6 Maret 2024, Lantai 56• Pani.
Banyak pemain berkumpul di Goa.
"Kita akan memancing bos area ke dalam desa." Asuna dengan mehentakan tangan ke batu di depannya.
"Tu-Tunggu dulu! Jika kau lakukan itu, maka para penduduk desa akan..." Kirito protes
"Justru itulah tujuanku. Saat bos sibuk membunuh NPC, kita mulai menyerang dan menghabisinya." Asuna dengan tegas.
"NPC bukanlah obyek 3D yang berbeda dari dekorasi biasa! Mereka itu..." Kirito marah.
"Maksudmu, mereka hidup? Tapi... Mereka hanya sekedar obyek belaka. Walau di bunuh sekalipun, mereka akan kembali muncul." Dengan mata tajam Asuna melirik Kirito.
"Aku tidak setuju dengan pola pikir itu." Kirito membantah.
"Strategi kali ini, aku, Asuna, wakil komandan dari serikat Ksatria Jiran yang mengatur semuanya. Kamu harus menuruti perintahku." Dengan tegas mata Asuna melihat Kirito.
Rapatpun selesai semua player keluar dari goa dan bubar.
Egil keluar Goa memanghil Kirito. "Hei. Lagi-lagi berdebat, ya?"
"Egil?" Sembari menoleh.
"Kenapa kau dan wakil komandan selalu saja seperti itu?" Egil gelisah dan tersenyum.
"Mungkin karena pendapat kita selalu berbeda. Aku memang berkata seperti itu, tapi tak kusangka kalau dia bergabung ke dalam serikat besar dan ikut pasukan pengambil alih." Kirito pasrah dan memandang langit.
11 April 2024, Lantai 59•Danac.
Pagi hari Kirito sedang tidur di bawah pohon besar yang sejuk.
"Sedang apa kamu?" Asuna memarahi Kirito.
"Kukira siapa... Ternyata kau." Dengan melihat ke atas.
"Para anggota Kelompok Pengambil Alih yang lain berjuang keras menyelesaikan setiap area. Kenapa kamu malah tidur-tiduran di sini? Walau kamu adalah pemain solo, tapi cobalah untuk tetap serius!" Asuna dengan nada keras memarahi Kirito.
"Hari ini adalah musim yang paling indag di Aincrad, di tambah lagi, cuacanya cerah." Dengan santai Kirito menjawab.
"Sayang rasanya bila malah di tinggalkan begitu jasa untuk menyelesaikan setiap area." Kirito memperjelas.
"Apa kamu masih belum mengerti? Seriap hari yang kita lewati di sini, sama dengan hari yang terlewati di dunia nyata." Asuna menjelaskan.
"Tapi saat ini, kita hidup di sini, di Aincrad." Kirito membantah.
"Coba rasakan. Hembusan angin dan sinar mataharinga terasa sangat nyaman." Angin berhembus dengan lembut.
"Benarkah? Bukankah sama saja seperti biasanya?" Asuna heran.
"Cobalah berbaring sebentar, kau pasti akan tahu bedanya." Kirito langsung tidur.
Asuna memandang sekitar dan melihat sinar matahari yang di tutupi pohon besar.
Kirito terbangun dari tidurnya, kaget saat melihat Asuna yang tertidur di sampingnya.
"Hei, lihat tuh. Mereka malah tidur di saat seperti ini? Ada juga pemalas seperti mereka itu." Tiga prajurit melihat Asuna dan kirito.
"Dasar, siapa dan dari mana sih mereka itu? hahaha..." Mereka mengejek Kirito dan Asuna yang tertidur.
"Tak kusangka kalau dia benar-benar tertidur." Kirito sangat heran.
Langit berwarna orange matahari akan tenggelam Kirito menunggu Asuna yang masih tertidur di atas tembok yang kecil.
Asuna bersin mengagetkan Kirito yang memandang matahari terbenam sepontan dia melihat Asuna yamg terbangun dari tidurnya.
Dengan wajah yang masih mengantuk dan kebingungan Asuna melihat Kirito dengan muka yang masih mengantuk dan kaget.
