Chereads / ANGGITA and HER STORIES / Chapter 25 - Dua puluh Lima

Chapter 25 - Dua puluh Lima

Shin udah nyiapin kantong kresek buat nampung makian kalian semua ๐Ÿฅบ๐Ÿฅบ๐Ÿฅบ

1900an kata buat menuju ending cerita ๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€

Happy Reading

Semoga kuat baca sampe ending!

๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ

Gita mencoba memejamkan matanya berusaha untuk tidur. Tapi ternyata sia-sia. Curhatan Venus tadi siang berhasil membuat Anggita kepikiran. Hatinya kembali goyah saat petikan kalimat Venus terus berdengung di dalam otaknya.

"Dia selalu panggil aku dengan nama kamu, Gita."

Jika dipikir ulang, mana mungkin Venus membual untuk menyenangkan hati Gita dan nyakiti hati dia sendiri. Jujur aja, kalimat itu sukses bikin Gita uring-uringan.

Di dalam lubuk hati yang paling dalam, perasaan untuk Alfa tentu aja masih tersisa. Dari dulu Gita suka dengan kakak kelasnya yang terkenal dengan julukan pangeran es, sulit tersentuh dan dingin.

Hal yang selalu Gita khayalkan, bisa pacaran dengan Alfa. Dan ternyata Tuhan malah pernah kasih bonus besar, Alfa dihadiahi oleh orangtuanya bukan sebagai pacar melainkan calon suami. Tapi sekarang balik lagi ke tempat semula, menjadi bukan apa-apa.

'Git, sadar! Elo udah punya Afkan. Dari segi mana pun, Afkan punya nilai plus dibanding kak Alfa. Jangan bodoh!' Gita bermonolog dalam batinnya.

Lalu ia kembali mengingat obrolannya bersama Afkan sepulang sekolah siang lytadi, saat Afkan mengantarnya pulang ke rumah.

"Kalo kita putus gimana perasaan lo, Nggi?" tanya Afkan tiba-tiba. Anggita cukup shock diberikan pertanyaan seperti itu oleh pacarnya.

"Kok lo ngomong begitu sih? Lo mau mutusin gue, Kan?" Gita bertanya balik dengan nada cukup tinggi.

Tidak ada angin hujan badai, tiba-tiba Afkan dengan anehnya mengajukan pertanyaan konyol yang tentu memancing emosi. Mereka tidak sedang berkonflik, bahkan terlampau bahagia setiap hari.

Afkan benar-benar menjadi pacar idaman yang selama ini di impikan Gita. Menghabiskan waktu seharian di taman hiburan, hangout ke mall, nonton film di bioskop, pergi ke taman kota, pake baju couple, makan malem romantis ala ABG. Pokoknya Gita bener-bener bahagia pacaran sama Afkan.

Kemana pun cowok itu pergi, entah latihan futsal, main sama temen sekelasnya, nganterin nyokapnya, kegiatan apapun pasti Afkan kirim pesan ke Gita. Afkan itu super duper baik, ramah gak ketolongan, perhatian, super pengertian, humoris terus dia juga bijaksana, gak gegabah. Hal itu yang bikin Gita makin hari makin sayang sama Afkan.

Afkan bukti nyata seorang cowok yang berusaha mati-matian buat numbuhi kesan mendalam untuk seseorang. Dan jelas aja, Gita sedikit marah ketika Afkan menanyakan pertanyaan sialan itu padanya. Memangnya dia salah apa sampe Afkan ngomongi putus ke Gita.

"Gue cuma nanya doang, lo kan tinggal jawab aja," kata Afkan santai.

Gita mendadak galau. Dia bingung harus menjawab apa? Satu sisi ia tidak rela, bahkan Gita takut kalau itu jadi kenyataan. Ia tidak ingin kehilangan Afkan. Tapi disisi lain ruang hatinya, ia sedikit berpikir akan ada celah untuknya kembali lagi pada Alfa. Pikiran cukup gila, tapi tidak munafik.

"Lo sedih gak?" tanya Afkan lagi sambil memelankan gas motornya.

Gita bimbang, bibirnya mendadak kelu untuk sekadar menjawab.

