" Astaga! Bu Wina!" ucap Sisil pelan.
" Kenapa dia?" tanya Revan yang mendengar ucapan Sisil.
" Bu Wina memaksakan pembangunan gedung Pak Revan harus selesai hari ini juga! Dan dia yang mengawasi secara langsung pengerjaannya!" kata Sisil khawatir.
" Apa? Apa dia sudah gila? Dia sendirian diantara pekerja-pekerja pria itu?" tanya Revan dengan nada keras.
" Iy...iya, Pak!" jawab Sisil menundukkan kepalanya.
" Kamu tidak berubah!" gumam Revan. Hujan semakin keras dan terlihat petir menyambar-nyambar.
" Letakkan saja dokumen itu disini! Jim akan mengantarmu pulang!" kata Revan lalu dia berlari meninggalkan mereka berdua yang heran melihat tingkah Revan.
" Dia..."
" Ayo! khawatir banjir di jalan!" kata Jim.
" Iya!" jawab Sisil.
Revan melarikan mobilnya dengan kecepatan penuh, untung saja jalanan sepi akibat hujan turun dengan lebatnya.
" Bu! Ada yang pingsan!" teriak salah seorang pekerja,
" Dimana?" tanya Wina kaget.
" Di luar!" kata pekerja itu. Segera Wina berlari setelah melepaskan heelsnya dan melihat beberapa orang telah mengangkat tubuh orang tersebut masuk ke dalam gedung.
" Kenapa dia?" tanya Wina mendekati pria itu dan bersimpuh di dekat kepalanya.
" Mungkin kelelahan!" kata salah seorang dari mereka. Wina memegang kening pekerja itu.
" Tidak panas!" kata Wina.
" Mau dong, Bu, dipegang-pegang gitu!" celetuk salah seorang pekerja.
" Iya! Mana alus lagi tangannya!" sahut yang lain. Wina yang mendengar itu merasa tersinggung dan marah.
" Jangan kurang ajar, ya!" teriak Wina. Dia telah salah menyuruh Sisil dan Bondan pergi.
" Jangan galak-galak, dong, Bu! Nanti cantiknya hilang, lho!" kata pekerja tadi dan disahuti dengan tawa semua pekerja. Tubuh Wina bergidik ngeri, dia baru sadar jika dia sedang dikelilingi laki-laki.
" Coba ganti saya yang dipegang, Bu! Kayaknya saya mau pingsan!" kata pekerja tadi. Wina berusaha menjauh dari mereka dengan berlari keluar pintu.
" Bu! Hujan! Tapi malah enak dingin-dingin gini!" teriak yang lain menyusul keluar dan mendekati Wina. Tubuh Wina bergetar ketakutan, tubuhnya telah basah dengan air hujan.
" Seksi bro!" kata salah seorang dari mereka saat melihat pakaian Wina yang basah membentuk lekukan tubuhnya.
" Meski sudah kepala 3 tapi body ibu masih bohay!" kata pria tadi. Saat pria tadi semakin dekat dengan Wina, tiba-tiba sebuah tangan memeluk pinggangnya.
" Jangan berani-berani mendekat atau...kalian akan tahu sendiri akibatnya!" teriak pria itu.
" Rev!" ucap Wina yang langsung memeluk tubuh kekar itu dengan perasaan lega.
" Lo siapa? Lo juga mau sama dia? Ngantri bro!" balas pria pekerja itu. Tangan Revan terkepal sempurna dan dalam hitungan detik pekerja itu telah jatuh tersungkur akibat pukulan keras Revan. Melihat temannya jatuh, maka yang lainnya membantunya bangun dan ada yang mencoba membalas Revan. Perkelahianpun tidak dapat dihindari, Revan melawan sekian orang yang sesekali terkena pukulan dan Wina menjerit melihatnya.
" Hentikan!" teriak seorang pria.
" Pak Bondan!" kata Wina.
" Apa yang kalian lakukan? Apa kalian ingin dipecat dan tidak bisa bekerja dimana-mana?" tanya Bondan. Bugh! Revan terkena pukulan seorang pekerja, tubuhnya terhuyung ke belakang.
" Revan!" teriak Wina.
" Brengsek!" teriak Bondan lalu menghajar orang itu.
" Jika kalian tidak berhenti, gue akan panggil polisi!" teriak Bondan kesal. Mereka lalu terdiam dan mundur teratur.
" Pak Revan! Apa bapak baik-baik saja?" tanya Bondan takut.
" Catat semua yang terlibat kekacauan ini!" kata Revan.
" Iya, Pak! Maafkan saya yang telah salah memakai mereka, Pak!" kata Bondan menundukkan kepalanya.
" Bu Wina!" sapa Bondan.
" Saya sangat kecewa, Pak!" kata Wina.