"Lho, eh..." Asuna kaget dengan air liur yabg masih menempel di mulutnya.
"Selamat pagi. Tidurmu nyenyak?" Kirito menyapa Asuna dengan santai.
Sepontan Asuna langsung berdiri dan memegang pedangnya dengan menahan diri gemetar.
"Aku akan... mentraktirmu! Walau semahal apapun akan tetap kubelikan! Dengan begitu kita akan impas, bagaimana?" Dengan memalikan wajahnya Asuna marah kepada kirito tanpa alasan.
Kirito sangat ketakutan dan berlindung di balik tembok kecil dan kebingungan mendengar kata-kata Asuna apa yang dia maksud.
Lantai 57•Marten Di Restoran pada sore hari.
Toko tersebut ramai dengan orang-orang setiap harinya. Orang - orang memandang Asuna dengan terkejut kenapa Asuna ada di sana.
"Bukankah dia itu Asuna dari serikat Ksatria Jiran? Dia itu si Kilat... Lalu, siapa lelaki berjubah hitam itu?" Kirito mendengar salah satu orang yang membicarakan mereka berdua.
Asuna yang menghiraukan mereka mengganti mengawali pembicaraan.
"Bagaimana mengatakannya, ya... Terima kasih untuk hari ini. Karena kamu sudah menjagaku." Dengan muka sedikit sedih dan cemberut.
"Ah, tidak masalah..." Kirito terbiasa.
"Kota adalah wilayah yang aman, di mana tidak akan ada yng bisa menyerangmu, ataupun di bunuh oleh PK. Tapi lain lagi ceritanya jika sedang tidur." Asuna bercerita sedikit kepada Kirito.
"Ya. Sleep-PK, cara kotor yang menggunakan sistem duel. Biasanya duel di lakukan untung saling menguji kemampuan. Tapi di dalam duel teraebut, HP pun bisa berkurang karena serangan, walau di wilayah aman sekalipun." Kirito melanjutkan pembicaraan.
"Jika menantang seseorang ketika dia sedang tidur, mereka dapat menggerakan jari lawannya untuk menekan tombol OK. Dan mereka pun dapat terus menyerang. Kasus ini pernah terjadi sebelumnya. Jadi, aku ucapkan... terima kasih." Asuna yang malu saat berterima kasih memalingkan wajahnya yang melihat Kirito.
"A-ah, iya... Sama - sama." Dengan hormat menghargai Asuna.
Tak lama suara teriakan sangat kencang terdengar di luar restoran, sepontan Kirito dan Asuna lari keluar dan melihat ada seseorang yang terikat lehernya dengan tali di atas gedung dan di bagian dada orang tersebut tertancap Pedang.
Semua orang yang ada di sana sangat khawatir dan hanya melihat saja.
"Cepat Lepaskan..." Kirito berteriak kepada orang tersebut.
Orang tersebut melihat kirito dan berusaha melepaskan pedang yang ada di dadanya.
"Kau tetap di sini dan tangkap dia!" Asuna lari menuju ke atas gedung.
"Baik." Kirito menghampiri orang tersebut.
"Bertahanlah" Kirito lari menuju dia.
Orang itu kesakitan saat berusaha melepaskan pexang yang ada di dadanya dan meninggal dunia, semua orang yang ada di sana sangat panik.
"Duel adalah satu - satunya cara untuk membunuh seseorag di wilayah aman. Itu berarti." Kirito panik di dalam hati.
"Semuanya! Cari pemberitahuan terkait " Duel Winner"! Kirito melihat sekitar dan tidak ada.
"Tidak ada siapapun di dalam sini." Asuna yang sampai di atas.
Semua orang melihat - lihat di sekitar dan tidak ada yang terkait.
Tak lama Kirito ikut naik ke atas dan mengambil pedang yang tertancap di tanah.
"Sebenarnya... apa yang terjadi di sini?" Kirito bingung dengan semua ini.
"Menurut kesimpulanku, orang yang mengajaknya duel menusuk dadanya dengn pedang, kemudian mengikat lehernya dan mendorongnya keluar jendela. Bukankah seperti itu?" Asuna memiliki kesimpulan.