"Kenapa? Lo gak bisa jawab atau elo ragu? Santuy aja kali sama gue. Ditanya gitu doang," tambah Afkan dengan selingan tawa khasnya.

"Lo punya selingkuhan ya?" tuding Gita balik.

"Enggak. Gue gak suka mendua." jawab Afkan tegas.

"Terus? Kenapa lo tiba-tiba nanyai ke gue kalo kita putus? Lo udah berencana mau mutusin gue gitu?" Gita kembali menuding Afkan dengan beberapa pertanyaannya.

Afkan mengangguk sembari tertawa. "Iya. Siapa tau kan kita gak jodoh, jadi nanti putus," kata Afkan enteng.

"Lo- lo udah capek yah, Kan, ngadepin gue? Ngejalani hubungan bareng gue?" tanya Gita dengan suara lirih.

Pertanyaan Gita tepat saat motor besar Afkan berhenti di depan pagar rumah Gita. Gadis itu turun dan melepas helmnya lalu memberikannya pada Afkan.

Afkan memilih turun dan duduk di trotoar depan pagar rumah Gita yang di atasnya cukup teduh karena ada pohon rambutan.

"Gue bukan capek. Gue malah gak ada kata capek di kamus hidup gue. Gue selalu semangat. Salah satu penyemangat hidup gue ya elo, mangkanya kalo lo bilang gue capek itu gak mungkin banget," Afkan menyugar rambutnya, menatap lurus ke depan memasang ekspresi datar dan serius.

"Gue cuma mikir. Kalo gue putus sama elo, gimana ya? Ngeliat elo bahagia sama orang lain itu gak enak, Nggi. Cuma kok rasanya egois banget kalo gue mikir kayak gitu," Afkan menoleh Anggita yang mengambil tempat duduk selonjoran di sebelahnya.

"Tapi gimana yah kalo gak jodoh, ujungnya juga bakal putus kan. Hmm... lo mau gak janji sama gue?" Gita menoleh Afkan dengan pandangan bingung.

"Janji apa?"

"Janji selalu bahagia biar pun gak sama gue lagi nanti. Janji juga jangan benci gue kalo seandainya kita putus. Gue takut banget elo ngebenci gue," ucap Afkan menatap lekat Anggita.

Anggita menatap balik Afkan dan mencari celah candaan di sana namun, nihil. Sepertinya apa yang Afkan ucap barusan itu hal yang serius. Afkan, pacarnya dua bulan terakhir ini jarang banget bicara begini eh, malah kayaknya gak pernah deh seserius siang ini. Gita jadi galau karenanya.

"Gue gak mau janji. Gimana bisa gue janji kalo gue gak tau alasan kita putus itu karena apa. Bisa aja seandainya kita putus karena lo selingkuh kayak mantan-mantan gue yang dulu. Bisa jadi kita putus nantinya karena elo nyakiti fisik gue, jelas gue bakal ngebenci elo. Gue gak mau jadi cewek munafik, Kan. Elo kan yang selalu ngingetin gue buat gak jadi orang yang munafik," jelas Gita dan Afkan kembali menyugar rambutnya.

"Seandainya, kalo lo disuruh milih antara gue sama kak Alfa, lo pilih siapa? Lo lebih kehilangan yang mana kalo antara gue sama kak Alfa yang ngilang?" Anggita melempar lirikan sinis pada Afkan dengan pertanyaan seperti itu.

"Kenapa sih lo aneh banget hari ini? Ngapain juga elo bawa-bawa kak Alfa lagi? Gue gak mau jawab pertanyaan elo. Lo bikin gue bete tau gak!" Anggita berdiri sambil menepuk rok sekolahnya dan bersiap untuk masuk ke dalam rumah meninggalkan Afkan.

Tapi buru-buru Afkan menahan lengannya.

"Anggi, jangan marah. Gue minta maaf, gue gak maksud bikin elo bete. Maaf juga buat pertanyaan gue yang bikin elo gak nyaman. Gue minta maaf ya, please maafin gue," Afkan mengatupkan kedua telapak tangannya di depan Gita.ย 

Gita masih cukup kesal, tapi melihat Afkan bersungguh-sungguh meminta maaf membuat hati Gita luluh begitu saja.

