Wina hanya bisa menurut dengan kemauan papanya, karena Wina tahu jika papanya sudah bilang begitu, dia tidak akan bisa dirubah walau dengan cara apapun. Wina merebahkan tubuhnya, pikirannya masih saja tertuju pada Revan. Bagaimana keadaan pemuda itu saat ini? Lo harus bertahan, Rev! Aku akan membencimu seumur hidup jika kamu berani meninggalkan aku! batin Wina dengam airmata yang tidak lagi dapat ditahannya, menetes di kedua pipi mulusnya. Ben yeng melihat putrinya itu hanya bisa menghela nafas. Kenapa kamu harus mencintai keluarga Abiseka, nak? Papa hanya tidak mau kamu akan selalu mendapat sakit hati selam bersama dia! batin Ben takut. Meskipun dia mengenal Valen, tapi dimatanya Revan sangat berbeda dengan papanya. Dia telah menyelidiki kebiasaan Revan diluar sana, walau dia tahu itu adalah hal wajar bagi laki-laki yang memiliki banyak uang, tapi baginya itu adalah hal bodoh.
Ben duduk di sofa yang ada di ruangan itu dan menyandarkan tubuhnya. Manda yang melihat kedua orang yang disayanginya itu merasa sedih. Dia tahu betapa besar cinta Wina terhadap Revan, karena Wina tidak pernah berhenti bercerita tentang Revan sejak kecil hingga dewasa. Disisi lain dia juga tahu bagaimana perasaan suaminya yang sangat khawatir pada putrinya jika dia bersama dengan Revan. Manda duduk di samping putrinya dan memegang tangan Wina.
" Mama mau cari makanan dulu!" kata Manda lalu pergi keluar kamar.
Operasi Revan berjalan dengan lancar dan berhasil dengan baik. Revan telah di pindahkan ke ruang ICU untuk di observasi terlebih dahulu hingga keadaannya stabil. Wina selalu mengikuti perkembangan Revan, karena dia selalu menjaga Revan saat pagi hingga sore hari lalu berganti dengan Tata.
Pernikahan Wina dan Bastian dibatalkan karena adanya kejadian ini dan Wina menolak untuk melanjutkan pernikahan tersebut sesuai dengan rencana Valen.
" Win! Please, marry me!" kata Bastian memohon saat mereka bertemu di rumah Wina setelah Wina pulang dari RS.
" I can't! Lo tahu'kan rencana kita! Kita hanya pura-pura saja, Bas!" kata Wina menatap pria di hadapannya itu dengan pandangan nanar.
" Gue minta maaf jika selama ini telah memberikan lo harapan!" kata Wina menyesal.
" Aku akan selalu menunggu kamu, Wina! Jika dia menyakiti kamu, aku selalu akan menerimamu dengan tangan terbuka!" kata Bastian lalu berdiri dan pergi meninggalkan Wina yang menatap punggung pria itu.
" Itu tidak akan terjadi, Bas!" kata Wina ambigu.
Ben sedang duduk di ruang kerjanya saat Manda mencari suaminya itu. Manda masuk dengan membawa secangkir kopi dan sepiring kue.
" Sayang! Apa yang kamu pikirkan?" tanya Manda yang meletakkan nampan di atas meja kerja suaminya.
" Sayang!" jawab Ben menatap istrinya. Manda mendekati suaminya lalu duduk di pangkuannya.
" Ada apa?" tanya Manda membelai rambut suaminya yang telah terdapat beberapa yang memutih.
" Aku memikirkan Wina!" kata Ben.
" Apa kamu mau aku bicara pada Tata?" tanya Manda yang telah menebak pikiran suaminya itu.
" Apa tidak apa-apa?" tanya Ben menatap istrinya.
" Tentu saja! Aku akan bicara padanya! Dia pasti mengerti!" kata Manda dengan lembut.
" Aku hanya tidak mau mereka tersinggung dengan keputusan kita!" kata Ben.
" Tentu saja tidak!" kata Manda.
" Baik, aku percaya kamu bisa bicara padanya!" kata Ben menangkup wajah istrinya dan mengecup bibir Manda dengan lembut. Manda membalasnya dengan lembut pula hingga membuat Ben merasakan bagian bawahnya perlahan menegang. Diremasnya dada iatrinya dengan pelan dan membuat Manda melenguh nikmat.
" Ahhh...Bennnn!" ucap Manda pelan. Hasrat Ben semakin tak terbendung, dimundurkannya kursi kerjanya, lalu di turunkannya Manda dari pangkuannya. Tidak menunggu lama, di angkatnya mini dress Manda hingga ke atas kepala dan yang tertinggal hanya dalamannya saja.
" Kamu masih terlihat indah, sayang!" bisik Ben yang melingkarkan kaki Manda ke pangkuannya.
