Chereads / Terjerat Kawin Kontrak / Chapter 84 - Berkunjung ke Air Terjun, Pura dan Makam

Chapter 84 - Berkunjung ke Air Terjun, Pura dan Makam

Tak lama perjalanan, hanya 15 menit mereka sampai di tujuan yang kali ini ke Air Terjun Goa Walet yang berada di Taman Wisata Alam Kerandangan. Tiket masuk Ayu dan Rashid berbeda, Ayu hanya membayar Rp 7.500 karena wisatawan lokal, sedangkan Rashid membayar Rp 100.000 karena wisatawan asing.

Dari tempat parkir, mereka harus berjalan dengan waktu tempuh sekitar setengah jam dengan trek jalan setapak membelah hutan dan menyebrangi sungai 3x. Toilet dan mushola hanya tersedia di pos jaga sehingga mereka harus tetap jalan dan menyebrangi sungai sebelum sampai di titik pos untuk beristirahat.

Bagi Ayu dan Rashid, menyebrangi sungai itu bukanlah hal yang pertama bagi mereka karena sebelumnya pernah dilakukan, kalau Ayu saat tinggal di Menes sedangkan Rashid saat berpetualang menanjak gunung saat remaja dulu.

Saat menyebrangi sungai yang pertama, Ayu sangat berhati - hati memperhatikan langkahnya, sedangkan saat menyebrangi sungai ke 2, kejahilannya timbul. Ia menciprati Rashid dengan air sungai hingga kaos Rashid sedikit basah, lalu dibalas oleh Rashid. Mat, Ahmad dan Maulidapun terseret ikut perang air. Walaupun tingkah mereka bagaikan anak kecil, tapi sangat seru dan menyenangkan, stresspun jadi hilang.

Ketika mereka sampai, ternyata air terjunnya ada 2 saling berdekatan tapi tidak tinggi alias rendah air terjunnya. Yang paling menarik disini adanya goa diantara 2 air terjun itu. Konon goanya merupakan sarang burung walet. Walaupun mereka tak masuk goa, tapi tak terlihat dan tak terdengar bunyi kicauan burung dari dalam goa, entah burung waletnya masih berada di dalam atau sudah pergi semua.

Terdapat batu besar yang memisahkan air terjun, karena air terjunnya pendek sehingga pengunjung dapat memanjat dan berdiri diantara kedua air terjun itu.

"Sayangnya air terjunnya pendek, coba saja lebih tinggi lagi" kata Ayu yang sedikit kecewa.

"Ada beberapa air terjun yang lebih tinggi dekat sini, salah satunya yang paling indah nama air terjunnya adalah Air Terjun Puteri Kembar. Air terjunnya ada 3, yang 2 tingginya kira - kira 10 meter sedangkan yang satunya lagi perkiraan 15 meteran. Sama seperti air terjun sini yang saling berhadapan" kata Maulida yang mendengar perkataan Ayu dan menjawabnya.

"Wah.. sepertinya cantik" kata Ayu.

"Tapi kita harus berjalan lebih jauh lagi kira - kira setengah jam lagi, lalu pulangnya sejam hingga sampai ke parkiran mobil, bagaimana?" tanya Maulida.

"Bagaimana Neng? Sanggup jalan lagi? Kalaupun gak kuat, nanti Abang yang akan gendong" kata Rashid.

"Kuatlah.. Gak perlu gendong - gendong segala" kata Ayu.

Maka mereka melanjutkan petualangan mencari air terjun selanjutnya yang semakin memasuki hutan, sensasi bertualangnya terasa sekali. Selama perjalanan ke Air Terjun Putri Kembar, mereka melewati air terjun lainnya dengan salah satunya terdapat dua batu besar dimana dibalik batu itu terdapat air terjun tersembunyi yang disebut Temburun Nyebok. Tapi mereka tak mampir ke situ, tetap melanjutkan petualangnya hingga sampai kep tempat tujuan.

Setelah sampai, barulah terlihat ada 3 air terjun di satu lokasi yang sama yang air terjunnya saling berhadapan. Sesuai penjelasan Maulida sebelumnya, 2 air terjun di kanan tingginya sama sekitar 10 meter sedangkan 1 air terjun yang agak memisah di sebelah kiri dan paling tinggi air terjunnya sekitar 15 meter. Air terjun yang saling berhadapan ini terlihat sangat cantik bagaikan di lukisan sehingga tak salah penduduk sekitar menamai air terjunmya dengan sebutan Air Terjun Putri Kembar.

