Chereads / Isekai Medic and Magic / Chapter 103 - Chapter 16

Chapter 103 - Chapter 16

*Syuuuu*

Anak panah beracun melesat cepat ke arah punggung Lukas yang tak menyadari hal tersebut.

Wajah Kobold, Demihuman yang menyerupai anjing yang telah menembakkan panah tersebut terlihat seperti ia sedang tersenyum. Di dalam hatinya, ia merasa bahwa dia telah membalaskan kematian teman-temannya dengan membunuh orang yang telah membunuh mereka.

*Jleb*

Anak panah menancap di punggung kiri Lukas. Lebih dari yang diharapkan sang Kobold, anak panah itu menembus tepat pada lokasi dimana jantung Lukas berada. Dengan critical hit seperti itu, racun yang telah dilumurinya hanya menjadi hiasan saja. Musuhnya akan mati hanya dengan tusukan anak panah itu saja.

Namun, racunnya tetap memberikan efek seperti yang seharusnya. Selain menusuk jantung Lukas, darah juga mengalir dari semua lubang di tubuh Lukas, termasuk pori-porinya. Seluruh tubuh Lukas yang telah berlumuran darah Kobold yang mulai mengering, kini dibasuh lagi oleh darah segar miliknya.

Sayangnya, hal seperti itu hanya terjadi di dalam pikiran sang Kobold. Karena sebelum anak panah mengenai Lukas...

"Tak akan kubiarkan! Phoenix Flame!!!" Teriak Fiana yang sudah berada dekat dengan Lukas.

"Fi-!" Teriakan Garen yang ingin menghentikan Fiana terhenti.

Sesaat sebelum menyelesaikan interupsinya, ia berpikir bahwa jika dia berada di posisi yang sama dengan Fiana, maka dirinya akan melakukan hal yang tak jauh berbeda. Karena, hutan yang terbakar akibat fire magic tingkat atas itu masih bisa ditumbuhi tanaman lagi. Tapi sahabat yang mati tak dapat ia hidupkan lagi.

*Whoooozzzsssshhh*

Burung api lepas landas dari kristal merah yang terdapat di ujung gagang Blood Fang, dagger kesayangan Fiana yang memiliki afinitas tinggi terhadap fire magic. Sebagian besar karena adanya kristal merah delima di ujung gagangnya.

Burung api tersebut menelan anak panah yang ditembakkan Kobold. Membuatnya menjadi serpihan arang dan logam cair yang terurai dan jatuh ke tanah.

Tak sampai di situ saja, burung api tersebut terus terbang dan berbelok ke arah Kobold yang berusaha membunuh Lukas barusan.

*Blaaarrr*

Kobold itu hangus terbakar sampai ke organ dalamnya. Darah di tubuhnya langsung menguap semua. Tulang dan dagingnya menjadi ampas arang yang sudah habis terbakar dalam sekejap. Menyisakan bau busuk hangus di udara.

Apakah burung api yang ditembakkan Fiana berhenti di situ? Naif sekali jika ada yang berpikiran demikian. Karena, burung api tersebut terus terbang dan berbelok menuju dua Kobold yang baru saja keluar dari persembunyiannya untuk menyerang.

Fiana tidak memiliki Dex setinggi Lukas untuk dapat mengetahui lokasi persembunyian musuhnya hanya dengan sekali lirik. Tapi, dengan keluarnya para Kobold dari persembubyiannya, Fiana bisa melihat semuanya.

"Mati kalian semua anjing brengseeekkk!!!" Teriak Fiana penuh amarah sambil terus mengendalikan Phoenix Flame.

Dua Kobold yang tersisa sudah menandatangani surat kematian mereka sendiri. Dalam sekejap, jiwa dan raga mereka terbakar menjadi abu busuk oleh Phoenix Flame Fiana. Dengan demikian, semua tanda kehidupan dari para Kobold yang menyerang pasukan sudah teranihilasi.

Fiana sang Monster Neraka telah menunjukkan taringnya. Taring yang membara dan dipenuhi amarah yang berkobar. Semua Tentara Kerajaan dan Petualang yang menyaksikan amarah Fiana hanya bisa tercengang dan membisu. Jangankan membantu. Malah mereka sama sekali tidak sempat berbuat apa-apa. Hanya bisa menonton atraksi yang dipertontonkan oleh Lukas dan Fiana.

"Terima kasih, Fiana." Kata Lukas.

"Aa..." Fiana menjawab singkat.

Banyak tanaman terbakar akibat skill magic Fiana barusan. Melihat itu, Garen langsung bertindak.

"Water Mage! Panggil Water Mage! Padamkan semua api yang ada di sini!" Perintah Garen kepada Petualang yang memiliki kelas Water Mage.

Mendengar perintah Garen, sekitar 50 orang Petualang maju dari barisan pasukan dan langsung mengeluarkan water magic mereka untuk memadamkan api. Semakin cepat padam akan semakin bagus. Karena, jika dibiarkan terlalu lama dan apinya sudah meluas, akan sangat sulit untuk memadamkannya. Apalagi para Water Mage ini kebanyakan hanyalah Petualang Plat Silver.

