Para Pembaca~
Bapak-bapak, ibu-ibu, semua yang ada di sini~
Maafkanlah Author-nya agak buntu di beberapa chapter belakangan ini~
Vote dan komentar ya!
Selamat membaca!
_______________________________________
"Wah, hari ini libur training-nya..."
"Iya, Ar. Karena yang kemaren, ya..."
"Ho'oh, Syl. Lebay banget mereka..."
"Wajar, Arka... Karena banyak korbannya, jadi panitia harus menunda kegiatan training dulu untuk mengevaluasi dan investigasi permasalahannya." Jelas Ren.
"Nggak apa-apa, deh. Jadi, hari ini... Liv."
"He? Aku kenapa?" Liv kaget ketika kupanggil namanya, tapi dia tidak marah seperti sebelum-sebelumnya
"Ada banyaaak yang harus kita bicarain."
"E-eeehh..."
***
"Jadi, apa sebenarnya yang mau kalian bicarakan?"
Arka, Syla, dan Ren mengajakku ke sebuah coffee shop pagi ini. Hari ini tidak ada kelas pelatihan karena insiden serangan monster kemarin, yang belakangan aku tahu namanya adalah Guptera dari Ren. Di depan pintu masing-masing kelas training ditempelkan pemberitahuan bahwa training akan dilanjutkan kembali besok.
Sekarang, kami berempat sedang duduk di satu meja di coffee shop. Saling menghadap, di empat sisi meja. Pesanan minuman masing-masing sudah diletakkan di meja. Apa ini? Kenapa tiba-tiba suasananya jadi menegangkan begini?
"Liv..." Arka memanggilku dengan nada yang dingin.
"I-iya!"
Eh, kenapa aku jadi tegang begini...
"Kami pengen tau, kenapa sikapmu selalu angkuh, sombong dan suka marah-marah ke semua orang di kelasmu?" Tanya Arka.
"Sudah jelas kan? Karena mereka tidak sopan kepadaku. Aku kan Putri Kedua Kerajaan Balvara."
Oh, ini ternyata yang mau mereka bahas.
"Apa ada alasan lainnya?" Tanya Arka lagi.
"Itu saja."
"Coba ngomong yang jujur. Aku nggak suka kalo kamu bohong."
Apa-apaan si Arka ini?
"Iya, itu saja."
"Beneran?" Kata Arka sambil bangkit dari kursinya.
Arka bangkit dari kursi, lalu mencondongkan tubuhnya ke arahku. Wajahnya... Dekat sekali! Aku jadi merasa takut untuk mengatakan kebohongan lagi. Tanpa kusadari, aku memalingkan wajahku dan sedikit menunduk.
"..." Tapi aku tak bisa menjawabnya.
"Liv, kemaren kita udah janji, kan? Kalau kamu akan menjadi teman kami? Mungkin, sebagai teman memang ini kurang sopan, mencampuri urusan pribadimu. Tapi kami cuman mau membantumu. Kalau ada yang mengganjal di hatimu, sampaikan kepada kami. Kami akan coba membantu. Atau setidaknya mendengarkan keluh kesahmu."
Arka terlalu dekat! Dan dia malah semakin mendekat! Wajahnya hanya berjarak 1 jengkal saja dari wajahku. Tapi aku kenapa jadi grogi begini?
"..." Aku diam saja.
"Jangan diem aja. Ngomong sesuatu gitu."
Arka ini... Bagaimana aku mau berbicara kalau wajahnya sedekat ini!
"Arka... Duduk dulu..."
"Ok."
Terima kasih, Ren... Sudah menyelamatkanku.
"Liv... Nggak apa-apa, bicara aja..." Ucap Ren dengan suara yang menyejukkan.
"... Aku..."
Tatapan mereka semakin tajam ke arahku. Aku jadi semakin grogi.
"Coba melihatnya biasa saja, kalian ini..." Kataku tanpa melanjutkan yang ingin kukatakan.
"Oh, maap, maap." Kata Arka.
"Maaf, Liv. Silahkan dilanjutkan." Ucap Ren.
"Hehe sori, ya... Soalnya kami penasaran sama jawabanmu." Ujar Syla.
"Huuh... Gini... Se-sebenarnya, a-aku takut untuk memulai pembicaraan dengan orang lain, apalagi yang tidak aku kenal sama sekali. Aku jadi tegang, dan akhirnya aku menjadi lepas kendali. Akhirnya aku jadi m-marah."
"""Ooooo...""" Mereka bertiga merespon secara bersamaan.
"Kenapa kamu takut?" Tanya Ren.