"Jangan lakuin lagi. Gue udah maafin elo," kata Gita akhirnya dan Afkan tersenyum.

"Nggi, gue sayang banget sama elo. Sayang banget. Gue selalu berharap elo bahagia. Gue minta maaf ya kalo gue sering ngelakuin kesalahan. Jangan marah sama gue, jangan ngebenci gue ya," ucap Afkan sebelum pamit meninggalkan Gita yang berdiri menyandar di pagar rumahnya sambil menatap punggung Afkan yang kian menjauh.

"Lo aneh banget, Kan hari ini. Lo kayak bukan Afkan yang gue kenal," gumam Gita.

๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ

Pagi ini Gita pergi sekolah tanpa Afkan. Pacarnya itu mengirim chat whatsapp mengabari kalo dia gak masuk sekolah gara-gara sakit kepala.

Sesampai di kelas, Gita disambut wajah Venus yang menatapnya lekat-lekat. Gadis itu memilih membuang muka menghindari tatapan Venus.

"Tumben pangeran elo gak nganter sampe ke depan kelas?" sindir Amel pada Gita.

Gita memilih untuk menyimpan tasnya dan menelungkupkan kepalanya di meja.

"Afkan gak sekolah hari ini," jawab Gita.

Amel bertopang dagu dengan kedua telapak tangannya. "Sakit apa ayang ebeb elo?"

Gita menggeleng. "Katanya sakit kepala," lantas Gita menegakkan kepalanya cepat menghadap Amel.

"Afkan aneh banget kemarin. Gue bingung sama sikap dia," curhat Gita.

Amel menaikkan sebelah alis menatap Gita. "Aneh kenapa? Kalian baik-baik aja kan?"

Gita berdeham. "Hmm..."

"Dia pokoknya aneh deh! Eh, by the way kak Alfa nanti siang ngajakin gue ngobrol empat mata,"

"Terus? Lo mau? Lo gak takut si planet ngelabrak elo?" Amel menunjuk Venus dengan mengedikkan dagunya.

"Venus sama kak Alfa udah putus," bisik Gita.

"HAH! Serius lo?" pekik Amel, segera Gita menutup mulut sahabatnya itu dengan telapak tangannya.

"Kebiasaan! Mulut lo toa banget!" desis Gita yang dibalas dengan cengiran Amel.

"Gue kaget anjir! Tapi gimana ceritanya? Gue kepo akut," desak Amel.

"Ck! Udah bel, nanti aja kapan-kapan gue ceritain. Belajar dulu yang bener sekarang,"

Amel berdecak kesal sedangkan Gita tersenyum miring. Keduanya memilih untuk fokus memperhatikan pelajaran, meskipun jantung Gita berdebar tidak menentu menunggu jam 1 siang nanti.

๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ

"Jadi, mau ngomong apa? To the point aja gak usah pake basa basi," ketus Gita sesaat duduk di sebelah Alfa.

Perpustakaan siang itu cukup sepi, hanya beberapa siswa sekolahnya yang ada di sana. Waktu istirahat kedua jauh lebih lama dibanding istirahat pertama.

"Aku sayang kamu," ucap Alfa singkat namun, sukses membuat Gita menoleh menatapnya terkejut.

"Aku sayang kamu Anggita Adevia Prayetno. Aku salah kaprah atas perasaanku beberapa bulan terakhir ini. Aku pikir, aku lebih membutuhkan Venus dibanding kamu, tapi ternyata aku salah. Aku butuh kamu buat hadir di dalam kehidupan aku,"

"Maaf karena aku terlambat untuk mengakui perasaan ini. Maaf juga karena aku mengecewakanmu, menoreh luka perih atas ketidakpedulianku. Maaf atas sikapku. Aku salah, aku ingin memperbaiki hubungan kita. Memulai semuanya dengan cara yang benar," ucap Alfa panjang lebar.

Sontak jantung Gita berdetak kuat tidak beraturan mendengar ucapan panjang lebar yang keluar dari mulut Alfa padanya.

Ini adalah kali pertama Gita mendapati Alfa berbicara panjang lebar. Alfa terlalu blak-blakan. Sudut hati Gita tersenyum mendengar ucapan Alfa itu, tapi sudut hatinya lain menjerit ia harus sadar kini ia sudah punya Afkan, pacarnya yang harus dijaga perasaannya.

