Chereads / Aku Bukan Pilihan Hatimu / Chapter 128 - Kenapa Jadi Begini?

Chapter 128 - Kenapa Jadi Begini?

Wina!" panggil Tata.

" Tolong bawa dia masuk!" kata Valen pada perawat yang berjaga di depan IGD itu. Dengan cepat mereka mengangkat tubuh Wina dan membawanya ke dalam IGD.

" Cepat berikan darahmu pada putramu!" kata Tata kesal pada suaminya yang disaat seperti ini masih saja main-main.

" Maaf, dok! Darah saya sama dengan putra saya, tapi saat ini saya tidak bisa mendonorkan darah saya!" kata Valen.

" Apa maksudmu kamu tidak bisa mendonorkan darahmu?" tanya Tata terkejut.

" Papa?" ucap Reva terkejut.

" Akhir-akhir ini tekanan darah saya sedang tinggi, Dok!" kata Valen pelan.

" Astaga! Apa kamu sedang sakit?" tanya Tata mendekati suaminya dan menangkup wajah Valen, wajahnya terlihat sedih dan khawatir.

" Tidak, sayang! Aku hanya sedikit..."

" Jadi siapa yang memiliki darah yang sama?" tanya dokter itu lagi memotong percakapan Valen dan Tata.

" Apa darah O bisa, Dok?" tanya Reva.

" Jika ada yang AB- lebih baik, Bu! Karena saat ini yang dibutuhkan pasien adalah tranfusi cepat!" kata Dokter itu.

" Apa maksud dokter?" tanya Tata dengan wajah penuh selidik.

" Kami tidak bisa menanggung resiko terjadinya penolakan pada tubuh pasien!" jawab dokter itu.

" Tapi kenapa?" tanya Valen.

" Inkompatibilitas atau ketidakcocokan golongan darah bisa membahayakan kesehatan pasien. Jika hal tersebut terjadi, maka efek samping yang akan ditimbulkan adalah pecahnya sel-sel darah merah (hemolitik), sehingga meningkatnya bilirubin dalam darah yang beracun bagi tubuh dan bisa menyebabkan kematian!" kata dokter itu yang sontak membuat tubuh Tata terhuyung ke belakang.

" Sayang!"

" Mama!"

" Kamu harus bisa mencarikan putra kita darah, Val! Kerahkan semua anak buahmu! Cepat! Aku tidak mau sesuatu terjadi pada putraku!" cerca Tata dengan airmata yang mengalir deras di kedua pipinya.

" Iya, sayang!" jawab Valen lalu mengambil ponselnya dari dalam saku celananya dan menghubungi seseorang.

" Carikan darah AB-, sekarang! Putraku sedang kritis!" kata Valen di telpon. Tata menatap pintu IGD dan memegang tangan dokter itu.

" Tolong selamatkan putraku! Aku mohon! Hikksss..hikksssss...hiikskss!" tangis Tata berlanjut. Valen memeluk tubuh istrinya dan membawa ke dadanya.

" Saya tunggu di dalam!" kata dokter itu lalu masuk ke dalam ruang IGD.

" Jangan khawatir! Dia pasti bertahan!" kata Valen menghibur istrinya, hatinya juga sakit dan sedih akan semua yang terjadi. Semua adalah kesalahannya, jika saja dia tidak menganggap remeh keamanan di pernikahan Wina, semua ini tidak akan terjadi.

" Ayo, ma! Mama duduklah dulu!" kata Reva memapah mamanya di kursi tunggu. Tidak berapa lama kemudian, Boris dan Hans serta beberapa orang BG memebawa box cooler.

" Don!" panggil Hans.

" Apa ini semua?" tanya Valen.

" Iya, Don!" kata Hans.

" Berikan pada dokter itu. Hans membawa box masuk ke dalam IGD itu lalu memberikan pada dokter yang telah menunggu di dalam IGD.

" Apa kalian sudah menemukan siapa dalangnya?" tanya Valen.

" Sudah, Don!" kata Habs.

" Mereka sudah berada di prodeo!" kata Hans memberikan istilah penjara di markas mafia Valen.

" Bagus! Pergilah!" kata Valen.

" Permisi, Don!" kata Hans pamit. Valen menganggukkan kepalanya dan mendekati istrinya yang bersandar di bahu Reva. Tata tertidur akibat kelelahan karena menangis.

" Sebaiknya kamu bawa mama pulang! Biar papa yang jaga Varel disini!" kata Valen.

" Reva yakin mama tidak akan setuju, pa!" kata Reva menatap papanya.

" Papa sudah memesan kamar di hotel sebelah, agar bisa dengan cepat datang kemari!" kata Valen.

" Baik! Reva terserah papa saja!" kata Reva.

" Panggilkan Boris dan Hans untuk menunggu disini!" kata Valen lalu mengangkat tubuh istrinya dan berjalan ke arah pintu RS. Reva berjalan mengikuti papanya dan menelpon Boris.