"A-aku... Tidak terbiasa berbicara dengan orang yang tidak aku kenal."
"Liv, mau punya banyak temen, nggak?" Tanya Arka.
"Se-sebenarnya, a-aku ingin sekali memiliki banyak teman seumuranku... T-tapi... Ya itu..."
"Ok. Kalo gitu, kamu harus mulai hari ini."
"H-hari ini??"
Kenapa tiba-tiba sekali...
"Ya, hari ini."
"A-apa yang harus kulakukan?"
"Pertama, tenangin dulu dirimu. Tarik nafas dalam-dalam, terus keluarkan pelan-pelan. Lakuin ini beberapa kali. Karena dengan menghembuskan nafas perlahan, bakal nurunin kecepatan detak jantungmu." Jelas Arka.
"Terus?"
"Kalo kamu udah merasa agak tenang, masuk ke langkah berikutnya. Tatap mata orang itu. Tapi jangan melotot. Tatap biasa aja." Jelas Arka lagi.
"E-eh... Itu... Sulit."
"Ya nggak apa-apa. Cobain dulu pelan-pelan."
"U-um. Lalu?"
"Kalo udah bisa yang 2 tadi, berikutnya... Senyum. Kayak kamu tersenyum ke ayah atau ibumu. Atau senyum ke kakak dan adikmu. Senyum aja pokoknya. Karena dengan senyum, sama kayak kamu nunjukin ke orang lain kalo kamu itu ramah." Arka melanjutkan penjelasannya.
"S-senyum ya..."
"Abis itu, salam. Kayak, halo, atau selamat pagi. Gitu. Semua obrolan bisa dimulai dengan salam. Setiap perkenalan juga dimulai dengan salam. Salam itu adalah jurus yang paling ampuh untuk membuka komunikasi dengan orang lain, termasuk dengan orang yang nggak kamu kenal." Lanjut penjelasan Arka.
"Aduh... S-salam..."
"Liv, kamu bisa latihan dengan kita, kok..." Ucap Syla kepadaku.
"Denganku juga bisa. Coba, Liv..."
Sampai siang hari, kami berada di coffee shop itu. Mereka bertiga melatihku agar bisa memulai pembicaraan sederhana dengan orang yang tidak dikenal.
Awalnya, aku masih deg-degan. Mereka berakting menjadi orang lain yang tidak kenal denganku, dengan sikap yang berbeda-beda. Ada yang berakting ramah, ada yang pendiam, ada yang santai, ada yang sedikit pemarah, dan lain sebagainya.
Tapi, setelah menerapkan yang disampaikan Arka tadi, perlahan-lahan aku mulai bisa melakukannya. Walaupun tidak sampai pada obrolan yang sangat panjang dan tidak putus-putus, tapi aku merasa mulai bisa melakukan ini.
"Ok, Liv. Ada 1 hal yang perlu kamu ingat sebelum bicara sama orang lain, terutama orang-orang yang bukan dari keluarga kerajaan." Kata Arka.
"Apa itu?"
"Untuk sesaat, lupain kalo kamu adalah seorang Putri Kedua Kerajaan Balvara. Untuk sesaat itu, kamu cuman seorang gadis biasa yang berumur 16 tahun. Tapi kamu harus tetap sopan kepada siapapun kamu berbicara."
"... Iya."
"Yuk, cari makan siang... Perutku rasanya kupyuk-kupyuk." Kata Arka sambil berdiri dari kursinya.
Kami bertiga mengikutinya. Kami pergi ke salah satu restoran biasa di Kota Syndas. Tempatnya kurang bagus, tapi sepertinya cukup bersih.
Entah kenapa, hari ini perasaanku senang sekali. Mengobrol dan latihan bersama mereka bertiga tadi terasa begitu menyenangkan. Bahkan, aku bisa tertawa beberapa kali karena melihat mereka bertiga meributkan hal sepele. Apalagi ketika Syla dan Ren saling bekerjasama dalam membully Arka.
Apakah... Ini yang namanya teman? Apakah ini yang dirasakan semua orang ketika sedang bersama dengan teman-temannya? Baru kali ini aku merasakan kebahagiaan yang seperti ini. Sebelumnya aku hanya bermain dan berbicara dengan orang-orang yang ada di istana saja. Bahkan, berbicara dengan orangtua dan saudaraku saja tidak semenyenangkan ini rasanya...
***
"Semangat ya, Liv!"
"Pasti bisa, Liv. Kan kemaren udah latihan kita."
"Ayo ayo Liv semangat! Inget, senyum!"
