Chereads / Aku Bukan Pilihan Hatimu / Chapter 134 - Masih Adakah Cinta

Chapter 134 - Masih Adakah Cinta

Wina pergi dengan hati perih karena mengingat luka di kepala Revan, dia melihat kedua tangannya dan hampir saja tubuhnya limbung jika saja dia tidak mengingat harga dirinya. Hatinya berkhianat pada tubuhnya, dia menyesal dan merasakan sakit saat melihat darah mengucur di pelipis Revan tapi tubuhnya berjalan terus keluar dari rumah dengan airmata yang ditahannya agar tidak mengalir dipipinya.

" Nyonya!" panggil Jim.

" Gue mau pulang!" kata Wina.

" Baik!" jawab Jim lalu membuka pintu sebuah mobil dan Wina langsung masuk ke dalamnya. Wina memejamkan kedua matanya sambil menahan sesak di dadanya.

" Bos sangat menyayangi Nyonya! Dia tidak melakukan itu!" kata Jim.

" Lo asistennya dan lo pasti membelanya!" kata Wina.

" Saya masih mencari bukti, Nyonya! Jangan sampai Nyonya menyesal dengan keputusan Nyonya!" kata Jim lagi.

" Nggak akan!" jawab Wina tegas.

Mereka sampai di rumah Wina dan Jim mengeluarkan kopor yang dibawa oleh Wina ke teras rumah.

" Permisi, Nyonya!" kata Jim. Wina tidak menghiraukan ucapan Jim, dia masuk ke dalam rumahnya.

Seperti yang disepakati, William datang malam itu bersama dengan keluarga dan putranya untuk menikahi Wina saat itu juga.

" Apa kamu serius, nak?" tanya Ben yang terkejut dengan semua itu.

" Wina sudah bilang sama papa kalo Wina akan memberikan kejutan! So Surpriseeee!" kata Wina.

" Kamu yakin dia bisa membahagiakanmu?" tanya Ben ragu.

" Iya, Pa! Dia sudah berjanji pada Wina.

" Baiklah, jika memang kamu telah yakin!" kata Ben.

" Trima kasih, Pa!" kata William menjabat tangan Ben. Manda menatap putri tunggalnya itu dengan pandangan nanar. Kenapa seperti ini perjalanan cintamu, nak! batin Manda. Wina naik ke kamarnya untuk dimake up oleh MUA yang dibawa oleh William.

" Nona sangat cantik! Nggak salah Tuan William memilih Nona!" kata salah seorang perias Wina.

" Putriku memang cantik!" kata Manda yang telah berdiri di pintu kamar Wina.

" Mama!" sapa Wina tersenyum.

" Kamu sudah siap?" tanya Mnada.

" Iya!" jawab Wina.

" Permisi!" kata perias MUA itu lalu keluar dari kamar Wina.

" Kamu yakin dengan semua ini?" tanya Manda.

" Wina capek, ma! Wina hanya ingin hidup tenang!" kata Wina.

" Mama hanya tidak ingin kamu menyesali semuanya!" kata Manda memeluk putrinya.

" Kali ini Wina yakin kalo Wina akan bahagia!" kata Wina tegas.

" Baiklah, jika ini memang sudah menjadi keputusanmu!" kata Manda.

Sementara di Rumah Sakit Revan sedang berbaring akibat luka di kepalanya yang sedikit parah. Mata sebelah kirinya mengalami kerusakan akibat pukulan Wina sehingga tidak bisa melihat dengan jelas. Tulang yang ada di bagian pelipisnya sedikit retak hingga harus dilakukan operasi untuk mengatasinya.

" Kenapa bisa jadi begini?" tanya Tata pada Jim.

" Bos memaksa Nyo...Nona Wina yang ingin pulang kerumahnya, Nyonya!" kata Jim.

" Apakah perlu sampe melukai Varel?" tanya Tata sedih.

" Maafkan saya yang tidak bisa menjaga Bos, Nyonya!" kata Jim menundukkan kepalanya.

" Siapkan pesawat! Kita bawa dia pergi dari sini!" kata Valen.

" Pa! Papa nggak bisa melakukan itu! Papa tahu betapa Varel sangat mencintai Wina!" kata Reva.

" Tapi dia memukul adikmu hingga seperti ini!" kata Valen marah.

" Apa papa tidak pernah menghabisi orang jika dalam keadaan marah dan tertekan? Reva bukannya membela Wina! Tapi kita harus berdiri di posisi Wina pada saat itu!" kata Reva bijak.

" Tapi untuk apa semua itu? Bahkan dia sekarang telah menjadi istri orang!" kata Valen pelan.

" Apa? Wina?" tanya Reva terkejut.

" Iya! Dia meninggalkan Varel seperti ini dan menikah dengan pria lain!" kata Valen dingin. Tata memejamkan kedua matanya, dia tidak menyangka jika perjalanan cinta putranya akan seperti ini.

