Helena masih berada didalam kamar mandi, ia masih terdiam dan menatap pintu keluar yang masih tertutup rapat. Sambil terus mengusap kedua bahunya sendiri, dan tetesan air yang mulai mengenang pada permukaan lantai, karena gaun Helena yang masih sangat basah.
Bibir Helena sudah mulai memucat, ia benar-benar kedinginan didalam kamar mandi. Rasanya dia ingin segera keluar, mencari sesuatu yang hangat dan juga mengganti bajunya. Tapi saat ini yang dirasakan oleh Helena adalah sebuah rasa takut.
"Ish… kau memang cari mati, Helena. Bagaimana kau bersikap memalukan seperti tadi, mau ditaruh dimana mukaku ini? Hukuman apa yang akan aku terima, astaga… semoga kepala ini masih aman dan tidak dipenggal," gumam Helena dengan takut.
Setelah beberapa detik Helena berpikir kembali, akhirnya dia sudah siap mengangkat salah satu tangannya untuk memegangi gagang pintu. Bersamaan dengan tarikan napas, ia pun mulai memutar gagang pintu tersebut.
Helena melangkah dengan hati-hati, sambil memperhatikan kondisi sekitarnya. Tentu saja ia masih berada didalam kamar raja yang luas, tapi… apakah Louis masih berada didalam sana?
"Ayolah Helena… kau harus segera mengganti bajumu, dan…" Baru saja Helena melangkahkan kakinya, tiba-tiba sudah ada sosok Louis yang menghadang jalan dihadapannya.
"Yang Mulia? Ka… kau ada didalam kamar?" tanya Helena gugup, dan kenapa juga harus pertanyaan tersebut yang keluar dari mulutnya.
"Apa hasratmu itu sudah tidak lagi bergejolak, Permaisuri Helena?" tanya dan sindir Louis dengan sengaja, ia memperhatikan Helena dari ujung kepala hingga ujung kakinya.
"Gunakan ini, dan cepat ganti bajumu. Aku sudah menyuruh pelayan menyiapkan bau ganti untukmu."
Helena terkejut ketika ia melihat seorang Raja Aarez memberikan handuk putih kearahnya. Menatap bergantian antara handuk dan raut wajah sang Raja, membuat Helena tidak langsung mengambil handuk tersebut. Karena pikirannya masih diliputi dengan perasaan takut yang berlebihan.
"Helena?" suara Louis yang berat dan lantang, membuat Helena terperanjat.
"Ya… Iya Yang Mulia. A... aku..?"
"Cepat ambil handuk ini, jangan membuat kesabaranku habis. Ini sudah lewat tengah malam, bahkan kita tidak berdoa untuk Revania." Potong Louis, dia menampakkan wajah kesal yang menyeramkan bagi Helena.
Helena tidak lagi menjawab, ia segera saja menurut dan mengambil handuk dari tangan Louis. Pria yang umurnya terpaut delapan tahun dari Helena itu, segera membalikkan tubuhnya dan Helena hanya bisa melihat punggung sang raja yang kokoh dan menakjubkan.
"Helena! Apa kau gila. Apa efek itu masih ada, kenapa pikiranmu masih saja… ah… ini benar-benar kacau." Helena menggelengkan kepalanya dengan cepat, berusaha agar tetap menjaga kewarasannya saat itu.
"Tapi… siapa yang berani melakukan hal ini pada makanan raja? Jelas sekali aku tidak melakukannya dan… Hah…" Kedua mata Helena melebar dengan cepat ketika ia memikirkan sosok seseorang.
"Apa mungkin… Rima? Apa dia yang melakukannya?" ucap Helena yang menduga dalam ketidakpastian.
Helena mencoba menyingkirkan banyak pertanyaan yang ada dibenaknya saat itu, lalu dia terus saja melangkah kearah ruang kamar Louis. Melihat sang raja yang sedang duduk pada sebuah sofa besar berwarna merah.
Rambut Louis dibiarkan terurai, hampir menyentuh pundaknya pada bagian depan. Ia sudah tidak lagi mengenakan jubah kebangasannya. Mengenakan piyama putih dengan garis hitam yang tipis. Pada bagian kerahnya, ada beberapa kancing yang dibiarkan terbuka.
Sorot mata Louis menatap lurus kearah Helena, mimik wajahnya terlalu datar. Dan Helena tidak bisa menebak apakah Louis masih dalam keadaan marah, atau sebaliknya.