Tiga orang ini, teman baru-ku, memberi semangat padaku agar aku bisa mulai berkomunikasi dengan orang-orang seumuranku di kelas training ini. Aku juga harus semangat dan berusaha. Aku tidak ingin lagi sendiri dalam melakukan apapun.
Aku melangkah masuk ke dalam kelas yang sudah ramai diisi oleh Peserta lainnya. Tidak ada lagi meja kosong, karena aku memang sudah hampir terlambat. Aku bangun kesiangan karena tadi malam sulit tidur memikirkan tentang yang akan terjadi pagi ini. Segala kemungkinan skenario yang terjadi, kubayangkan semua.
Tidak ada pilihan buatku. Aku harus bergabung di salah satu meja yang masih kosong. Dan akupun melangkah mendekati salah satu meja yang hanya diisi 2 orang gadis seusiaku.
Ah, tidak! Jantungku kenapa berdegup semakin kencang? Jemariku jadi gemetar!
"Ffuuu... Haaaaaaaahhhh... Ffuuuu... Haaaaahhhhh..."
Aku mencoba praktekkan yang disampaikan Arka kemarin. Tarik nafas dalam-dalam, hembuskan perlahan. Beberapa kali kulakukan itu. Sampai aku berada di samping meja itu. Dan, aku mendengarkan suara bisikan-bisikan di sekitarku. Tapi aku tidak boleh terpengaruh.
Kutatap mata seorang perempuan di meja itu. Aku coba senatural mungkin seperti yang sudah kulatih kemarin selama berjam-jam. Lalu, aku harus tersenyum. Kuingat lagi momen-momen lucu bersama Arka, Syla, dan Ren kemarin. Tiba-tiba kurasakan kedua ujung bibirku bergerak sendiri, tersenyum.
Gadis ini terkejut. Apa karena baru kali ini dia melihatku tersenyum? Dan... Ternyata semua orang di sekitarku juga kaget. Apa yang sedang terjadi? Mengapa mereka seperti itu?
Tapi aku tidak bisa berhenti sampai di sini. Berikutnya, yang terakhir. Salam. Ya, salam. Ini yang paling berat bagiku. Tapi aku harus berusaha! Aku harus bisa!
"Se..."
Ah! Lidahku kelu rasanya! Sulit sekali untuk mengucapkan salam kepada orang yang tidak kukenal! Dan, dari tepian lapang pandangku, aku melihat bahwa semua orang di sekitarku terdiam. Menatapku dengan penuh ekspektasi dan rasa penasaran. Kenapa mereka ini?? Aaah! Fokusku tidak boleh terlepas! Aku harus mengucapkannya. Aku harus mengucapkan salam!
"Se... Selamat pagi..."
Akhirnya! Aku berhasil! Aku bisa menatap matanya! Aku bisa tersenyum! Dan... Aku bisa mengucapkan salam!
"..."
"..."
"..."
Eh? Kenapa semakin hening? Kenapa semua orang di ruangan ini jadi diam? Apakah caraku masih salah?
"Di--....."
Orang yang kuberi salam tadi, mulai bersuara sambil melotot dan tercengan ke arahku. Ternyata benar. Aku belum bisa melakukannya dengan baik. Arka... Syla... Ren... Tolong aku... Bawa aku pergi dari sini... Aku maluuu...
"Dia tersenyum dan menyapaku!!!"
Ha? Tiba-tiba gadis yang kusapa ini berteriak hal yang aku tidak mengerti...
"""WAAAAAAAAAAAAAA !!!"""
Seluruh isi kelas berteriak serentak. Keheningan yang sebelumnya, tiba-tiba terpecah dan meledak.
"He?"
Aku jadi bingung... Kenapa semua orang berteriak seperti ini??
"Dia tersenyuuuum!!!"
"Cantiknyaaaaa!!!"
"Dia cantik sekali kalau tidak marah!!!"
"Dia menyapa Yaina!!!"
"Uwaaaaa!!! Imutnyaaa!!!"
"Tolong!!! Jantungku sudah diambil oraaang!!!"
"Cantik sekaliiiii!!!"
He? Heee!? Kenapa ini!? Kenapa mereka semua!? Apa salahku!?!?
Untuk beberapa menit, kelas ini tiba-tiba menjadi ribut sekali. Untung Ketua Kelas segera menenangkan mereka semua. Akhirnya, mereka berhenti meneriakkan hal-hal yang tidak kumengerti. Dan aku masih berdiri di sini, tidak tahu harus berbuat apa.
"Mau duduk di sini?"
Gadis yang kusapa tadi, tiba-tiba menawarkanku untuk duduk di sebelahnya.
"B-boleh?" Tanyaku, memastikan.