" Don!" sapa Hans menganggukkan kepalanya.

" Aku akan membawa istriku istirahat di Hotel sebelah! Kalian berjaga di depan IGD!" kata Valen.

" Baik, Don!" jawab Hans. Kemudian Valen berjalan menjauh dari mereka bersama Reva. Sedangkan Hans dan Boris berjalan menuju ke depan pinrtu IGD.

" Boris!" panggil seseorang.

" Tuan Ben!" sapa Boris yang melihat Ben berjalan dengan istrinya mendekati mereka.

" Ben!" sapa Hans.

" Hans! Diman putriku?" tanya Ben.

" Dia ada di ruang VVIP!" jawab Hans.

" Kenapa dia disana?" tanya Ben.

" Dia pingsan saat dokter mengatakan Revan kritis?" jawab Hans.

" Apa? Jadi?" tanya Ben.

" Tadi Revan butuh darah, sedangkan Don Valen akhir-akhir ini menderita tekanan darah jadi dokter tidak mengijinkan untuk melakukan donor padanya!" tutur Hans.

" Apa Bos sakit?" tanya Ben khawatir.

" Mungkin!" jawab Hans dengan raut wajah sedih juga.

" Kita harus menemui Wina, sayang!" kata Manda memecah keheningan mereka.

" Iya! Dimana kamarnya?" tanya Ben.

" Saya antar saja, Tuan!" kata Boris.

" Ayo!" kata Ben.

" Pergilah!" kata Hans menatap Boris yang seakan meminta persetujuannya.

" Mari!" kata Boris mempersilahkan mereka berdua berjalan mengikutinya.

Valen telah sampai di lantai dasar Hotel, dia sengaja meminta lantai dasar agar tidak terlalu lama jika ingin keluar dari kamar. Meskipun kamar yang ada di lantai itu tidak begitu luas, karena hotelnya hanya merupakan Hotel bintang 3. Valen membaringkan istrinya di ranjang lalu dia duduk di kursi disamping jendela hotel.

" Jika papa capek, biar Reva yang menunggu Revan.

" Iya, kepala papa sedikit pusing!" kata Valen.

" Pa!" panggil Reva yang melihat papanya sedang memijit kepalanya yeng terasa berdenyut.

" Ya, sayang!" jawab Valen memejamkan matanya.

" Maafin Reva sama Varel! Kami tidak bisa menjadi anak-anak yang membanggakan bagi kalian!" kata Reva bersimpuh di depan papanya. Valen membuka kedua matanya dan melihat genangan airmata di kedua mata putri semata wayangnya.

" Hei! Apa yang kamu katakan? Kalian adalah anak-anak yang sangat papa sayang dan banggakan! Diluar semua perbuatan kalian yang memang membuat papa sedikit marah! Kalian bertiga adalah kehidupan papa! Nafas papa! Jantung papa!" kata Valen menangkup pipi Reva dan menatap tajam mata putrinya.

" Papa bukan orang tua yang sempurna! Papa sering meninggalkan kalian untuk mengurusi bisnis dan organisasi! Papa yang harusnya meminta maaf karena belum bisa menjadi orang tua yang baik dan menjadi panutan buat kalian!" tutur Valen lagi.

" Papa adalah papa yang sempurna buat aku dan Varel! Kami selalu bangga dan sayang sama papa dan mama!" kata Reva memeluk papanya.

" I love u, baby!" kata Valen dengan airmata yang lolos begitu saja.

" I love u too, Dad!" jawab Reva yang juga telah menumpahkan airmatanya.

Ben menatap sedih pada putrinya yang terbaring di brankar masih dengan pakaian pengantinnya. Manda mengusap rambut putrinya dan mengecup kening Wina dengan lembut.

" Sayang!" panggil Manda. Ben menatap istrinya dan mendekati putrinya. Tiba-tiba Wina bergerak dan perlahan membuka matanya.

" Dimana aku?" tanya Wina yang belum sepenuhnya sadar keberadaannya.

" Sayang! Kamu sudah sadar?" kata Manda.

" Mama? Papa?" kata Wina.

" Iya, sayang! Kamu pingsan!" kata Ben.

" Revan! Revan, pa! Revan gimana?" tanya Wina tiba-tiba dan meneteskan airmata.

" Kamu tenang dulu, ya! Revan masih di ruang operasi!" kata Ben memeluk putrinya.

" Dia pasti baik-baik saja'kan, Pa!?" tanya Wina.

" Iya, sayang! Papa yakin dia kan baik-baik saja!" kata Ben menguatkan putrinya.

" Aku mau melihat Revan, pa!" kata Wina melepaskan pelukan papanya.

" Nanti, ya! Selesai operasi!" kata Ben.

" Tapi..."

" Nanti atau tidak sama sekali!" kata Ben tegas. Wina hanya diam dan menatap papanya sedih.