya udah kesempitan itu!" Kata Revon, penuh semangat.

"Mana! Sini aku mau lihat juga!"

Alex langsung merebut teropongnya dari tangan Revon. Lalu ia meneropong ke arah yang tadi diteropong oleh Revon.

"Wow! Iya! Susunya besaaarrr! Eh???Dia... Dia melepas celana olahraganya! Waaaw pahanya putih mulus dan agak pink! Celana dalamnya yang bagian belakang nyempil ke belahan pantatnya!"

"Mana! Aku belum lihat! Sini teropongnya!" Revon penasaran.

"Tu-tunggu! Sebentar! Dia lagi ngelepas bra!"

"Siniii!" Revon berusaha mengambil teropong dengan paksa, tapi Alex tidak memberikannya.

"Maaakk! Susunya! Susunya kelihatan gilaaak! Susu yang besar itu, puting kecil agak masuk ke dalam dan areolanya juga sempit, berwarna coklat muda! Ah! Aduh!" Jelas Alex sambil mempertahankan teropongnya yang akhirnya berhasil direbut oleh Revon lagi.

"Mana tadi!? Ah! Alex! Kau benar! Imut sekali puting susunya sembunyi malu-malu seperti itu! Tubuhnya mulus dan ramping! Ha! Dia buka ceoana dalamnya! Uwaaaa... Pantatnya yang lagi nungging pas ngelepas cepana dalamnya... aku bisa melihat belahannya! Aku juga bisa melihat sedikit belahan meki-nya mengintip di antara pantat montoknya!" Revon mendeskripsikan yang dilihatnya.

Logavi hanya diam saja menunggu yang lain puas melihat show di Asrama Putri. Dia hanya penasaran kepada Anvily, si gadis Half-Elf. Jadi dia tak begitu bersemangat melihat tubuh bugil manusia. Beda dengan Androa. Meskioun berbeda ras, Androa tetap penasaran dengan tubuh telanjang seorang manusia perempuan.

Dan di saat Alex, Revon, dan Androa sedang asyik rebutan teropong, seseorang ikut berbicara dari belakang mereka.

"Wah... Seksi juga cewek satu itu, ya... Aku boleh pinjam teropongnya?"

"Logavi, sabar du--" Alex yang menoleh ke arah Logavi, langsung terdiam.

"Kenapa tiba-tiba diam, Lex? Ada ap--" Revon juga sama, tiba-tiba terdiam dan rahangnya terjatuh seketika saat menoleh ke belakang mengikuti arah tatapan mata Alex.

Androa, sudah dari tadi pucat dan membisu.

Mereka bertiga melihat Logavi sedang dirangkul oleh seseorang yang mereka kenal. Satu orang yang paling tidak boleh tahu tentang yang sedang mereka lakukan.

Orang itu adalah... Ya, tidak salah lagi.

Arka, Wali Kelas mereka.

***BERSAMBUNG***

______________________________________

Vote-nya dong... Thanks!