Beberapa menit kemudian, api sudah dipadamkan semua. Kebakaran hutan yang lebih luas dapat dicegah. Garen dan pasukannya kembali melanjutkan penyisiran hutan.

Waktu yang dibutuhkan untuk menyisir Hutan Goturg sangatlah lama. Apalagi mereka bergerak dalam jumlah yang sangat besar. Jika sore sudah mulai menjelang, biasanya dapat dilihat dari jatuhnya cahaya yang masih bisa menembus celah dedaunan rimbun dari pepohonan besar di sana, mereka sudah mulai mempersiapkan tenda untuk berkemah di tengah hutan.

Pekerjaan dibagi menjadi tiga, yaitu menyiapkan tenda, mencari bahan makan malam, dan berjaga-jaga. Untuk pekerjaan mencari bahan makanan, diserahkan kepada Rogue dan Swordsman. Yang bertugas untuk berjaga-jaga adalah Archer dan Mage. Sisanya mempersiapkan tenda.

Saat malam menjelang, semua menyiapkan api unggun yang sudah diamankan agar tidak membakar hutan. Semua makan dan beristirahat. Untuk giliran berjaga, dibagi menjadi beberapa shift. Yang tidak berjaga diwajibkan tidur karena besoknya harus melakukan penyisiran hutan lagi, dan itu bukanlah pekerjaan ringan. Dibutuhkan stamina yang besar untuk menyisir hutan.

Berhari-hari sudah mereka habiskan di tengah hutan. Sesekali mereka menemui sekumpulan Demihuman yang berpatroli. Bentrok pun tak dapat dihindarkan. Obat-obatan sudah mulai menipis untuk merawat pasukan yang terluka. Grista sudah berusaha keras untuk mengumpulkan tanaman obat yang ada di hutan ini. Tapi, kelangkaan yang abnormal ini benar-benar menyulitkannya.

Keesokan harinya, dan esoknya lagi, dan lagi, semua masih berakhir tanpa hasil. Tapi mereka tetap terus menyisir Hutan Goturg yang sangat luas ini.

***

"Oi, Logavi! Androa! Dan... Alex!" Revon memanggil semua Siswa laki-laki di kelasku sesaat sebelum kelas berakhir.

"Ada apa, Revon?" Aku menjawab panggilannya dengan pertanyaan.

"Kumpul dulu! Jangan balik ke asrama dulu!" Jawab Revon.

"Hm?"

"Haa?"

Logavi dan Androa memasang wajah bingung.

Apa yang diinginkan si Otak Otot ini? Aku ingin segera kembali beristirahat dan mempersiapkan untuk pelajaran besok. Dari yang disampaikan Pelatih brengsek itu, sepertinya besok akan menjadi hari yang berat.

"Tunggu yang lain pergi dulu. Ini adalah hal yang serius. Kalian semua harus ikut. Karena ini menyangkut masalah mental dan spiritual jiwa kita. Kalian ngerti?" Jelas Revon kepada kami.

"Nggak. Coba ngomong yang jelas. Intinya apa?" Tanya Androa kepada Revon.

"Ssssssttt! Mereka masih belum keluar! Sebentar lagi. Sekarang pura-pura ngobrol biasa aja!" Bisik Revon menjawab pertanyaan Androa.

"Ha!?" Androa semakin emosi mendengar jawaban Revon.

Setelah hening beberapa saat, akhirnya Siswa perempuan terakhir, kalau tidak salah namanya Anvily, keluar meninggalkan kelas. Melihat itu, Revon langsung menghela nafas panjang. Seolah-olah dari tadi ia sudah menahan nafasnya.

"Ok. Dengerin aku gaes..." Ujar Revon.

Aku, Androa, dan Logavi hanya diam dan memperhatikan wajah Revon dengan seksama. Kemudian Revon melanjutkan.

"Kalian tau dimana posisi asrama putri bagi Siswi tahun pertama?" Revon malah bertanya.

"Di ujung sayap utara bangunan akademi, kan?" Androa dengan wajah sedikit kesal.

"Yap, yap. Kamu betul, Androa. Kalian tau apa artinya itu?"

Hmm... Jika kuingat lagi, denah akademi yang dipampang di dinding depan bangunan utama memperlihatkan bahwa secara umum bangunan-bangunan di alademi ini membentuk huruf 'Z'. Sayap selatan adalah gedung Asrama Putra, sayap utara adalah gedung Asrama Putri. Di tengah-tengahnya adalah Gedung Utama.

Gedung utama mencakup kantor Pelatih dan Staff akademi, ruang kelas, dan Asrama Pelatih. Yaa, meskipun sebagian besar Pelatih lebih memilih untuk tinggal di luar area akademi, tapi sebagian kecil tetap tinggal di dalam kampus.

"Ya terus kenapa dengan Asrama Putri?" Aku mulai tidak sabar ingin mengetahui kemana arah pembicaraan ini.

"Nahh... Karena Asrama Putri ada di ujung bangunan, otomatis penjagaan dari para Pelatih menjadi berkurang. Apalagi di kamar-kamar yang menghadap ke sisi luar asrama..."