Melihat air sungai dibawah air terjun yang terlihat bening dan terasa menyegarkan, maka mereka cepat - cepat berganti baju di semak - semak. Para pria mengganti kaosnya dengan kaos berlengan pendek dan celana panjangnya dengan celana pendek sedangkan wanitanya mengganti baju dengan baju renang.

Segera mereka menceburkan diri ke dalam air sungai di bawah air terjun. Airnya terasa dingin menyegarkan, rasa panas dan lelah akibat berjalanpun dengan cepat tergantikan.

Mereka beristirahat cukup lama sambil piknik memakan perbekalan makanan yang disiapkan Maulida yang dibawa oleh Mat dan Ahmad di tas ransel. Mereka duduk di atas tikar lipat jepang yang bahannya tipis dan mudah dimasukan ke dalam tas beserta baju ganti dan perbekalan makanan dan minuman.

Makanan yang dibawa berupa onigiri (nasi kepal), risol isi kentang wortel, dadar gulung isi sosis, makanan penutupnya roti gulung pisang coklat dan donat. Cemilannya berupa kripik dan sukro. Sedangkan minumnya air mineral, teh dan jus kemasan.

Mereka makan sambil menikmati pemandangan alam yang sangat indah berupa langit yang biru cerah, pohon - pohon yang hijau, air terjun yang cantik, sambil mendengar suara air terjun yang bergemuruh dan kicauan burung yang samar - samar terdengar dari kejauhan.

Hanya mereka pengunjung yang berada di wilayah air terjun itu sehingga lebih terasa damai dan tak terganggu oleh pengunjung lainnya. Diam - diam Rashid memfoto Ayu saat Ayu tak sadar, dan hasilnya sangat bagus terlihat alami.

Setelah puas menikmati pemandangan alamnya dan makanan telah ludes habis di makan, maka dirasa cukup waktu beristirahatnya. Mereka memutuskan untuk kembali ke parkiran dengan berjalan kaki arah pulang selama sejam.

Gara - gara mereka berkunjung ke Air Terjun Putri Kembar sehingga membuat rute jalan menembus hutan menjadi semakin panjang dan lama sehingga rencana mereka untuk snorkling di Gili yang direncanakan Maulida sebelumnya menjadi berubah untuk keesokan harinya supaya tak terlalu cape kegiatan yang dilakukan mereka dalam satu hari.

Maka mereka melanjutkan naik kendaraan dengan merubah arah menuju ke Pura Batu Bolong selama 13 menit. Lokasi Pura terletak di Dusun Batu Bolong, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat. Lokasi pura ini lebih dekat ke hotel tempat mereka menginap daripada ke Taman Wisata Alam Kerandangan.

Walaupun Pura Batu Bolong sebagai tempat untuk beribadah, tapi pengunjung perlu membayar tiket masuk sebesar Rp 20.000. Saat masuk, para pengunjung diberikan kain kuning oleh pengurus Pura. Lalu kain tersebut di kenakan di pinggang.

Selain itu para pengunjung wanita yang sedang haid, dilarang memasuki area pura yang suci, untungnya Ayu tak sedang haid sehingga dapat masuk, sedangkan Maulida baru datang bulan sehingga menunggu di parkiran dan pak Yana yang memandu mereka memasuki pura.

Walaupun mereka mampir bukan untuk berdoa karena Pura adalah tempat ibadah bagi umat Hindu, mereka hanya mengagumi keindahan alamnya karena dibawah Pura berdiri,terdapat batu hitam besar berbentuk bukit dengan lubang di bagian bawahnya bagaikan terowongan yang dapat dilalui orang. Letak batu bolongnya berada di pinggir pantai dan menjorok ke arah laut dengan deburan ombak yang cukup kencang menerjang tiap sisi batu itu. Lubang di batuan ini terbentuk akibat abrasi air laut, jadi bolongnya bukan buatan seperti goa kotak yang pernah mereka kunjungi sebelumnya.

Bangunan Pura oleh umat Hindu diatas bukit batu, hampir seperti Pura Tanah Lot di Tabanan, Bali, hanya saja pasir di Pura Batu Bolong warna pasirnya hitam dengan batunya bolong di tengahnya.

