Torak melingkarkan tangannya di pinggang Raine seraya mereka berjalan ke dalam ruangan. Sebuah meja panjang telah diletakkan ditengah ruangan yang sangat luas, yang bahkan dapat menampung sekitar tiga puluh orang.
Di lantai dua, lantai ini di dominasi dengan warna biru lembuh, yang memberikan suasana tenang dan perasaan seperti dirumah.
Tidak banyak ruangan di lantai dua ini, sepanjang yang Raine dapat lihat, hanya ada dua pintu di lantai ini.
Satu yang membawa mereka ke ruang makan yang sangat luas dan satu lagi adalah sebuah pintu hitam baja yang memberikan perasaan cemas yang tidak bisa dijelaskan bagi Raine.
Saat pemandangan di aula makan ini dapat terlihat oleh Raine, gadis itu membeku di tempat dan menarik tangan Torak untuk kembali ke kamar mereka. Keresahan membanjiri pikiran Raine.
Melihat Raine yang tengah panik, Torak mengecup puncak kepalanya. "Tidak apa- apa… tidak apa- apa, kita hanya akan makan dan setelah itu pergi," Torak berbisik pada Raine dengan sangat sabar.
Tubuh Raine gemetar karena rasa takut dan enggan, hingga membuat Torak ingin membawanya kembali ke kamar mereka.
Namun, memikirkan ini adalah langkah awal bagi Raine untuk melewati rasa traumanya, Torak meneguhkan hatinya dan berbisik kata- kata yang menenangkan di telinga Raine agar dia tahu kalau tidak ada apapun yang akan terjadi padanya dan Torak akan selalu berada di dekatnya.
Suara berbincang- bincang dari aula makan tersebut secara perlahan surut dan satu grup orang- orang yang yang tengah duduk mengelilingi meja, memalingkan kepala mereka ke arah Alpha dan Luna mereka.
Intensitas tatapan mereka membuat Raine bersembunyi di balik punggung Torak, ini sudah sangat cukup mengerikan saat Raine harus melihat puluhan pasang mata tengah menatapnya di ruangan yang tiba- tiba menjadi sunyi.
Rasa takut menjalar ke seluruh tubuh Raine dan membuatnya gemetar seraya pipinya yang pucat menjadi lebih kehilangan warnanya. Gadis itu mencengkeram baju Torak dengan sangat erat, menyembunyikan tubuhnya yang mungil di balik tubuh pria itu.
Namun, di detik berikutnya suara berbincang- bincang dan diskusi kembali terdengar dan seluruh pasang mata yang tadi menatap Raine tidak lagi menatapnya, seolah mereka tidak menyadari kehadiran Raine disana.
Mengacuhkan dua orang yang tengah berdiri di ambang pintu.
Raine menarik baju Torak perlahan seraya dia menekan wajahnya ke punggung Torak, membaui aroma tubuh pria itu.
"Ayo kita makan…" Torak berkata dengan suara yang sangat lembut.
Raine mengangkat kepalanya dan menatap pria ini, ekspressi Torak melembut ketika mata mereka bertemu, dia meraih tangan Raine dan menarik gadis ini ke sisinya.
Sambil menggenggam tangan Raine yang kecil dan meletakkan tangannya di pinggang Raine, Torak membawanya menuju tempat paling ujung di meja makan yang luar biasa panjang dan besar tersebut, dimana seluruh menu sarapan tersaji disana.
Torak kemudian menarik sebuah kursi untuk Raine dan mendorongnya kembali ketika dia telah duduk.
Orang- orang yang berada di meja mengobrol dengan satu sama lain tanpa melihat ke arah mereka berdua, seakan- akan Torak dan Raine tidak bisa terlihat.
Mereka membicarakan urusan mreka sendiri dan bertindak senormal mungkin. Tapi, Raine masih dapat merasakan beberapa orang mencuri pandang ke arahnya dengan rasa penasaran.
"Ayo makan."
Sebagian besar waktu yang Torak gunakan adalah untuk memastikan Raine makan dengan benar, meletakkan omelet di piringnya lagi setelah Raine menghabiskan satu, sementara Raine akan makan dengan patuh, mengarahkan perhatiannya pada piringnya saja.
Ketika Raine mengulurkan tangan untuk mengambil gelas, seseorang tiba- tiba masuk ke dalam ruangan dengan tergesa- gesa dan mengejutkan Raine.
Gelas yang hendak Raine raih, tergelincir dari ujung jarinya dan saat gelas rapuh itu membentur lantai, pecahan- pecahan kaca kecil berserakan.
"Seseorang membobol penjara dan membawa Jenedieth kabur!" di detik berikutnya, seseorang yang berbicara tadi sudah berada di hadapan Torak. Wajahnya berkerut dikarenakan oleh informasi yang dia bawa.