"Aku sudah berpikir cukup lama untuk menelaah apa yang aku rasakan. Melihatmu tertawa karena orang lain itu menyakitkan. Mungkin kalimatku ini terdengar sedikit berlebihan bahkan menjijikan untukmu, tapi ini adalah kejujuran hatiku. Aku marah pada diriku sendiri karena terlambat menyadari arti kamu di hidupku. Aku butuh kamu, Git. Aku mau perjodohan kita dilaksanakan lagi," ucap Alfa dengan suara tenang namun, sarat kesungguhan.

"Aku memberanikan diri, membuang gengsiku jauh-jauh, mengubah diriku agar bisa lebih terbuka. Perasaanku kacau ketika aku melihat kamu dalam genggaman tangan orang lain. Aku cemburu meskipun aku berusaha mengabaikannya," lanjut Alfa.

Sesak, bingung, kecewa, marah, kesal dan bahagia menyeruak tanpa permisi dalam batin Gita. Gadis itu meneteskan airmatanya yang sudah ia tahan mati-matian dan ternyata gagal.

Kenapa baru sekarang Alfa-nya sadar. Kenapa baru sekarang Alfa berkata demikian di saat ia sudah memilih untuk jatuh cinta pada orang lain, mengalihkan perasaannya pada orang lain. Kenapa?

Pertanyaan berkelebat dipikiran gadis itu. Bibirnya kelu untuk menanggapi bahkan menjawab pernyataan panjang yang keluar dari mulut Alfa. Hatinya dilema. Ia tidak bisa mengorbankan Afkan demi kebahagiaannya, tidak! Gita tidak sejahat itu, Gita sayang Afkan.

"Aku sudah punya Afkan," jawab Gita cepat dan singkat sambil menghalau airmatanya yang jatuh.

Alfa meraih telapak tangan Gita dan menggenggamnya erat.

"Afkan sudah memberiku izin untuk melakukan semua ini. Afkan yang menyuruhku," kata Alfa.

Gita melotot lantas menghempas pegangan tangan Alfa dan berdiri sambil menyeka airmatanya gusar.

"Gila! Gak mungkin Afkan begitu," Gita berdesis sambil menggeleng tidak percaya.

"Git, tenang," Alfa mencoba menenangkan Gita yang mulai emosi.

Baru akan berucap, Amel datang dan memeluk Gita dari belakang dengan kuat sambil terisak. Gita mengerenyitkan dahi sambil memegang lengan Amel.

"Gu- gue... gue tau elo orang yang kuat, Git. Lo yang sabar yah," ucap Amel terbata semakin membuat bingung Gita. Alfa berdiri dari tempat duduknya dan mendekati Amel dan Gita.

Alfa merogoh kantung celananya dan melihat notifikasi yang muncul di layar ponselnya. Cowok itu memejamkan mata lalu mengembuskan napas beratnya. Alfa yang terkenal dengan julukan pangeran es sekolah lantas menyimpan kembali ponselnya setelah mengetikkan balasan atas kiriman pesan itu.

Cowok itu berjalan dua langkah mendekati Gita lalu menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Alfa mendekap erat tubuh kecil Gita. Amel mundur sambil terisak dengan menggigiti kuku tangannya agar tidak terdengar orang banyak.

Gita bingung dan menatap Alfa. Mata cowok itu terlihat memerah menahan tangis.

"Afkan sudah pergi," Gita menautkan alis makin lekat menatap Alfa.

"Apa maksudnya?" desak Gita. Alfa mengeratkan pelukannya dan mengelus puncak kepala Gita dengan lembut.

"Afkan... meninggal," ucap Alfa lirih.

Runtuh sudah dunia Gita. Airmata Alfa turut menetes setelah mengucapkan dua kata barusan.

๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ๐ŸŒธ

1 bab lagi bakal ending.

Semoga cuma Shin yang mewek sama part ini, kalian yang baca enggak ikutan mewek.

Kenawhy? Warning dah Shin kasih dari bab bab kmrn yah ๐Ÿฅบ๐Ÿฅบ๐Ÿฅบ๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€๐Ÿฅ€