Bangunan puranya terdiri dari dua bangunan, satu bangunan di bawah pohon sedangkan bangunan yang lain di atas karang dengan tinggi sekitar 4 meter. Di dalam Pura Batu Bolong terdapat beberapa patung yang diagungkan, salah satunya patung Naga.

Ayu dan Rashid selain foto ke puranya yang menghadap ke laut, tapi juga berfoto dibawah batu bolong dan juga diantara dua patung raksasa yang disebut Patung Dang Hyang Dwi Jendra. Tinggi patungnya kira - kira gabungan tinggi 4 - 5 orang dewasa.

Setelah itu mereka lanjut ke Makam Batu Layar dengan jarak 1 km dari Pura Batu Bolong. Makam Batu Layar merupakan makam yang dianggap keramat karena dipercaya bahwa di area makam itu terdapat makam Syekh Sayid yang merupakan seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di Lombok yang datang dari Baghdad.

Diceritakan bahwa Syekh Sayid ingin pulang ke negerinya, lalu ia pergi ke tepi pantai di kawasan Batu Layar dan duduk di sebuah batu. Kemudian datang hujan besar disertai petir yang menyambar, tiba - tiba Syekh Sayid menghilang.

Walaupun yang dikubur bukanlah mayat sang Syekh, melainkan hanya barang miliknya, tetapi masyarakat Lombok tetap mengkramatkan makamnya.

Biasanya makam ramai saat Maulud Nabi, Lebaran Topat (1 minggu setelah Idul Fitri), dan hari besar keagamaan Islam lainnya. Tak ada tiket masuk untuk memasuki Makam, tetapi ada kotak amal yang disediakan di beberapa tempat supaya pengunjung dapat beramal seikhlasnya.

Selain berziarah mendoakan orang yang sudah wafat, mereka juga menikmati pemandangan pantai dari atas bukit karena di seberang jalan Makam Batu Layar, ada sebuah Gardu Pandang tempat para pengunjung dapat menyaksikan pemandangan Pantai Senggigi dan sekitarnya dari ketinggian atas bukit.

Jalan - jalan mereka dilanjutkan ke masjid kuno di Karang Bayan karena Rashid penasaran dengan masjid pertama yang berdiri di Lombok yang model bangunan masjidnya dijadikan sebagai contoh pembangunan masjid Nurul Bilad di Kuta Mandalika yang pernah mereka kunjungi.

Mereka menempuh perjalanan setengah jam dari Makam Batu Layar. Mesjid Kuno Karang Bayan berlokasi di Desa Karang Bayan, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. Sepanjang perjalanan, tak ada plang penunjuk lokasi, tanpa pemandu mungkin wisatawan akan kesulitan mencari lokasi masjidnya.

Antara tempat parkir kendaraan dengan lokasi masjid cukup jauh, pengunjung harus berjalan kaki masuk gang kecil menelusuri rumah warga. Walapun rumah kampung, tapi sayangnya rumahnya tak mempertahankan tradisi, karena dinding rumahnya dibangun dari batu bata, tak seperti Desa suku Sasak yang pernah mereka kunjungi yang mempertahankan bangunan rumahnya sesuai dengan bangunan nenek moyang mereka.

Ketika sampai Masjid, dari luar tak menyangka bahwa itu masjid karena bentuknya seperti rumah khas tradisional suku Sasak. Bangunan temboknya berupa bambu yang dianyam, atapnya injuk dan berlantai tanah. Disamping masjid terdapat dapur, dan agak ke timur terdapat rumah adat. Dahulu dapur dan rumah adat menjadi tempat mempersiapkan segala keperluan acara keagamaan.

Walaupun masjid ini tidak dipakai lagi untuk shalat, karena warga setempat shalat di masjid baru di dekat masjid kuno ini. Tetapi sekarang masjid kuno dipakai untuk mengajarkan anak - anak belajar mengaji Al-Qur'an setelah magrib.

Setelah puas keliling masjid, sebelum pulang, mereka mampir ke artshop untuk membeli oleh - oleh kerajinan ketak berupa anyaman dari bambu yang salah satu hasil kerajinannya yang dibeli Ayu berupa tas bundar tali panjang, dan tas model lainnya yang lucu - lucu menggemaskan sebagai oleh - oleh untuk teman - temannya.