"Makanya... Terus mau ngapain, kentut orong-orong..." Aku kesal karena si Revon bertele-tele menyampaikannya.

"Itu artinya... Kita bisa ME-NGIN-TIP! Gadis-gadis itu hanya memakai pakaian mini di kamarnya! Bayangkan! Paha mulus, kulit perut dan pinggang yang mengintip malu-malu... Dan! Dan kalo kita beruntung, kita bisa ngeliat mereka ganti baju! Gadis-gadis yang sedang mekar merekah indah, berganti baju di kamarnya! Saat mereka melepas rok, melepas bajunya... Dan... Dan... Saat mereka melepas pakaian dalamnya! Khuuhhhh! Kepalaku cenut-cenut ngebayanginnya! Celanaku juga jadi sempit! Hihihiii..." Ucap Revon dengan hidung kembang-kempis mengeluarkan asap.

Fuck. Jadi isi otak bocah ingusan ini begini? Cabul tak terampuni... Tapi, wajar. Namanya juga remaja seusianya. Beda denganku. Jika di dunia ini usiaku sudah 17 tahun, berarti total usiaku saat ini ditambah usiaku di kehidupan sebelumnya adalah 33 tahun.

Wait... What!? Aku sudah Om-Om ternyata. Walaupun sekarang tubuhku masih remaja. Eh, tapi, kalau aku ikut, aku jadi bisa melihat tubuh bugil gadis remaja yang payudaranya baru tumbuh dan membentuk dua gundukan imut. Aku bisa melihat bokong gadis remaja yang masih kenyal. Aku... Aku bisa melihat... Meki yang masih baru ditumbuhi sedikit rambut secara natural...

Shit! Celana dalamku jadi sempit membayangkan itu! Batang laknat di dalam celanaku jadi membengkak! Ah! Tidak! Tidak! Aku tidak bisa melakukan hal asusila seperti itu!

Tapi... Jika aku tidak ikut, aku akan melewatkan sebuah hal yang fantastis! Oh shit shit shit! Aku harus bagaimana!?

"... Oi... Oi Alex... Lex?"

Aku terkejut ketika menyadari seseorang memanggil-manggil namaku. Setelah aku benar-benar tersadar, ternyata wajah Revon sudah dekat dengan wajahku. Dan ekspresinya terheran-heran.

"E-eh! La-lanjutin rencanamu..." Kataku.

Ha? He?? Jangan bilang kalau ekspresiku dari tadi itu aneh! Ah biarkan sajalah.

***

Revon menjelaskan rencana yang sudah disusunnya untuk melaksanakan misi cabul kali ini. Aku dan yang lainnya mendengarkan dengan seksama. Namun, salah satu dari kami tiba-tiba melotot.

Dia melotot lebar, nafasnya cepat, ekspresinya kaku, dan kedua tangannya terkepal hingga gemetar. Ya, dia adalah Alex. Anak bangsawan di Kerajaan Goliath yang baru masuk KAA. Kebetulan, dia ditempatkan sekelas dengan kami, Siswa tahun kedua, di Kelas Z.

Kemudian, melihat ekspresi Alex yang aneh itu, Revon mendekatinya dan memanggil-manggil namanya. Untuk beberapa detik, Alex tidak merespon. Tapi pada akhirnya dia merespon Revon. Dan Revon pun kembali menjelaskan rencananya.

Aku adalah Dwarf. Dan di akademi ini, ada juga gadis Dwarf yang berada di antara Siswi tahun pertama. Dan, setelah mendengar rencana Revon, aku menjadi sedikit tertarik untuk bergabung.

"Gimana? Kalian ikut? Karena aku butuh bantuan kalian semua supaya ini bisa berjalan lancar. Alex? Androa? Logavi?" Tanya Revon setelah menjabarkan secara singkat tentang apa yang ingin dilakukannya.

"Hmm... Menarik. Aku ikut." Jawabku.

"Mantap, Androa!" Kata Revon kepadaku.

"Aku... Aku penasaran dengan gadis Half-Elf di kelas kita. Aku juga ingin melihatnya. Perbedaan fisik Elf murni dengan Half-Elf. Jadi, aku ikut." Jelas Logavi, seorang Elf keturunan murni.

"Nice, Log! Terakhir... Alex. Gimana, Lex? Karena kalo nggak ada kamu, kita akan kesusahan."

"..." Alex sepertinya sedang berpikir untuk sesaat. Sebagian ekspresi anehnya yang tadi muncul kembali. Lalu ia berkata, "jelasin semua rencananya secara detil. Aku bantu."

"YESSSS!!! Ok! Karena kita semua udah sepakat, aku akan jelasin semua langkah-langkahnya. Jadi, detil rencananya gini..." Revon mulai menjelaskan secara detil cara kami untuk bisa mengintip ke dalam Asrama Putri tanpa ketahuan.

***BERSAMBUNG***

______________________________________

Weekend ini saya habiskan untuk refreshing bersama keluarga. Jadi tidak sempat mengetik banyak cerita.

VOTE ya gaes! Terima kasih!