"Tapi, tidak ada yang melihat pemberitahuan tentang siapa pemenangnya." Kirito memberi infomasi yang dia lihat di bawah tadi.
"Itu muatahil. Satu - satunya cara untuk melukai seseorang di wilayah aman adalah melalui duel." Asuna kebingungan.
"Bagaimanapun, kita tidak bisa membiarkan hal ini." Asuna mengambil tindakan.
"Ya" kirito menjawab singkat.
"Jika ada seseorang yang menemukan cara untuk melakukan PK di dalam wilayah aman, maka di dalam kota pun sama berbahayanya dengan di luar. Asuna pun memperjelas.
"Kau benar." Kirito mulai resah.
"Apa boleh buat, untuk sementara waktu juta harus meninggalkan Kelompok Pengambil Alih." Asuna menghampiri Kirito.
"Jadi, aku butuh bantuanmu sampai kasus ink terselesaikan. Biar ku pertegas, kali ini tidak ada waktu untuk tidur siang." Asuna memberikan salam kepada Kirito.
"Bukankah kau sendiri yang tidur?" Membalas salaman Asuna dengan eertanya sedikit.
Asuna terlihat marah dan meremas tangan Kirito dengan keras. Mereka berdua turun dari gedung dan memberikan pertanyaan.
"Maaf. Apa ada seseorang yang menyaksikan kejadian tadi? Jika ada, aku ingin berbicara denganmu." Kirito memberikan pertanyaan kepada semua orang yang di depannya.
Salah satu wanita maju dan sedikit ketakutan.
"Maaf, aku mengerti bila kamu baru saja menyaksikan hal yang menakutkan. Siapa namamu?" Asuna turut bersedih.
"Maaf, namaku Yoruko..." Masih ketakutan.
"Apa yang berteriak tadi itu adalah kau?" Kirito bertanya.
"Be-benar. Aku datang kemari untuk makan malam bersama dengan pria yang dibunuh tadi. Dan namanya adalah Kains. Kami pernah berada di serikat yang sama. Tapi kami berpisah saat di alun - alun. Saat aku mencarinya, tiba - tiba saja dja keluar dari jendela ini, dan..." Dengan wajah sedih dan ketakutan dia menjelaskan.
"Apa kamu melihat ada orang lain?" Asuna menghampirinya.
"Aku melihatnya sesaat, kurasa ada seseorang yang berdiri di balakang Kains."
"Apa kamu mengingat ciri - cirinya?" Asuna bertanya kembali.
Yoruko menggelengkan kepalanya.
"Maaf, kalau pertanyaanku ini agak lancang, tapi... Apa kaukenal seseorang yang mungkin punya dendam dan ingin membunuh Kains?" Kirito sangat ingin tau.
Yoruko terkejut dan menggelangkan kepala lagi. Dan teringat sesuatu membuat mukannya sangat ketakutan.
Malam hari Di sebuah hotel bintang lima Yamahya Lodge, Kirito dan Asuna menga tarkan Yoruko pulang menuju hotelnya.
"Maaf merepotkan... Sudah mengantarkanku sampai ke sini." Yoruko merasa tidak enak.
"Tidak Usah di pikirkan. Izinkan kami untuk mendengarnya lebih banyak lagi besok, ya?" Asuna meminta informasi lebih lanjut besok.
"Ya..." Yoruko kamarnya dan menutup pintu.
"Lalu, sekaramg bagaimana?" menanyakan tindakan selanjutnya.
"Mari selidiki dulu bukti yang sudah kita kumpulkan. Jika kita tahu dari mana pedang berasal, mungkin kita bisa mengetahui siapa pelakunya." mereka berjalan menuju taman.
"Kalau begitu, kita butuh seseorang dengan kemamppuan penaksiran. Apa kau kenal dengan seseorang... Tidak mungkin, ya." Kirito berfikir pendek tentang Asuna.
"Ya, iyalah. Kamu Juga, 'kan? Omong - omong, bisamah kamu berhenti memanggilku dengan sebutan "'kau'?" Asuna sangat kesal dan memberikan kode ke Kirito.