"Waaaa suaranya imuuuut!!!"
"Suaranya seperti malaikaaat!!!"
"Ambil!!! Ambil hatikuuu!!!"
Setelah aku bertanya, keributan dimulai lagi oleh para lelaki di sekitarku. Kenapa mereka ini sebenarnya!?
"Heeei cowok-cowok jangan berisiiik!" Kata gadis di sebelah yang kusapa tadi.
"Sini, duduk aja di sini! Kosong, kok!"
"Te-terima kasih..."
Akhirnya aku duduk di kursi itu bersama dua orang gadis yang tadi. Sebelum kelas dimulai, orang-orang banyak yang menanyaiku. Dari pertanyaan siapa namaku, dari mana asalku, apa makanan kesukaanku, sampai ada yang mengajakku makan malam. Tentu saja aku menolak semua ajakan-ajakan itu. Aku belum siap untuk yang lebih dari sekedar obrolan biasa.
Tunggu sebentar... Berarti... Aku sudah bisa? Aku sudah bisa berkenalan dan mengobrol dengan orang-orang seumuranku? Aku... Aku berhasil!!! Yaaay!!!
***
"Ar, nggak sia-sia latihan kemaren." Ujar Syla.
"Iya, Syl. Sebenernya, si Liv itu punya wajah yang cantik banget dan suara yang merdu banget. Dia memiliki level moe super tinggi, kecuali kalo lagi marah." Kataku.
"Karena Arka memaksanya supaya nggak marah-marah dan nggak angkuh lagi, semua hal positif tentangnya itu jadi kelihatan. Kerja bagus, Arka." Ucap Ren, memujiku.
"Nggak bakal berhasil kalo bukan karena bantuan kalian. Thanks, dua wanita kesayanganku!"
"Ar, moe itu apa?"
"Susah aku jelasinnya, Syl. Udah lupain aja."
"Arka, ada rencana mau memasukkan Liv ke dalam harem-nya Arka?" Tanya Ren dengan senyuman yang penuh arti.
"Hmm... Untuk sekarang, nggak. Tapi nggak tau 2 atau 3 tahun lagi."
"Hehee... Arka bisa punya kesempatan menguasai 2 kerajaan sekaligus, loh... Kalo nikahin aku dan Liviara."
"... Bener, Syl. Tapi aku nggak tertarik repot-repot ngurus Kerajaan. Apalagi dua sekaligus. Aku malah berharap kamu cepetan dapet adek cowok aja..."
"Hahaha... Arka memang tetep jadi Arka." Kata Syla sambil tertawa.
"Hihihi..." Ren hanya tertawa kecil.
***
"Garen! Lindungi Fiana!" Teriak Lukas.
"Hm! Shielding Leap!" Garen langsung melompat ke depan Fiana.
*Peengg!*
Salah satu kepala Hydra yang menyerang Fiana, membentur shield milik Garen hingga garen terdorong mundur dan hampir menabrak Fiana.
"Garen, minggir!" Teriak Fiana yang baru selesai menyiapkan magicnya.
"Ok! Hah!" Garen melompat ke samping Fiana.
"Phoenix Flame!!!"
*Bhuwooooosssshhh*
Burung api yang lumayan besar, keluar dari ujung gagang dagger Fiana, lalu mengenai salah satu kepala Hydra. Membuat sebagian dari salah satu kepala Hydra itu sedikit gosong.
Aesa, Cyane, dan Lunar Eclipse sedang bertarung melawan Hydra, monster ular berkepala 9. Monster kelas B yang satu ini merupakan penghuni papan atas di kelasnya. Lunar Eclipse dan Aesa mati-matian melawannya.
"Kak Cyane! Tolonglah bantu kami!" Teriak Grista memohon kepada Cyane di sebelahnya.
"Tidak bisa. Aku tidak mau membunuh Hydra, kecuali Tuan Arka yang memerintahkannya. Tidak tahu kah kamu hubungan antara Dagon dan Hydra!?" Cyane tetap teguh pada pendiriannya.
Dagon dan Hydra memang 2 jenis monster yang memiliki keterkaitan khusus. Malah, mereka sering disebut sebagai pasangan Father Dagon dan Mother Hydra. Namun Cyane memang berbeda, karena walaupun dia seekor Dagon, tapi jiwanya betina. Transgender? Tidak ada yang tahu. Tapi, itulah alasannya kenapa kali ini Cyane tidak mau membantu.
Dari awal, Cyane tidak mengetahui dan tidak peduli kepada fakta bahwa misi yang mereka ambil adalah subjugasi Hydra yang tiba-tiba muncul dan menyerang salah satu desa yang berada di wilayah Kerajaan Elysium. Entah kenapa akhir-akhir ini banyak sekali monster besar dan kuat yang menyerang manusia.
