Tok! Tok! Jim mengetuk pintu ruangan Revan dan masuk ke dalam tanpa menunggu disuruh masuk.
" Bos!" sapa Jim yang melihat Revan duduk di sofa dengan hanya mengenakan kemeja yang tangannya telah dilipat kesiku, dasi yang tidak telah longgar dan wajah yang menggelap.
" Masih ingat kantormu?" tanya Revan dengan suara dinginnya, membuat yang mendengarnya bisa mati berdiri. Sudah lama Jim tidak mendengar nada suara Revan yang menakutkan itu.
" Masih, Bos!Maaf kalo saya..."
" Apa kamu sudah tidak betah kerja disini?" tanya Revan.
" Apa kamu sudah mulai berani menentang saya?" tanya Revan lagi.
" Apa nyalimu sudah cukup besar untuk berhadapan dengan saya?" cerca Revan tanpa memberikan sedikitpun celah pada Jim untuk berbicara.
Revan berdiri menatap asistennya yang sangat dipercayainya itu, dia berdiri dan mendekati Jim lalu menunjukkan foto di ponsel miliknya.
" Apa ini?" tanya Revan. Jim melihat ke arah ponsel Revan, dia sudah bisa menebak pasti akan sampai juga foto itu pada Bosnya.
" Apa kamu sudah tiddak menghargai saya?" tanya Revan dengan suara berat dan sarat amarah.
" Saya bisa menjelaskan itu, Bos!" jawab Jim tegas. Bugh! Bugh! Bugh! Revan menghajar wajah Jim dan membuat pria malang itu tersungkur jatuh. Lalu Revan seperti kesetanan menghajar Jim tanpa henti hingga bibir dan hidung pria itu penuh luka dan berdarah. Revan menghentikan pukulannya saat matanya melihat foto di ponselnya. Dia langsung meraih ponselnya dan berdiri menjauhi Jim yang terkapar kesakitan. Revan berdiri dan berjalan menuju ke mejanya.
" Bersihkan dirimu! Pergilah ke RS" kata Revan lalu dia masuk ke dalam kamarnya. Jim berdiri meringis kesakitan lalu dia berjalan tertatih ke arah ruangannya dan membersihkan wajah dan lukanya.
Revan menatap Angel yang tertidur di ranjang, lalu di keluar lagi dari dalam kamar itu dan berjalan ke arah dinding kaca ruangannya yang memperlihatkan seluruh isi kota.
Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku begitu marah pada Jim? Sial! Aku hampir saja membunuh pria malang itu! batin Revan kesal pada dirinya.
Setelah kejadian itu Revan secara langsung turun ke lapangan tanpa melibatkan Jim, tapi dia tidak menjumpai Wina hari itu.
" Maaf, Pak Revan! Bu Wina masih dalam keadaan sakit!" ucap Sisil.
" Sakit?" ucap Revan membeo.
" Iya! Kakinya kemarin agak bengkak untung Pak Jim membawanya ke RS!" jawab Sisil.
Revan hanya terdiam dan memilih melanjutkan pekerjaan mereka. Sisil menerangkan kembali rencana Wina untuk masing-masing lantai.
Jim masuk ke dalam ruangan Revan setelah mengetuk pintu. Dia menganggukkan kepalanya pada Revan lalu berjalan menuju ke meja Bosnya itu.
" Ini rencana akhir untuk gedung itu, Bos!" kata Jim. Revan hanya diam saja sambil melihat dokumen yang ada di hadapannya.
" Saya permisi jika tidak diperlukan lagi!" kata Jim. Revan masih diam membisu. Katakanlah Revan kekanak-kanakan, tapi dia memang merasa kesal sekali pada Jim dan dia tidak tahu mengapa dia bersikap seperti itu.
Kaki Wina telah sembuh walau kadang masih terasa sedikit nyeri jika terlalu lama memakai heels. Wina datang saat Sisil dan Revan sedang serius membicarakan tentang pengerjaan tambahan untuk gedung itu.
" Selamat Pagi!" sapa Wina.
" Pagi, Bu! Ibu sudah baik?" tanya Sisil.
" Sudah! Maaf, Sil! Sudah membuatmu sibuk!" kata Wina.
" Tidak apa, Bu!" jawab Wina.
" Ini rencana finishing dari Pak Revan!" kata Sisil sambil memperlihatkan gambar di IPadnya.
" Yakin ini finishing, Pak?" tanya Wina pada Revan. Karena dia tahu jika Revan merubah-rubah gambar saat dia sakit hingga Sisil dibuat pusing karenanya.
" Iya!" jawab Revan.
" Apa sudah sesuai dengan keinginan istri bapak?" tanya Wina.
" Iya! Dia tidak bisa datang karena harus periksa kehamilan!" jawab Revan. Deg! Hati Wina mencelos mendengar perkataan Revan, tubuhnya terasa lemas tapi dia menahan agar terlihat tegar di hadapan Revan.