" Trima kasih!" jawab Manda. Ben tidak sabar lagi segera melepaskan kait bra Manda lalu melumat dan memilin dada istrinya itu hingga Manda merasakan tubuhnya menggeliat. Tidak menunggu lama, Ben membuka celananya dan menyembullah miliknya yang telah menegang sempurna.
" Ride, baby!" kata Ben. Manda dengan senang hati langsung mengangkat bokongnya dan menempatkan milik Ben ke dalam miliknya. Mereka melakukannya hingga beberapa kali malam itu.
Revan perlahan membuka matanya, dia menatap kelangit-langit kamar VVIP itu. Dimana gue? batin Revan. Dia melihat ke samping tempat tidur, dilihatnya seorang gadis yang sangat dikenalnya sedang tertidur dengan kepala di brankar. Revan menggerakkan tangannya dan mengelus rambut gadis itu. Gadis yang tampak kelelahan karena pulang dari kantor dia langsung menemui Revan tersentak kaget.
" Sayang! Kamu sudah bangun? Trima kasih, Tuhan! Trima kasih!" kata gadis itu mengucap syukur berkali-kali sambil mengusap-usap pipi Revan.
" Air!" ucap Revan pelan.
" Oh, maaf!" kata gadis itu mengambil gelas dan menuangkan air mineral dari botol dan mengambilkan pipet.
" Minumlah pelan-pelan! Habis itu aku akan panggil Om Gerry!" kata gadis itu. Revan meminum air tersebut dengan perlahan.
" Aku akan memanggil Om Gerry!" kata gadis itu lagi.
" Wina!" panggil Revan saat Wina akan pergi meninggalkan Revan. Wina menghentikan langkahnya.
" Ya?" kata Wina menatap pemuda itu yang menaikkan sedikit brankarnya agar bisa terlihat seperti duduk bersandar.
" I love you!" kata Revan. Tubuh Wina bergetar, dia tidak percaya jika Revan mengatakan hal itu dengan tersenyum. Wina mendekati brankar Revan dan mencari kebohongan di kedua mata elang itu. Wina tersenyum bahagia, karena dia hanya menemukan ketulusan dan kejujuran disana.
" Bisakah kamu duduk di sini?" tanya Revan menepuk tempat di sebelah dia.
" Om Gerry..."
" Nanti saja! Aku mau kamu dulu!" kata Revan. Wina lalu naik ke atas brankar dan duduk di sebelah Revan.
" Trima kasih!" jawab Revan. Revan menangkup wajah Wina dan menariknya agar dia bisa mencium bibir gadis itu. Ciuman mereka semakin intens dan dalam, membuat sesuatu yang tertidur perlahan bangun.
" Kamu masih sakit! Jangan memaksa! Aku tidak akan kemana-mana!" kata Wina.
" Kamu janji!?" tanya Revan tidak percaya.
" Apa kamu meragukanku?" tanya Wina menggoda Revan.
" Kamu tadi hampir saja menikahi si Baskom itu!" kata Revan cemberut.
" Hahaha! Jahat sekali memanggil Bastian dengan Baskom!" kata Wina tertawa.
" Jangan sebut-sebut lagi namanya! Aku tidak suka! Kamu hanya boleh menyebut namaku saja!" kata Revan sudah mulai posessif.
" Iya! Iya! Aku tahu betapa posessifnya orang di depanku ini! Sebagai informasi, kamu itu sudah seminggu gak bangun-bangun!" kata Wina mengusap pipi Revan.
" Apa? Serius?" tanya Revan kaget.
" Iya! Sudah, aku panggil Om Gerry dulu, biara dia memeriksa kamu!" kata Wina yang turun dari brankar dan pergi keluar. Tidak berapa lama Wina datang bersama dengan Gerry.
" Syukur kalo kamu sudah bangun!" kata Gerry saat melihat Revan yang bisa duduk dan tersenyum.
" Iya, Om!" jawab Revan.
" Apa masih terasa sakit?" tanya Gerry.
" Tadi nggak, tapi sekarang kok, sakit?" kata Revan menatap Gerry.
" O, ya? Biar Om periksa dulu!" kata Gerry memeriksa tubuh Revan dan juga lukanya.
" Memang apa yang kamu lakukan sebelum terasa sakit?" tanya Gerry sambil memeriksa.
" Aku mencium Wina lama!" kata Revan. Wina yang mendengar itu langsung membualtkan matanya dan melotot kepada Revan yang tersenyum.
" Astaga kalian ini! Dasar anak muda liar!" kata Gerry kesal.
" Hihihi!" perawat yang mengikuti Gerry tertawa kecil mendengar ucapan Revan. Wina merasa pipinya memerah karena malu dengan perkataan Revan.