"A-ah... Kalau begitu... 'Kamu?' atau, 'Ibu Wakil Komandan?', 'Mbak Kilat?'" Kirito yang tidak peka membuat tambah kesal Asuna.
"Panggil saja aku Asuna." Dengan marah memalingkan wajahnya yang kesal.
"Oh, baik. Apa kamu punya seorang teman yang memiliki kemamppuan penaksiran?" Kirito bertanya agar Asuna tidak marah lagi.
"Ada seseorang dari temanku yang seorang pedagang senjata, tapi... Sekaeang adalah jam sibuk baginya, mungkin butuh waktu untuk menghubunginya." Berfikir keras.
"Begitu, ya. Kalau begitu, kita tanyakan saja dulu pada temanku, seorang pedagang perlengkapan." Kirito memberi tahu Asuna.
Lantai 50•Algade. Malam Hari.
Di depan toko temannya, pembeli baru saja keluar dari toko.
"Terima kasih! Datang lagi ya, Mas!" Dari luar suara sangatlah keras.
"Seperti biasa... Kau memang orang yang tamak." Kirito mengeluh.
"Oh, Kirito? Membeli dan menjual murah adalah semboyanku." Egil menyapanya.
"Meski pelangganmu tidak berfikir demikian." Kirito sedikit mengeluh.
"Kenapa kau malah menjelek - jelekkan prestasiku?" Dengan sedikit kaget Egil melihat Asuna yang muncul di depan pintu toko.
Egil menarik tubuh Kirito dan bertanya pelan.
"A-apa yang terjadi, Kirito? Kau inikan pemain solo, lalu kenala sekarang malah bersama dengan Asuna? Bukankah kalian berdua sering berbeda pendapat?" Dengan terkejut Egil berkeringat saat menanyakan kepada Kirito.
Asuna hanya bisa tertawa kecil melihat tingkah mereka.
"Ada seseorang yang HP-nya turun ke angka nol di dalam wilayah aman? Bukankah itu terjadi karena duel?" Egil kebingungan.
"Tapi tidak ada seorangpu. yang melihat pengumuman tentang siapa yang menang." Kirito menjelaskan.
"Jika sebelummya si koran sedanv berjalan bersama dengan Yoruko, berarti dia bukanlah Sleep-PK." Asuna mengambil kesimpulan.
"Terlalu mustahil bila cara ini dilakukan menggunakan undangan duel secara acak. Berarti kita bisa menyimpulkan baha PK itu sudah di rencanakan sebelumnya. Dan, inilah yang ingin kami tanyakan." Kirito juga mengambil kesimpulan dan memberitahu bukti yang dia dapat.
Egil mengambil pedangnya dan mengecek siapa pemilik pedang tersebut.
"Ini senjata tempaan pemain." Egil sedikit bingung.
"Benarkah" Kirito terkejut. "Siapa yang menempanya?" Asuna pun terkejut.
"Grimrock. Belum pernah kudengar sebelumnya... Tapi yang kutahu, dia bukanlah penempa pedang tingkat atas. Dan tidak ada yang aneh pada senjata ini." Egil menjelaskan dan sedikit bingung.
"Tapi tetap saja, pasti ada petunjuk di dalamnya." Asuna mencoba mencari info lagi.
"Apa kaubisa menberitahu nama senjata ini?" Kirito penasaran.
"Eng... Di sini tertulis Guilty Thorn, yang berarti 'Duri Berdosa'." Egil memberikan pedangnya kepada Kirito.
"Duri Berdosa. Baiklah." Kirito tidakberfikir panjang untuk memcoba menusukkan ke tangan kanannya.
"Tunggu!" Asuna panik dan memegangi tangan Kirito.
"Kenapa?" Kirito yang sedikit kesal.
" 'Kenapa' dengkulmu! Kamu ini bodoh, ya?!" Senjata itu telah membunuh nyawa seseorang!" Asuna memarahi Kirito.
"Tapi kita takkan tahu kalau tidak dicoba." Kirito berfikir pendek.