Sebenarnya, Hydra sendiri merupakan monster yang seharusnya dihadapi oleh puluhan Petualang Plat Diamond. Tapi, karena kurangnya jumlah Petualang Plat Diamond yang available, ditambah lagi jumlah serangan monster kuat yang meningkat drastis akhir-akhir ini, membuat Guild terpaksa menurunkan persyaratan Plat Petualang minimum untuk mengambil misi ini.
Awalnya, Lunar Eclipse yakin bahwa anggota tim sekuat Cyane yang sudah mendapatkan Dark Alliance dari Arka sehingga statusnya jadi melonjak tinggi, mampu mengalahkannya dengan mudah. Tapi sayang...
"Awas, Lukas!!!"
Lukas yang sedang memasang Trap, tidak terlalu memperhatikan serangan Hydra ke arahnya. Untung Garen memperingatkannya sehingga Lukas langsung meninggalkan Trap yang sedang dipasangnya dan melompat mundur untuk menghindari serangan Hydra.
"Huupp!"
*Brrraaakkk! Brakkk! Brrraakk! Brraakk! Brrraaakk!*
Serangan beruntun dari 5 kepala Hydra hanya menghasilkan lubang di tanah. Lukas memiliki Agi yang sangat tinggi untuk ukuran Petualang Plat Gold. Terima kasih kepada Dark Vassal dari Arka yang memberi Lunar Eclipse tambahan seluruh status sebanyak lebih dari 50 poin.
Dari tadi, Lukas selalu menyerang Hydra dengan seluruh skill Crowd Control dan Trap yang dimilikinya untuk mengalihkan perhatian dari sebagian besar kepala Hydra Agar Fiana dan Aesa bisa fokus menyerang. Di awal, Lukas sudah mencoba menggunakan panah dan dagger, tapi hanya bisa meninggalkan sayatan tipis di sisik Hydra yang luar biasa keras.
Bahkan, Garen sudah mencoba menggunakan skill pedangnya untuk memotong kepala Hydra. Tapi hasilnya tidak jauh berbeda dengan Lukas. Sayatan tipis, yang sesaat kemudian langsung sembuh kembali akibat efek dari regenerasi Hydra yang tidak masuk akal.
"Earth Wrath!"
Melihat kesempatan sesaat selama fokus Sang Hydra teralihkan kepada Lukas, Aesa mengeluarkan skill magic tanah tingkat atas dengan magic yang sudah di-charge penuh. Lempengan tanah raksasa dengan sangat cepat keluar dari tanah di depan Hydra. Seperti ombak yang terbuat dari tanah, sisi tajam lempengan tanah raksasa yang keluar tiba-tiba dari tanah itu menyerang ke arah diagonal depan-atas menuju kepala-kepala Hydra.
*Jrrruuuuggg!*
*Crrrraaakkk!*
2 dari 9 kepala Hydra tersebut tidak sempat menghindar, dan akhirnya putus.
"Bagus, Aesa!" Teriak Garen mengacungkan jempol ke Aesa untuk sesaat.
"T-tunggu, Kak Garen! Ke-kepalanya! Kepalanya tumbuh lagi!"
"Apa-!?"
"""GRRRAAAAAAAARRRRRRHH!!!"""
7 Kepala, ditambah 2 lagi yang baru tumbuh kembali, serentak semuanya menghadap ke atas. Energi magic dari udara yang ada di gua raksasa bawah laut ini, dihisap oleh 9 kepala ular tersebut. Semakin lama, 9 kepala tersebut menjadi bersinar biru muda.
"Semuanya!!! Berlindung di belakangku!!! Itu Breath Attack!!!" Teriak Garen kepada semuanya.
*WHHIIIIIIIIIZZZZZZZZZZ*
Hydra menyemburkan breath attack es yang membekukan semua, kecuali daerah sekitat Cyane karena dia memasang pelindung menggunakan skill berelemen air di sekitarnya. Membuat air yang diciptakannya menjadi beku terkena breath attack dari Hydra, sekaligus jadi tembok tinggi yang melindungi mereka.
"Ah! aku sudah bosan melihat kalian tidak becus dalam bertarung! Maafkan aku, Hydra!" Teriak Cyane.
***BERSAMBUNG...***
_______________________________________
Maafkan saya telah gagal menulis konten permasalahan sosial untuk chapter ini dan 2 chapter sebelum ini...
Anyway, vote ya kalau suka dengan ceritanya...