" Kalian...akan punya...anak?" tanya Wina terkejut.
" Tentu saja! Bukannya salah satu tujuan menikah adalah itu!" kata Revan datar.
" Ya! Anak adalah segalanya!" kata Wina.
" Jika sudah semua, aku akan pergi! Aku harus menjemput istriku!" kata Revan.
" Silahkan! Aku dan Sisil akan menyelesaikan semuanya!" kata Wina.
" Ok!" jawab Revan lalu meninggalkan Wina di lantai atas gedung.
Wina terhuyung ke belakang, Sisil yang terkejut segera menahan tubuh Bosnya itu.
" Bu Wina!" kata Sisil.
" Saya tidak apa-apa!" kata Wina duduk di sebuah kursi.
" Apa kita tunda saja pengerjaannya, Bu?' tanya Sisil khawatir.
" Tidak! Lebih cepat selesai lebih baik!" kata Wina. Agar aku tak perlu lagi bertemu dengannya dan mendengar apa-apa tentang dia dan istrinya.
" Baik, Bu!" jawab Sisil.
" Sepertinya udara sangat panas! Apa akan hujan?" tanya Wina menatap ke langit.
" Tapi tidak ada mendung, Bu!" jawab Sisil.
" Suruh Pak Bondan tambah pekerja lagi agar finishing bisa selesai hari ini juga!" kata Wina.
" Bu? Apa bisa?" tanya Sisil. Karena dia tahu hal itu tidak mungkin dengan gambar yang diajukan oleh Revan.
" Harus bisa!" jawab Wina tegas.
" Baik, Bu! Permisi!" jawab Sisil.
" Aku harap ini terakhir kali kita bertemu, Rev!" kata Wina ambigu.
Wina benar-benar menyuruh Bondan menyelesaikan hari itu juga. Dia secara langsung mengawasi pekerjaan mereka. Dia bahkan memberikan tambahan bonus jika bisa selesai hari ini.
" Tidak biasanya Bu Wina begini, Mbak Sil!" bisik Bondan.
" Iya, Pak! Saya juga kaget! Apa bisa selesai?" sahut Sisil. Bondan hanya menaikkan kedua bahunya karena dia juga tidak yakin.
Jam menunjuk pada angka 4 sore, Wina merasa jika pekerjaan itu tidak akan selesai sebelum pagi.
" Bu! Sepertinya mereka butuh istirahat! Ibu juga!" kata Sisil.
" Yang penting kamar itu selesai dulu!" kata Wina.
" Ruang yang lain?" tanya Sisil.
" Hanya tinggal finishing saja'kan?" kata Wina dengan wajah lelah.
" Iya, Bu! Tapi jika mereka tidak istirahat, bisa-bisa semua pada pingsan dan nggak selesai!" kata Sisil.
" Baiklah! Jam 6 mereka istirahat selama sejam!" kata Wina.
" Baik, Bu!" kata Sisil.
" Sil! Saya lupa minta tanda tangan Pak Revan akan finishing hari ini, kamu kekantornya, ya! Mumpung masih jam 4!" kata Wina.
" Apa nggak besok sekalian serah terima saja, Bu?" tanya Sisil.
" Saya akan menyerahkan pada Pak Halim acara serah terima itu!" kata Wina.
" Baik, Bu!" kata Sisil heran, tidak biasanya Bu Wina melakukan itu! batin Sisil.
" Setelah itu pulanglah!" kata Wina.
" Bagaimana dengan Ibu?" tanya Sisil.
" Saya akan baik-baik saja! Saya sudah order gofood!" kata Wina.
" Baik, Bu! Permisi!" pamit Sisil.
Sisil memasuki kantor Revan, beberapa pegawai terlihat akan meninggalkan kantor. Dengan cepat Sisil naik ke lantai 7 untuk menemui Revan.
" Pak Revan ada?" tanya Sisil pada sekretaris Revan yang sepertinya bersiap-siap untuk pulang.
" Ada! Silahkan Bu!" kata wanita itu yang tahu jika Sisil adalah asisten Wina yang sedang bekerjasama dengan Bosnya. Tok! Tok!
" Bu Sisil?" kata Jim terkejut saat membukakan pintu.
" Siapa?" tanya Revan.
" Bu Sisil, Bos!" jawab Jim.
" Sisil?" ucap Revan.
" Permisi, Pak! Bu Wina meminta saya untuk menyampaikan dokumen ini!" kata Sisil.
" Wina? Dokumen apa?" tanya Revan.
Sisil mengeluarkan dokumen dari dalam tas kerjanya. Jim menerima dokumen itu dan memberikan pada Revan. Revan memeriksa dokumen itu sambil menatap keluar ruangannya yang tiba-tiba terlihat gelap dan turun hujan dengan kerasnya.