"Hentikan rencana bodohmu itu! Biarkan Egil saja yang menyimpannya!" Asuna ngambil pedang dan memberikan ke Egil.
"Eh? Boleh saja..." Egil tak panjang lebar.
Keesokan Harinya.
Di rumah makan yang sepi Asuna dan Kirito begitu pula Yoruko saksi mata dari kejadian kemarin dan masih terlihat sedih.
"Yoruko, apa kamu pernah dengar seseorang yang bernama Grimrock?" Asuna membuka pembicaraan.
Sepontan Yoruko kanget.
"Ya. Dia salah satu anggota dari serikat yang sama denganku dan Kains pada saat itu." Memberikan sedikit petunjuk.
"Sebenarnya, kami sudah menyelidiki asal - usul pedang yang menusuk dada Kains, dan ternyata yang menempanya adalah Grimrock." Kirito memperjelas.
Yoruko sangat terkejut setelah mendengarnya dan menutup mulutnya dengan tangan.
"Apa kautahu alasan di balik itu semua?" Kirito mulai bertanya kembali.
"Ya, aku tahu. Maaf, jika aku tidak bisa mengatakannya kemarin. Karena aku ingin melupakannya. Ini merupakan hal yang tidak ingin kuingat lagi. Tapi, sekarang akan kuberitahukan pada kalian." Yoruko menjelaskan semuanya.
Setelah Yoruko memberi tahu informasi Kirito dapat menyimpulkan pendapat.
"Takkan ada seorangpun yang berani keluar dari wilayah aman, sambil mbawa barang langka. Itu berarti, ulah Sleep-PK?" Kirito berfikir keras.
"Enam bulan yang lalu, mungkin cara seperti itu belum ada." Yoruko ikut berfikir.
"Tapi, tetap saja sulit untuk di anggap sebagai kebetulan belaka. Siapapun yang menyerang Griselda, dia pasti merupakan pemain yang sudah mengetahui tentang cincin tersebut. Jadi..." Kirito berfikir lagi.
"Salah satu dari tujuh anggota serikat Apel Emas..." Yoruko menyimpulkan.
"Yang paling penting mencurigakan adalah mereka yang menentang penjualan cincin tersebut." Kirito mencoba mencari masalahnya.
"Maksudmu, mereka menyerang Griselda sebelum cincinnya dijual, begitukah?" Asuna mastikan.
"Kemungkinan begitu." Kirito menjawab singkat.
Lama mencari informasi Kirito dan Asuna pergi untuk mencari informasi lain.
Sore hari di penginapan Schmidt adalah mantan anggota Apel Emas.
"Apa benar senjata buatan Grimrock yang membunuh Kains?" Schmidt masih tidak percaya.
Yoruko hanya menganggukan kepala.
"Kemapa Kains di bunuh sekarang, setelah semua yang terjadi?!" Schmidt sangat kesal mendengar kabar itu.
" Apa dia yang mencuri cincinnya? Apa dia membunuh Griselda? Apa Grimrock akan membunuh ketiga orang yang menentang penjualan cincin itu? Apa dia mengincarmu dan mengincarku?" Schmidt masih tidak percaya dan sangat kesal.
"Mungkin Grimrock hanya membuat pedangnya saja dan pelakunya adalah anggota yang lain.Atau mungkin, ini merupakan pembalasan dendam dari Griselda sendiri. Karena yang bisa membunuh hanyalah hantu saja." Yoruko berdiri.
"Semalaman aku terbangun dan berpikir... Pada akhirnya, kita semualah yang membunuhnya! Di saat munculnya cincin itu, seharunya kita tidak perlu melakukan pemungutan suara! Seharunya kita melakukan apa yang Griselda inginkan!" Yoruko mundur dari tempat duduknya dan mendekati jendela.
"Karena hanya Grimrock saja yang meengusulkan agar semuanya di putuskan oleh Griselda. Karena itu dia berhak untuk membalaskan dendam Griselda." Yoruko ketakutan dan duduk di jendela.
Tak lama Yoruko terkena pisau kecil di bagian punggungnya dan terjatuh dari jendela dan meninggal dunia.