Valen benar-benar membawa pergi Revan dari Kota AA ke negara L, dia memiliki sebuah pulau 1 Km dari pantai LL. Setelah menjalani operasi, Valen membawanya kesana untuk menyembuhkan luka hatinya karena ditinggal Wina. Revan begitu terpuruk saat kehilangan Wina dan Reva sangat sedih melihat keadaan adiknya itu.

" Ma!" panggil Reva yang melihat mamanya sedang duduk di teras belakang rumah sambil memandang putranya yang sedang duduk di bawah pohon oak.

" Hmm?" sahut Tata.

" Apa dia masih sering berteriak saat tidur?' tanya Reva.

" Masih, tapi hanya sekali-sekali saja!" jawab Tata.

" Mama sudaha makan?" tanya Reva.

" Belum!" jawab Tata.

" Kita makan dulu!" kata Reva mengajak mamanya.

" Kita ajak Varel!" kata Tata.

" Iya!" kata Reva berjalan mendekati adiknya.

" Rel!" sapa Reva tersenyum.

" Kak!" sahut Revan datar.

" Kita makan!" kata Reva.

" Nanggung, Kak! Sebentar lagi selesai!" kata Revan yang sedang asyik dengan ponselnya.

Sejak mengetahui Wina menikah lagi, Revan sangat marah tapi ditahan di dalam dadanya. Dia mengalami depresi yang hebat hingga membuatnya jadi orang yang sering ketakutan dan berteriak saat tidur. Dipulau ini dia menjalani pengobatan guna menyembuhkan penyakitnya itu.

" Andy mana?" tanya Revan.

" Ada sama papa!" kata Reva duduk di sebelah Revan.

" Dia pasti jadi laki-laki yang hebat nanti!" kata Revan lagi.

" Lo suka duduk disini?" tanya Reva yang sejak dulu ingin tahu kenapa adiknya itu suka sekali duduk disitu.

" Ya!" jawab Revan singkat.

" Kenapa?" tanya Reva lagi.

" Entahlah! Gue merasa kalo duduk disini hati dan pikiran gue terasa sangat damai!" jelas Revan memejamkan kedua matanya dan merasakan sentuhan angin yang berhembus lembut ke pipinya.

" Ayo, masuk!" ajak Reva yang berdiri dan mengulurkan tangannya untuk adiknya.

" Ayo!" jawab Revan.

Tata bersama para ART menyiapkan makan siang yang cukup banyak, karena ada Reva dan suaminya datang kesitu.

" Ada kabar jika Nona Tamara gantung diri, Don!" kata Jim.

" Kasihan! Gara-gara ayahnya yang brengsek itu, dia menanggung semua akibatnya!" kata Valen.

" Apa kita akan mengurusnya?" tanya Jim lagi.

" Tunggu si brengsek itu! Jika dia menyayangi putrinya maka dia akan mengurusnya dengan baik!" kata Valen.

" Tindakan kita selanjutnya, Don?" tanya Jim lagi.

" Dia pasti akan sangat marah kali ini, setelah apa yang Revan lakukan pada putrinya saat pertunangan mereka kemarin dan baru-baru ini. Perketat penjagaan, meskipun dia tidak akan bisa menemukan pulau ini!" kata Valen.

" Siap, Don!" jawab Jim.

" Pa! Makan siang!" kata Reva mengetuk dari balik pintu kerja Valen.

" Iya, sayang!" jawab Valen.

" Permisi, Don!" kata Jim.

" Iya!" jawab Valen yang berdiri dan menuju ke arah pintu.

Pernikahan Wina berjalan dengan lancar walaupun Wina melakukan beberapa kali kesalahan saat mengikuti ucapan pendeta. William sangat bahagia karena bisa menikahi wanita yang disayangi putranya.

" Apa kamu senang?" tanya William pada David, putranya.

" Tidak!" jawab David.

" Apa? Kenapa?" tanya William kaget.

" Karna papa menikahi mama Wina! Harusnya aku yang menikah dengannya!" jawab David kesal.

" Hahahaha! Bukankah dia terlalu matang buatmu, boy!?" kata William.

" Lalu kenapa? hanya selisih 13 tahun saja!" jawab David cuek.

" Sudahlah! Kita sudah menjadi keluarga sekarang!" kata William senang. Dia menatap Wina yang sedang duduk bersama dengan mama dan papanya.

" Papa berharap pernikahanmu bisa langgeng!" kata Ben.

" Trima kasih, Pa!" jawab Wina.

" Apa kalian akan tinggal di negara Y?" tanya Ben.

" No! Wina akan tinggal disini!" kata Wina tegas.

" Apa suamimu sudah tahu?" tanya Ben.

" Belum! Tapi dia pasti setuju!" kata Wina yakin.

" Syukurlah kalo kamu nggak pindah kesana, mama pasti akan sangat kehilangan kamu!" kata Manda senang.