Pensil yang dipegang Rachel kini ia goreskan pada kanvas kosong di depannya, hal mudah yang bisa ia lakukan saat emosi atau marah hanyalah melukis, sebab nyawa atau rasa bisa lebih ia tuangkan dalam goresan gambar yang dibuatnya utuh. Tangan Rachel seperti memiliki nyawa sendiri saat terus bergerak mengikuti kata hati, perlahan goresan-goresan itu membentuk sebuah gambar setangkai mawar yang berduri, memiliki empat daun serta beberapa kelopaknya telah gugur terbawa angin.
Rachel memiliki makna tersendiri kenapa harus melukis setangkai mawar. Anggap saja bunga itu adalah perasaannya sekarang, di mana perlahan satu per satu kelopak yang dianggap sebagai keutuhan hati ternyata sudah rapuh dan jatuh sedikit demi sedikit, mawar juga membutuhkan kehidupan—saat pemiliknya enggan merawat—yang terjadi adalah bunga itu akan layu dan melepas setiap kelopaknya, membiarkan semuanya mulai usang dan berakhir dibuang. Memangnya siapa yang suka menyimpan mawar layu, apalagi mati?