" Maaf, Bu!" jawab Bondan menyesal.
" Bubar semua!" kata Revan.
" Baik, Pak! Ayo, bubar! Semua bubar!" teriak Bondan. Lalu mereka semua membubarkan diri dari tempat itu dan Bondan membawa orang yang pingsan itu ke RS.
Sementara Wina membawa Revan naik ke lantai 9 untuk mengobati wajah Revan yang terluka akibat perkelahian tadi. Revan terkejut karena kamar yang dia inginkan telah selesai. Wina mengambil sebuah kotak obat di kamar mandi. Revan berdiri menatap keluar kamar yang terlihat hamparan kota yang tersiram air hujan.
" Duduklah!" ucap Wina.
" Kamu benar-benar sesuatu!" ucap Revan.
" Aku obati dulu lukamu, baru kamu bisa melakukan apa saja padaku!" kata Wina. Karena Revan tidak beranjak dari tempatnya, Wina mendekati Revan yang berdiri, tubuh mereka sama-sama basah dan kedinginan. Revan menatap Wina, glek! Dia menelan salivanya melihat lekuk tubuh Wina. Entah siapa yang memulai, mereka telah saling cium dan lumat. Revan menahan tengkuk Wina guna memperdalam ciumannya. Lidah mereka saling hisap dan saliva mereka bertukar satu sama lain. Revan membuka matanya dan melepaskan bibirnya, bibir dan lidahnya berpindah ke telinga lalu turun ke leher jenjang Wina. Wina masih memejamkan kedua matanya merasakan semua itu.
" Rev!" desahan Wina terdengar merdu di telinga Revan.
" Revan!" panggil Wina saat sesapan demi sesapan kuat hinggap di lehernya dan meninggalkan kissmark yang cukup banyak. Tangan Revan yang bergerak meremas dada Wina membuat wanita itu mendesah pelan.
" Ahhh!" ucap Wina sambil ememjamkan kedua matanya. Tubuh Wina bergetar, perasaan yang telah lama dia lupakan dan dia tidak pernah berpikir akan merasakannya lagi. Revan merobek blouse Wina hingga memperlihatkan dada Wina yang terbungkus kain warna merah dan terlihat membusung. Revan membuang blouse itu ke sembarang arah lalu dengan lincahnya jarinya meloloskan kait penutup itu dan terlihatlah dada polos Wina. Revan mendorong Wina ke dinding kaca, Wina merasakan dinginnya dinding kaca yang menempel kulitnya, tapi semua itu tidak berarti karena hawa panas tubuhnya yang keluar akibat perbuatan mereka berdua.
" Rev!" panggil Wina. Revan bermain di atas dada Wina, mulut dan tangannya dengan lincah memainkan keduanya. Tangan Wina meremas rambut Revan dan mendorongnya kuat ke dadanya.
" Re...van!" hanya nama Revan yang keluar dari bibir Wina. Sentuhan Revan turun ke perut rata Wina dan mata Revan melihat garis tipis di perut wanita itu. Tapi akal sehatnya telah hilang, dia ingin segera menikmati dan membuat wanita yang ada di tangannya itu menjerit.Revan mengangkat tubuh Wina dan membaringkan di ranjang yang belum beralas itu. Revan menarik rok pendek Wina hingga terlihat dalaman berwarna senada dengan penutup dadanya. Revan mengusap dengan tangan kanannya dan meremas dada Wina dengan tangan kirinya. Wina merasakan basah di area intinya. Revan tersenyum meraba kain yang telah basah itu dan dengan cepat merobeknya. Glek! Revan menelan salivanya melihat milik Wina yang masih sama dalam ingatannya. Tanpa menunggu lama, Revan membenamkan wajahnya diantara paha Wina dan membuat Wina mendesah bahkan menjerit mendapatkan pelepasannya.
Revan naik ke atas tubuh Wina lalu melumat kembali bibir wanita itu. Perlahan Revan melepaskan seluruh penutup ditubuhnya hingga mereka berdua polos.
" Buka matamu, sayang! Tatap aku!" bisik Revan seksi di telinga Wina. Perlahan Wina membuka kedua matanya.
" Ini bukan mimpi!" ucap Wina tersenyum dan menangkup wajah Revan. Lalu Revan dengan penuh kelembutan menyatukan tubuh mereka.
" Rev....ahhh!" ucap Wina yang sedikit terkejut akan penyatuan yang tiba-tiba itu. Revan merasa jika milik Wina masih sedikit sempit sebagai wanita yang telah bersuami. Revan perlahan menggerakkan tubuh bagian bawahnya dan menatap mata Wina dengan penuh kelembutan. Mereka kembali saling lumat dan Wina mendapatkan pelepasannya kembali.