"Pakaianmu ada disana, cepat ganti atau kau ingin tidur dengan keadaan basah seperti ini," ucap Louis yang terdengar memerintah bagi Helena.
Sebuah penyekat buatan, yang bisa digerakkan dengan mudah karena ada roda kecil pada bagian bawahnya. Tingginya sekitar dua meter, dan penyekat tersebut didominasi dari kain katun berwarna cokelat pastel.
Sebuah gaun tidur berwarna putih, berada pada sisi atas penyekat. Tergantung begitu saja, entah sejak kapan. Tapi kenapa Helena menadapatkan firasat tidak nyaman, karena letak penyekat itu cukup dekat dengan kursi yang sedang diduduki oleh Louis saat ini.
"Apa lagi yang kau tunggu, Permaisuri Helena? Apa kau ingin menggodaku lagi? Tapi melihat sikapmu yang sudah berubah seperti ini, sepertinya… kau sudah kehilangan hasatmu itu?" tanya Louis, dan tidak ada senyuman yang ia perlihatkan untuk Helena.
"Emmm…" Helena menelan salivanya sendiri, merasa takut dan cemas sambil memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan untuk Raja Aarez.
"Apa anda akan tetap duduk dikursi itu, Yang Mulia?" tanya Helena dengan polos. Tapi Louis bereaksi dengan mengernyitkan keningnya, kembali ia memberikan tatapan keji pada Helena.
"Apa yang kau takutkan dariku, Helena?" tanya Louis.
"Takut? Bukan… bukan itu maksudku!" jawab Helena dan ia semakin merapatkan handuk yang sudah tersemat pada pundaknya. Rasa dinginnya masih saja Helena rasakan, "Maksudku adalah… jika aku mengganti pakaian disana. Bukankah kau bisa melihatku, Raja Louis?"
"Wanita ini? Hh… sesaat ia seperti wanita dewasa pada umumnya. Tapi kenyataannya dia hanya seorang anak-anak yang aku nikahi? Sial… mengapa aku terjebak dengan mereka semua. Oh… Revania, kenapa kau juga memilihkan gadis muda seperti ini untukku!" Louis membatin kesal, sembari ia memberikan pijitan pada kedua pelipisnya.
"Aneh sekali kalau kau merasa malu, padahal baru beberapa waktu lalu kau terlihat bergairah sekali Helena. Dan hanya dengan mengganti baju saja, kau merasa malu dihadapan suamimu sendiri? Jika aku mau, bahkan aku bisa membuat penyekat itu tidak ada. Dan aku bisa melihatmu secara langsung mengganti pakaianmu itu!" ujar Louis yang sudah sangat marah, dan ia juga semakin menegapkan wajahnya.
"Maafkan aku, Yang Mulia. Aku tidak bermaksud…."
"Helena kalau kau masih saja berucap, aku akan benar-benar menendangmu keluar dari kamar ini. Jadi cepat kau ganti pakaianmu, karena aku sangat lelah mengurus anak kecil sepertimu!" Sindir Louis dengan sengaja.
Helena kembali mengatupkan bibirnya, ia tidak lagi berani untuk membantah ataupun memberikan pernyataan lainnya. "Baiklah, aku akan mengganti pakaianku."
Dengan langkah kaki yang dipaksakan, Helena berjalan kerah penyekat pembatas untuk mengganti pakaian. Meskipun dia juga harus melewati Louis, yang tidak lepas memandangi Helena.
Helena sudah berada dibalik penyekat pembatas tersebut, siluet tubuhnya tampak terlihat jelas. Ketika dia mulai melepaskan pakaiannya satu persatu, dan Louis tampaknya menikmati pemandangan yang ada dihadapannya.
"Mari kita lihat Louis, seberapa kuat kau bisa menahan birahimu sendiri." Batinnya, dan saat ini dia bisa melihat tubuh Helena yang tampak polos dibalik penyekat pembatas tersebut. Setiap gerakan yang dibuat oleh Helena, ia perhatikan dengan seksama.
"Aku penasaran, kenapa Revania memilihmu Helena. Apa yang hebat dari dirimu, apa kau tidak sebodoh dua permaisuriku yang lain. Apa yang hebat darimu Helena, sampai Rima berani meletakkan obat dalam makanan dan minumanku?" ucap Louis yang masih terus melihat Helena yang sedang mengenakan pakaiannya.