Chereads / Cinta Sang Monster / Chapter 22 - SENTUHAN

Chapter 22 - SENTUHAN

A sea of whiskey couldn't intoxicate me as much as a drop of you

-J.S. Parker-

***

Sebenarnya Torak tidak berdiri sambil bertelanjang bulat seperti yang Calleb indikasikan. Torak masih mengenakan handuk di sekitar pinggangnya.

Mempertimbangkan kenyataan bahwa pada saat Raine masuk secara tiba- tiba ke dalam bathroom, Torak baru saja selesai mandi, sang Alpha tidak memiliki kesempatan untuk memakai baju atau celananya.

Itu bukan berarti Torak tidak setuju kalau Raine melihatnya seperti ini, tapi…

Sangat jelas terlihat kalau Raine sama sekali tidak menyadari apa yang sebenarnya terjadi sampai Calleb mengatakan hal tersebut, tapi ketika hal ini disadarinya, Raine segera bergerak menjauh untuk menutupi rasa malunya.

Raine melangkah mundur dengan sangat cepat, menundukkan kepalanya sementara rambutnya yang panjang jatuh di sekitar wajahnya. Dia adalah tipe gadis yang akan tersipu dengan mudah.

"Ada seseorang di dalam kamar dan dia telah melukai Raine. periksa setiap area di gedung ini." Torak memerintahkan.

[Aku akan coba untuk bertanya pada Raine apa yang sebenarnya dia lihat.] Torak menambahkan melalui mind link.

Keseriusan situasi ini dan sikap Torak yang sangat dingin bersamaan dengan mata Torak yang berubah menjadi hitam, berhasil membuat Calleb kembali fokus pada masalah yang sebenarnya.

"Baik, Alpha." Calleb berkata, dan di detik berikutnya dia sudah meninggalkan kamar.

Kalau bukan karena masalah psikologis yang di alami oleh Rine, sudah pasti Torak akan murka dan menghardik Calleb dengan komentarnya tadi karena telah menyebutkan hal yang membuat Raine terganggu.

Kejadian kemarin seharusnya bisa menjadi contoh. Hal yang terjadi dengan James dan Jenedieth tidak berakhir dengan baik, walaupun Jenedieth adalah putri dari seorang Alpha dan hubungan mereka selama ini, Torak tidak berpikir dua kali saat dia menghukum wanita itu.

Itu adalah contoh seberapa kejam sisi gelap Torak. Biar bagaimanapun juga, namanya di takuti oleh banyak orang dan makhluk supernatural di dua dunia.

Calleb mendesah. Dia mengacak- acak rambutnya sendiri dengan ekspressi stress. Tadi itu hampir saja… suatu hari nanti mulutnya benar- benar akan membawa masalah baginya.

Sambil menggerutu beberapa saat, sang Gamma akhirnya memanggil Raphael.

Di dalam kamar, Raine masih berdiri dengan posisi yang sama dari saat Calleb keluar dengan terburu- buru dari kamar sampai Torak muncul lagi di hadapannya, kali ini dia memakai celana panjang tanpa kaus.

Rambutnya yang gelap terlihat berantakan di wajahnya yang tampan.

Raine menundukkan kepalanya lagi untuk menutupi hatinya yang berdegup kencang. Dia belum pernah melihat seseorang seindah Torak.

Raine tahu kalau Torak sangatlah tampan dan memiliki segalanya, tapi saat ini, dengan butiran- butiran air yang jatuh ke rahang dan dadanya yang bidang dan serta telanjang, hal ini memberikan kesan berbeda.

Belum lagi dengan cara Torak memperlakukan Rained an bagaimana dia menangkupkan tangannya yang besar dan hangat di kedua sisi wajah Raine, meminta gadis itu untuk mengangkat wajahnya.

Raine menuruti permintaannya.

Bulu mata Raine yang lentik seperti kupu- kupu yang mengepakkan sayapnya dan mata Raine yang hitam seperti batu obsidian yang indah, seolah telah menghisap jiwanya.

Torak bisa menatap mata Raine selamanya dan tidak akan pernah bosan.

Monster di dalam diri Torak mulai memukul kesadaran dirinya, memaksa Torak untuk menandai Raine. Tapi, Torak tidak bisa melakukan itu sekarang.

Paling tidak… tidak saat ini.

Torak membuat jarak di antara mereka menjadi sangat dekat dan Raine berusaha meronta. Matanya menghindari Torak dan pipinya mulai memerah.

"My love, lihat aku."

Raine tidak berani melihat Torak, tapi setelah dirinya menunggu dengan sabar, pada akhirnya Raine melihat padanya. Bukan di mata, tapi Raine melihat telinga Torak.

"Kamu tidak perlu merasa malu atas apa yang kamu lihat atau kamu lakukan."

Torak melepaskan tangannya dari wajah Raine dan mengambil tangannya yang kecil, menggenggamnya dengan lembut.

"Karena apapun yang kamu lihat adalah milikmu dan kamu adalah milikku. Bisakah kamu melakukan sesuatu untukku?"

Mata Raine berkilau. Dengan malu Raine memberanikan diri untuk melihat Torak saat dia melanjutkan kata- katanya.

"…kamu harus terbiasa dengan sentuhanku."

Torak menekan tangan Raine ke wajahnya dan menatapnya dengan penuh kasih sayang. Torak menundukkan kepalanya dan mulai mencium luka kecil di pipi Raine.

Sensasi yang Raine rasakan dari ciuman itu membuatnya gemetar, tapi ini bukanlah sesuatu yang tidak nyaman, malah sebaliknya, ini adalah sesuatu yang membuat Raine merasa aman.

"Raine, apakah ada cara agar dirimu bisa memberitahuku siapa orang yang telah menakutimu tadi?

Raine mengangguk sebagai jawaban.